Arini hanya diam meski dirinya sering mencuri-curi pandang pada Trevor yang terlihat jelas ada kemuakan di wajahnya. Ingin bertanya takutnya akan disalahkan.
"Mulai sekarang aku akan mengantarmu dan jika dia melakukan kesalahan seperti itu lagi jangan ragu katakan bahwa dia bukan suamimu tapi aku mengerti?" Arini mengangguk pelan tanda dia patuh pada ucapan Trevor.
Setibanya di paviliun timur, keduanya disambut oleh Iva dan Prima atau lebih tepatnya hanya menyambut Trevor. "Sayang akhirnya kau pulang cepat, aku sudah buatkan makanan untukmu."
"Ayah ingin apa? Pijitan? Biar aku saja yang~" Trevor membalas semua perintah itu dengan galengan. Dirinya menarik tangan Arini lalu bergerak menuju paviliun timur.
Di sana, Trevor menjauhkan diri dan duduk di sofa masih dengan raut wajah kesal. Arini yang bosan lantas mendecak. "Kau ini kenapa sih? Pasang wajah kesal begitu?"
Trevor menyorot Arini sekilas lalu memanggil seorang pelayan untuk membuatkan dia teh. "Perasaanku saja yang kesal." Arini pun duduk di samping Trevor.
"Ada yang aneh di sini. Kau terlihat marah. Apa karena berita dari tadi?" Trevor lagi-lagi memasang wajah kesal.
"Sudahlah jangan katakan hal itu lagi, kepalaku pusing." ketus Trevor menyahut ucapan Arini.
Arini tak banyak bicara. Dia hanya ber-oh ria dan memosisikan dirinya bangkit menuju belakang Trevor. "Apa yang kau lakukan?"
Trevor begitu terkejut karena jemari Arini yang mungil berada di kepalanya dan mulai menekan pelan kepala milik Trevor agak lembut.
"Tentu saja untuk meringankan kepalamu yang pusing. Bagaimana? Sudah merasa baikkan?" Mata Trevor terpejam menikmati rasa pijitan Arini yang enak.
"Iya sudah. Terima kasih."
"Yah, sama-sama." Setelah agak lama diam beberapa menit Trevor menggapai tangan milik Arini. Tentu saja si empunya tangan heran tapi menurut saja ketika Trevor membuat dirinya duduk di samping Trevor sekarang.
"Kenapa?" tanya Arini singkat melihat gelagat aneh dari sang suami.
"Arini, jawab yang jujur ya. Apa kau memiliki sesuatu saat Kevin mengatakan hal tersebut?" Arini menautkan alisnya disertai tatapan bingung kemudian menggeleng.
"Serius?"
"Iya ... aku serius." Trevor mengembuskan napas lega. Tiba-tiba saja tangan besar Trevor menepuk pelan pipi sang istri pelan.
"Arini, kendati kita hanya menikah siri dan pernikahan kita mungkin tak berlangsung lama tapi aku ingin kau serius dalam menjalani hubungan yang hanya sementara. Berjanjilah."
Arini yang tertegun lantas tertawa. "Kenapa kau tertawa?"
"Karena lucu."
"Lucu? Apanya yang lucu?"
"Yah itu tandanya kau sedang cemburu. Sudah jangan mengelak. Dari tadi kau terlihat gelisah hanya itu ya. Sudahlah jangan khawatir, kita sudah menikah dan kita berdua sama-sama berjanji di depan penghulu. Itu artinya aku akan tetap menjaga pernikahan kita."
Trevor perlahan menggariskan senyuman. Memandang si istri kedua dengan lekat. Ternyata meski baru pertama kenal, Arini sudah menunjukkan bahwa dirinya tak seperti gadis lain.
Dia tipikal wanita yang tak berbohong dan selalu tampil apa adanya. Tak mengubah pandangan atau pun gaya, Trevor mulai mendekat ke arah Arini yang sedari tadi diam.
Awalnya Arini bingung dan ketika merasakan kecupan singkat dari dahinya, Arini tersadar. Trevor ingin menciumnya!
Jantung Arini berdetak kencang kala Trevor memandangnya lagi. Wajah tampannya mulai mendekat dan pandangannya terpusat pada bibir Arini yang memang belum pernah dijamah oleh seseorang.
"Tuan, ini tehnya." Arini bernapas lega melihat Trevor melepas pandangan ke arahnya dan dia pun pergi dari tempat itu sedang Trevor melayangkan tatapan kesal pada si pelayan yang berani mengganggunya.
Makin kesal saja Trevor ketika tahu kalau Arini sudah pergi meninggalkan dirinya tanpa berucap sekalipun. "Siapkan makan siang untukku dan Arini." perintahnya lagi dan dia pun berdiri setelah menghabiskan tehnya dalam satu tegukan.
Dia lalu masuk ke dalam kamar di mana Arini berada. Begitu mendengar pintu tertutup, Arini menjatuhkan pandangan pada Trevor. Sikapnya langsung menunjukkan gelagat aneh alias salah tingkah.
"Arini, kenapa kau langsung pergi? Aku belum selesai denganmu." ucap Trevor sambil menghampiri Arini yang terus saja membelakangi.
"Mm, itu ... aku baru sadar kalau aku harus membersihkan wajahku dari make up jadi aku harus ke kamar--" Langkah Arini tercekal ketika lengannya digenggam oleh Trevor.
Trevor membuat tubuh gadis itu memutar tubuhnya lalu mengarahkan wajah Arini agar Arini mau menatapnya. "Apa kau tak mau aku menciummu?"
Arini hanya diam dan binar matanya mulai meredup. "Arini, kita ini suami istri. Tak bisakah suamimu sendiri mencium istrinya?"
"Ta-tapi pernikahan kita hanya sementara."
"Yah, aku tahu hal itu tapi tak ada salahnya bukan? Justru akan jadi dosa jika kau tak mau memberikan aku ciuman. Apa perkataanku salah?" Arini menggeleng.
Trevor mulai mendekat lagi dan hidung mereka bersentuhan. "Mas ... asal kau tahu saja ... ini pertama kalinya aku berciuman." ujar Arini malu.
"Maka itu bagus. Aku yang mengambilnya sebagai seorang suami."
Chup!
Mata Arini otomatis terpejam merasakan kehangatan bibir Trevor yang menekan dengan lembut pada bibir Arini.
Singkat tapi begitu indah bagi Arini yang memang awam. Terbesit rasa bahagia karena memberikan ciuman pada orang yang tepat dan Arini tak akan memprotes jika Trevor ingin meminta lagi.
Benar saja, hanya beberapa detik Trevor kembali mencium Arini menggunakan napsu. Arini agak kewalahan berusaha mengimbangi permainan lidah Trevor sementara itu tangan Trevor mulai menggerayang nakal tubuh milik Arini.
Ditaruhnya Arini ke atas ranjang dan menciumnya lagi sekaligus menindih tubuh gadis itu. "Mas ...." Tangan Trevor berusaha menyingkap baju milik Arini dengan napas memburu dan jujur Arini agak ketakutan.
Tok, tok
Gerakan Trevor terhenti saat mendengar suara pelayan menginterupsi. "Tuan, makanannya sudah siap."
Trevor mendecih dan memperbaiki baju Arini yang mulai berantakan. "Hapus make upmu itu, aku tunggu kau di ruang makan." Sebagai jawaban Arini hanya mengangguk dan Trevor pun meninggalkan Arini sendirian di dalam kamar.
????
See you in the next part!! Bye!!