Arini menampilkan senyuman manis. "Aku pikir itu tak perlu aku lakukan." ucapan itu membuat Prima dan Ibunya terenyak.
"Tak perlu kau lakukan?!"
"Ya kenapa aku harus menghormatimu toh derajat kita sama yaitu sebagai istri Tuan Trevor. Tenang saja aku tak akan manja atau memperlakukanmu semena-mena, selama kau tak mengganggu kehidupan pribadiku." tutur Arini enteng.
"Apa?!" Dari nada bicaranya sudah jelas Iva terlihat sangat kesal. Berani-beraninya anak ABG ini membantah ucapannya. Hendak mencaci maki, tiba-tiba saja Trevor datang dan ikut duduk di antara mereka.
"Ada apa ini? Jangan katakan kalau kalian bertengkar?" Iva buru-buru menggeleng.
"Tidak sayang kami hanya menjelaskan beberapa peraturan pada Arini. Itu benar, kan?" Iva berkeringat dingin kala memandang Arini dengan pandangan berharap agar bekerja sama.
Arini mengangkat sudut bibirnya kemudian mengangguk. "Iya, Iva hanya memberitahu peraturan rumah di sini."
"Oh begitu." Beberapa menit akhirnya mereka menyantap makanan tanpa bicara hanya ada dentingan suara gesekan sendok dan piring. Prima berdeham tiba-tiba menyorot sang Ayah tiri.
"Ayah, bagaimana dengan ikan bakarnya? Apa enak?" Trevor mengangguk pelan membuat Prima semringah.
"Ikan bakar itu buatanku, aku senang Ayah menyukai makanan yang aku buat." lanjut Prima membanggakan diri tapi Trevor tak membalas ucapan Prima.
"Mas...." Trevor memandang pada Arini yang bersuara, pandangan mata dari Trevor seperti melayangkan tatapan berupa pertanyaan.
"Apa boleh tidak aku kuliah?"
"Tentu saja boleh." Tiga orang yang berada bersama mereka terkejut mendengar Trevor mengatakan hal itu.
"Sa-sayang, benarkah kau setuju dengan permintaan Arini?" Trevor mengangguk.
"Ini tak adil!" lanjut Iva tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Trevor.
"Karena kau memenuhi permintaanya tanpa berpikir panjang sedangkan aku, kau selalu menolak." Trevor mendengus.
"Iva, Arini meminta apa yang dia butuhkan sedangkan kau meminta apa yang kau inginkan. Kau meminta perhiasan, baju dan lain-lain hal yang tak penting sementara Arini meminta agar dirinya kuliah bukankah itu penting?"
"Tapi sayang---"
"Sudah jangan banyak membantah, aku tak mau kalian melawan keputusanku jika aku mengatakan Arini akan kuliah maka dia harus kuliah."
"Kalau begitu bagaimana dengan Ibumu sendiri?" Trevor terkejut dan memandang lurus bertemu dengan sosok wanita yang berjalan angkuh. Arini memandang bingung sedang Iva dan Prima kalut.
Kevin hanya makan tanpa merasa terganggu dengan atmosfer di sekitar. "Ibu, kenapa kau ada di sini?" Arini sontak membulatkan matanya. Wanita ini Ibunya Trevor? Dia terlihat awet muda sekali.
"Apa salah jika Ibu datang ke rumah anak sendiri? Trevor, apa arti dari ucapanmu dan siapa Arini ini?" tanya Ibu Trevor sambil menatap tak suka pada Arini yang tersenyum manis ke arahnya.
"Dia istriku Ibu." jawab Trevor singkat.
"Apa?! Kau nikah lagi?! Astaga, kenapa kau tak mengatakan kalau kau menikah lagi?!"
"Ibu santailah. Aku sudah dewasa dan aku tahu apa yang harus aku lakukan."
"Termasuk membuat keputusan yang bodoh seperti ini?!" Trevor melirik pada Iva beserta keduanya dan juga Arini. Tak baik berbicara di tempat ini.
"Ibu, ayo kita pergi ke ruang kerjaku. Lebih bagus mengobrol di sana." Ibu Trevor mendengus kesal namun tetap mengikuti Trevor ke ruangan kerja.
Di sana dia lantas berbicara banyak pada Trevor. "Aku tak habis pikir denganmu Trevor, percuma Ayah dan Ibu membiayaimu untuk berpendidikan tinggi tetapi pemikiranmu dangkal sekali. Bagaimana bisa kau menikah tanpa memberitahu kami duluan? Dengan wanita yang tak jelas lagi, kau benar-benar membuat keputusan yang salah!"
"Bukan ibu, ini keputusanku yang benar. Aku menikahi Arini hanya untuk membuat dia tak lepas dari janjinya, kami akan bercerai setelah dia lulus kuliah dan dengan begitu dia akan menjadi karyawanku. Ibu tak melihat potensinya ketika aku bertemu dengan dia pertama kali." balas Trevor membela.
"Kau serius dengan ucapanmu itu? Baguslah, aku harap dia menyelesaikan pendidikannya dan kalian bisa bercerai secepat mungkin. Sudah cukup penipu itu menjadi istrimu, ibu tak ingin bertambah beban pikiran lagi. Apa kau akan juga berpisah dengan Iva juga?"
Trevor menaikkan sudut bibirnya. "Tentu saja Ibu, akan aku lakukan tapi sebelum itu biarkan Kevin menyelesaikan pendidikannya dan mendapat kerja agar Ibunya itu bisa lepas dariku." Ibu Trevor tersenyum menyeringai.
"Bagus kau memang putraku yang pandai. Baiklah Ibu akan mencari seorang gadis yang cocok denganmu dan kali ini Ibu pastikan bahwa kita tak tertipu lagi."
"Perjodohan? Ibu untuk saat ini aku tak akan mau melakukan hal itu." tolak Trevor tegas.
"Kenapa? Bukankah kau bilang padaku bahwa kau akan menceraikan kedua wanita itu?"
"Ya, aku tahu. Tapi itu sebelum aku lepas dari mereka. Kewajibanku sebagai suami dari dua wanita itu cukup menyulitkan ditambah harus menghadapi perjodohan yang pelik tidak, tidak. Aku mau fokus dulu jika kita selesaikan mereka dulu bukankah semuanya akan baik?"
Hana--Ibu Trevor tersenyum dan mengangguk pelan. "Benar juga katamu, baiklah Ibu tunggu semuanya selesai lalu kita bisa bicarakan hal ini lagi." Hana pun pergi dari ruangan kerja Trevor meninggalkan Trevor sendirian yang membuang napas kasar.
Jujur, dia tak mau menerima perjodohan sekali lagi bila perlu dia tak akan menikah lagi. Itu lebih baik. Meski demikian Trevor sebenarnya sangat ingin mencari tahu apa itu cinta.
????
See you in the next part!! Bye!!