Hari kedua, keesokan harinya, Ilyas melihat Mawar sedang asyik berdiskusi dengan seseorang, sepertinya rekan kerjanya. Awalnya dia tidak menyangka bahwa Mawar bekerja di hotel ini. Setahunya, papanya Keny dan Mawar adalah seorang taipan. Pengusaha super sukses. Dari cerita Yasa yang penasaran, yang sempat tanya-tanya pada Keny yang sering main ke rumah, Ilyas tahu kenapa Mawar bekerja di hotel itu. Keny yang masih polos, tentu saja cerita apa adanya. Termasuk bahwa kedua kakaknya tidak ada yang mau meneruskan sang papa. Bisnisnya yang menggurita harus dipercayakan pada orang lain. Hingga membuat papanya kesal dan mengultimatum anak pertama dan keduanya untuk segera mencari suami. Siapa tahu bisa menjadi penggantinya di perusahaan. Menangani berbagai bidang usaha hingga sang papa yang ingin segera pensiun dan menimang cucu bisa bersantai menekuni hobinya. Berkebun. Sayangnya hingga saat ini belum ada kandidat calon mantu.
Dulu sempat hampir ada, tapi gak tahu kenapa kok Kak Mawar gak jadi nikah. Anaknya teman bisnis papa. Kak Mawar gak mau kerja di kantor papa katanya biar gak diremehin, posisinya bisa tinggi karena anak bos, bukan karena Kak Mawar memang mampu. Terang Keny dengan polos.
Ilyas dan Yasa sedang menikmati makan siangnya di salah satu restoran hotel itu. Mereka duduk satu meja dengan beberapa peserta. Yasa seperti biasa banyak bercerita, sesekali ditimpali Ilyas yang lebih banyak tersenyum.
"Eeh itu, ada cewek yang bening banget deh kerja di sini. Kayanya dia marketingnya deh. Cantik banget. Gue ampe pingin bawa dia langsung ke KUA." Celetuk salah satu peserta dengan tiba-tiba. Matanya seperti kucing kelaparan melihat ikan segar di depannya.
"Mana? Siapa?" Timpal yang lain, bahkan termasuk Yasa.
"Ituuuh tuh... Yang lagi jalan ke mari. Yang di tengah." Reflek mereka semua menoleh ke arah yang dimaksud. Ilyas berdehem pelan, begitu tahu siapa.
"Oh... dia, dia mah gue kenal. Iya sih emang cantik banget, tapi ada yang imun kok sama kecantikan cewek itu." Kata Yasa sambil tersenyum kecil, sedikit melirik ke arah Ilyas.
"Aaah gak percaya gue. Buktiin deh kalau lu beneran kenal. Ajak ke mari lah, kenalan sama kita-kita. Siapa tahu ada yang nyantol."
"Bentar yaa... Gue ke sono dulu." Yasa segera berdiri dari kursinya.
"Sa..." Ilyas berusaha mencegah. Tapi tentu saja Yasa tidak mengindahkannya.
Dengan langkah riang Yasa segera menuju ke arah Mawar yang sedang berjalan bersama dua temannya. Layaknya tim marketing pada umumnya, ketiganya cantik, menarik dan memakai pakaian yang agak provokatif. Rok pinsil di atas lutut, kemeja seragam khas hotel itu, dan salah satunya memakai blaser. Tapi tidak Mawar. Dia malah sengaja membuka satu kancing atas kemejanya.
Yasa terlihat mengobrol sebentar dengan ketiga gadis cantik itu. Bahkan Mawar sempat tersenyum lebar melihat ada Ilyas. Sedikit chit chat dan akhirnya Yasa berhasil mengajak ketiga gadis cantik tadi untuk mendatangi meja mereka makan siang.
"Hai... Halooo, saya Mawar, ini teman saya Vanka, kalau yang ini Tissa."
Ketiga lelaki itu berebutan menyalami gadis-gadis cantik itu. Tapi tidak Ilyas. Dia diam saja. Kenapa sampai begitu sih? Kaya gak pernah lihat cewek cantik saja.
"Eeh ada Mas Ilyas. Hai... apa kabar mas?" Mawar mengulurkan tangannya agar bisa berjabat tangan dengan lelaki tampan di hadapannya ini. Ilyas terlihat makin seksi saja. Kulitnya tampak lebih coklat, tidak seputih biasanya. Dari Keny, Mawar tahu kalau Ilyas suka diving, sengaja untuk mencoklatkan warna kulit putihnya agar terlihat lebih manly. Ilyas menatap uluran tangan itu dengan ragu. Tapi kemudian dibalasnya, hanya sesaat saja tangan mereka bertemu, karena Ilyas langsung menarik kembali tangannya. Walau sesaat tapi Mawar merasakan kejutan listrik mengalir di dadanya.
"Mawar, kenalin kita dong!" Bisik Tissa dengan suara agak keras. Matanya sempat beberapa kali melihat ke arah Ilyas dan Yasa.
"Ini yang namanya Ilyas. Kembarannya Yasa yang tadi nyamperin kita pertama kali. Kenalin Mas Ilyas, temen-temen kerjaku." Kata Mawar.
"Aaah ini toh yang namanya Mas Ilyas. Mawar mah sering curhat loh Mas. Pantesaan aja, lah cakep gini." Celetuk Vanka tanpa malu. Membuat Mawar tertawa kecil.
"Mau kemana nih mbak-mbak cantik bertiga?" Tanya salah satu dari para lelaki.
"Beli makan siang. Dekat kok, gak jauh dari hotel ini ada pecel ayam enaak banget."
Vanka, Tissa dan para lelaki lain, termasuk Yasa bahkan, terlibat percakapan seru. Hanya Ilyas dan Mawar yang tidak terlibat. Keduanya hanya sesekali menimpali.
Jujur, kemarin pandangan Ilyas pada Mawar sempat sedikit berubah saat melihat Mawar memberi makan anak-anak kucing itu. Tapi sekarang, melihat Mawar yang sengaja mengumbar keseksian tubuhnya - dan sebagai lelaki normal Ilyas akui itu - dia langsung ill feel lagi.
Kenapa juga tuh kemeja gak dikancing semua sih? Kan membuat mata nakal lelaki jadi penasaran melihat ke situ. Kasian suaminya nanti, berat banget usahanya buat nyadarin nih cewek kalau tubuh tuh bukan untuk diumbar, dipamerin ke mana-mana. Macam museum aja, bikin pameran biar banyak orang yang lihat. Loh kenapa aku mesti ribut sendiri sih. Peduli amat dia mau pameran apa enggak, mau kancingin semua baju atau enggak. Adik bukan, istri bukan!
"Habis diving di mana? Kulitnya jadi seksi gitu. Look tan naturally." Tanya Mawar tanpa maksud merayu. Jujur, tidak melihat Ilyas beberapa minggu dan sekarang bertemu lagi dengan kulit yang kecoklatan membuat Ilyas tampak semakin seksi di matanya.
"Di Pehawang." Jawab Ilyas, singkat.
"Pehawang? Di Thailand atau Indonesia tuh? Bagian mananya? Papua atau Maluku atau..." Belum selesai Mawar menyebut tempat di Indonesia yang terkenal akan keindahan pantainya, tapi perkataannya disela Ilyas, dengan nada pelan memang, tapi entah kenapa terasa nyinyir di telinganya.
"Di Lampung, tepatnya kabupaten Pesawaran. Masih asri. Belum banyak yang tahu. Makanya kalau nonton tivi tuh jangan gosip mulu. Negeri sendiri gak tahu luar biasa cantiknya. Malah dengan bangganya melancong ke negeri asing dan sibuk mengagumi, pamer, tanpa tahu kalau negeri sendiri jauh lebih indah." Entah kenapa Ilyas berkata sesadis itu. Dengan nada yang tidak ramah pula. Mawar tersenyum kecut. Beruntung kedua temannya terlibat percakapan cukup seru dengan Yasa dan yang lain, hingga tidak perlu mendengar perkataan sinis Ilyas padanya.
Layaknya tenaga marketing pada umumnya, yang harus pandai menyimpan rasa kesal, Mawar pun begitu. Hanya tersenyum manis pada lelaki muda super ganteng yang ada di depannya, walau dalam hatinya sibuk menyumpahi.
Gue sumpahin, lu bakal jatuh bangun ngejer cinta gue! Dasar sok ganteng! Eeh pan emang dia ganteng yak!
Jadi apakah Ilyas memang akan jatuh bangun mengejarnya? Mungkin saja. Cinta itu masalah hati, bukan logika. Bisa saja kita bicara menolak mati-matian, tapi jika hati sudah bicara, maka logika akan jadi tumpul.