SELAMAT MEMBACA
***
"Daddy harap Vei mau memikirkan kembali tawaran Daddy," ucap Toni dengan nada penuh keputusasaan.
Di dalam ruangan kecil yang berfungsi sebagai ruang tamu rumah Dei tengah terjadi pembicaraan sengit antara Dei dengan laki- laki bernama Toni Sanjaya, yang tak lain adalah Daddy kandung Dei sendiri.
Vei merupakan panggilan kecil Dei pemberian mommynya dulu, di ambil dari nama tengahnya yaitu Veddira. Namun setelah mommynya meninggal dan Dei pergi ke desa ini Dei mengganti panggilannya menjadi Deidamia atau Dei harapannya dia akan bisa melupakan semua kejadian yang pernah dia alami semasa kecil dulu.
Hari ini tiba - tiba Toni datang untuk pertama kalinya mengunjungi Dei selama Dei tinggal di desa itu. Bahkan Dei lupa kapan terakhir Dei melihat wajah Daddynya secara langsung. Mungkin sekitar 10 tahun yang lalu atau bahkan lebih, entah Dei sudah tidak menghitungnya lagi. Jujur kedatangan Daddynya membuat Dei terkejut, namun dia berusaha tetap tenang, dia tidak apa yang menyebabkan Daddynya datang menemuinya namun dia bisa menebak ini ada hubungannya dengan kematian saudari tirinya Sonia.
Dan benar saja Daddynya datang untuk memintanya bertunangan menggantikan Sonia yang telah mati. Dei hanya bisa tersenyum miris, bahkan lagi- lagi dia hanya akan menjadi cadangan penerima sisa dan hal tersebut terlalu menyakiti hati Dei.
Sejenak Dei mengamati wajah daddynya. Wajah daddynya yang dulu segar dan tegas bahkan selalu mengintimidasi siapapun yang melihatmu, kini tersisa wajah sedih dengan pancaran mata tanpa semangat. Meski keangkuhan masih terlihat di wajahnya namun Dei tau ada beban berat yang tengah di bawa daddynya dan itu alasannya yang membawa langkah daddynya sampai ketempatnya.
"Seorang anak yang di buang demi anak orang lain. Lalu sekarang ingin di pungut kembali demi sebuah keuntungan. Apa Anda pernah membayangkan rasanya menjadi saya, bapak Toni yang terhormat ?"
Dei masih berkata dengan nada yang penuh penekanan agar emosinya tidak lepas kendali.
Apakah Dei sedih?
Tentu saja dia sedih, namun kesedihan sudah tidak terasa lagi karena dia sudah terbiasa.
"Daddy Vei!"
"Daddy, bahkan sejak saya di buang kemari saya sudah tidak memiliki seorang daddy lagi, ketika daddy saya lebih membela anak orang lain lebih menyayangi anak orang lain dan mencampakkan anak kandungnya sendiri, saat itulah daddy saya mati," jawab Dei dengan sarkasnya.
"Jaga bicara mu Vei, Daddy kira kamu telah berubah namun Daddy salah kamu justru semakin liar."
"Silahkan Anda pulang, jangan urusi anak liar seperti saya."
"Daddy akan pulang, Daddy kasih kamu waktu 2 minggu. Karena dua minggu itulah waktu pertunangannya, Datang sendiri atau anak buah Daddy yang akan menjemputmu nanti."
"Bahkan saat Sonia telah mati sekalipun, Daddy tidak pernah menoleh pada Vei, bahkan Vei tetap mendapatkan sisanya. Vei berharap anak tersayang Daddy membusuk di neraka."
"Veddira!!" Toni sudah mengangkat tangannya, hampir saja memukul putrinya.
"Kenapa tidak Daddy pukul saja Vei, agar Vei semakin yakin jika orang yang mengaku daddy di hadapannya ini adalah daddy terburuk yang pernah ada dan Vei semakin membenci Daddy."
Tanpa mengucapkan apapun Toni segera meninggalkan tempat itu, dia tidak ingin melukai putrinya.
Setelah mobil Toni pergi Dei luluh ke lantai, hatinya sangat sakit. Dia merasakan kesakitan yang amat sangat menyiksa, daddy yang tidak pernah menganggapnya ada, tiba - tiba datang memintanya bertunangan dengan orang yang sama sekali tidak dia kenal hanya karena keuntungan bisnis dan lebih mirisnya lagi laki- laki itu adalah mantan kekasih saudari tirinya yang sangat membenci dan amat sangatlah di benci oleh Dei.
Sebenarnya apa yang ada di pikiran daddynya, sekuat apapun Dei nyatanya hatinya tetap saja hancur dan menangis.
"Mom, kenapa Mommy meninggalkan Vei. Kenapa Mommy tidak membawa Vei ikut dengan Mommy, tidak ada yang menyangi Vei Mom, bawa Vei Mom, Vei mohonnn hikss hikss hiksss ..." Dei menangis dengan sangat pilu, bahkan siapapun yang mendengarnya akan dapat merasakan kesakitan yang luar biasa.
Dei menumpahkan segala sakit hatinya, jika bisa meminta dia benar - benar tidak menginginkan hidup, dia ingin pergi bersama mommynya berbahagia di surga menemani mommynya.
"Bude dan Pakde menyayangi Dei, jangan bicara seperti itu Sayang. Kamu tidak boleh meninggalkan Bude..."
Dei merasakan Sari memeluknya, Dei sudah tidak bisa berkata - kata lagi dia hanya menangis diperukan Tari budenya orang yang selama ini menggantikan sosok mommy baginya.
*****
Flash back on
“Mom kenapa kita harus pindah rumah?”
Dei kecil tengah mengemasi barang – barang kesayangannya. Karena hari ini dia harus pindah dari rumah ini.
“Dengarkan Mommy Vei, kita tidak bisa lagi tinggal disini sayang kita harus pergi dari sini.”
“Tapi kenapa Mom, apa Daddy sudah tidak menyayangi kita lagi sampai kita harus pergi dari sini dan kenapa Tante Sintia dan Sonia tidak pergi kenapa hanya kita yang pergi Mom??”
Dei kecil yang penuh kenaifan dan menganggap semua orang menyayanginya tengah menangis keras di pelukannya mommynya dia tidak tau kenapa daddy yang dulu begitu menyayanginya begitu hangat sifatnya sekarang justru acuh dan sudah tidak memperdulikannya lagi. Daddynya lebih menyayangi Sonia yang Dei tidak tau siapa, namun tiba – tiba datang dan tinggal di rumahnya memakai kamarnya, mengambil barang – barang kesayangannya bahkan perhatian daddynya dan membuat Dei Nampak buruk di mata Daddynya.
“Vei dengar kan Mommy, nanti jika Vei sudah besar Mommy akan menceritakan semuanya kepada Vei, yang harus Vei ingat Daddy sangat menyayangi Vei dan Mommy makanya Mommy dan Vei harus pindah Sayang. Daddy sudah membelikan rumah yang sangat indah untuk Vei dan Mommy tinggal disana…”
Miranda perempuan dengan segala kesabarannya, yang tak lain adalah mommy Dei tengah berusaha memberikan perhatian kepada putrinya agar mau mengerti sedikit tentang keadaan yang sudah tidak sama lagi antara dulu dan sekarang.
“Tidak Mom!! Daddy tidak menyayangi Vei, Daddy jahat sama Vei Mom, Vei benci Daddy.”
“Sayang Mommy memberikan nama yang sangat indah untukmu Deidamia Veddira Sanjaya yang berarti perempuan penyabar dan tulus hadiah dari tuhan untuk keluarga Sanjaya. Kamu adalah hadiah dari tuhan untuk Mommy dan Daddy, kamu adalah anugrah dari tuhan untuk keluarga kita jadi Mommy mohon Vei harus sabar dan Vei tidak boleh membenci Daddy karena Daddy sangat mencintai Vei.”
Flashback off
Sekelebat ingatan masa kecil nya tiba – tiba menghampiri Dei yang tengah duduk sendiri di teras rumahnya.
“Maafkan Vei Mom, nyatanya Vei tidak bisa untuk tidak membenci Daddy. Maafkan Vei yang telah mengecewakan Mommy, tapi Vei janji mereka akan merasakan penderitaan yang pernah kita alami Mom. Itu janji Vei …”
***
“Mau kemana Bang?” Rara melihat putranya datang dengan pakaian santainya bukan jas kantor yang selalu dia pakai.
“Mau pergi Mi,” jawab Al dengan santainya.
“Kamu tidak kekantor Bang?” Kini giliran Rey yang bertanya, dia tengah membaca koran paginya sebelum kekantor.
“Al izin ya Pi tolong gantikan pekerjaan Al selama Al tidak kekantor.”
Rey mengalihkan perhatiannya dari koran yang dia baca, Rey mengangkat sebelah alisnya sebagia tanda tanya tentang apa yang putranya katakan.
“Mau kemana kamu?”
“Mau kekebun teh.”
“Mami perhatiakn kamu terus bolak balik kesana Bang, bukannya urusannya sudah selesai ya?” Kini giliran Rara yang bertanya.
“Ini urusan lain Mi,” Al menjawab sambil sibuk memakan rotinya.
“Urusan apa Bang?” tanya Rara lagi dengan rasa penasarannya. Urusan seperti apa yang membuat putranya yang gila kerja menjadi suka membolos seperti ini. Sedangkan Al yang di tanya hanya tersenyum sekilas, tanpa mau menjawab.
“Ada siapa disana Bang?” tanya Rey tiba – tiba, melihat gelagat putranya sepertinya Rey tau sesuatu.
“Ada kebun teh Pi.”
“Papi tanya siapa Bang, bukan apa.”
“Maksud Papi?”
“Apa secantik wanita Papi?”
“Meski tidak bisa melebihi Mami dan Queen. Namun dia sangat cantik Pi …”
“Apa yang kalian katakan, siapa yang lebih cantik dari Mami?” Rara tidak fahan dengan apa yang di bahas oleh dua laki – laki kesayangnnya itu, dia memang selalu tidak pernah faham dengan topik pembicaraan mereka yang selalu penuh dengan keanehan menurut Rara.
“Abang pergi Mi, Pi.”
Cuppp…
Al mencium sekilas pipi maminya sebelum pergi.
“Jangan mencium wanita Papi, cari sendiri wanitamu.” Rey hampir saja melempar apel ke kapala putranya untung saja Al dapat menghindar.
“Iya nanti kalau Al sudah dapat wanita sendiri Al tidak cium – cium Mami lagi. Sekarang kan belum dapat Pi, Al pinjam Mami dulu.” Al berkata sambil berjalan keluar, hendak pergi.
“Semoga berhasil Son.”
“Kenapa dia Kak?” Rara kembali bertanya kepada suaminya. Meski sudah memiliki anak yang besar – besar Rey dan Rara tetap saja harmonis, Rey tidak pernah mau di panggil papi oleh Rara. Dia tetap ingin di panggil kakak, katanya panggilan papi mami akan menghilangkan moment romantis katanya.
“Biarkan saja Sayang, mungkin sebentar lagi dia akan membawa calon menantu untuk kamu.”
“Dari mana Kakak tau?”
“Kakak pernah muda dan Kakak tau semua,” jawab Rey dengan penuh misteri, membuat Rara kesal, selalu saja seperti itu menurutnya.
*******BERSAMBUNG*******
WNG, 13 NOV 2020
SALAM
E_PRASETYO