Dua pasang mata tampak membulat mendengar ucapan Trevor. "I-istri? Apa maksudmu, k-kau menikah lagi?" Trevor menghilangkan senyuman mengubah tatapannya menjadi dingin.
"Apa aku harus mengulangnya agar kau mendengar apa yang aku katakan?" Nada yang digunakan oleh Trevor terkesan tajam sehingga Iva dan Prima hanya bisa terdiam mematung.
"Ayo Arini, kita pergi dari sini." Arini tak banyak bicara, dia patuh dengan menyamakan langkah Trevor yang masih setia merangkul tubuhnya. Sepeninggal Trevor, Iva mengepalkan erat tangannya dan bergerak masuk begitu juga Prima.
Tak seperti sang Ibu, Prima berlari masuk ke kamar dengan berurai air mata. Dia cemburu setengah mati melihat sikap romantis Trevor kepada Arini. Sikap yang tak pernah ditunjukan oleh Trevor.
Dengan keadaan sesegukan, Prima menerima telepon dari kakak laki-lakinya yang segera menyadari kalau adiknya itu tengah menangis. Tujuan yang awalnya memarahi Prima kini berganti alih karena rasa cemas. "Prima, kenapa kamu menangis? Apa ada suatu masalah?"
"Iya kak. Ayah Trevor ... Ayah Trevor membawa seorang gadis dan dia mengaku kalau itu istri barunya."
"Hah? Pria sombong itu punya istri baru? Keadaan Ibu bagaimana?"
"Aku tak tahu. Kak, tolong datang ke sini secepatnya ya kak!"
"Iya, iya. Kakak akan datang kamu tenang saja." Telepon ditutup dan Prima kembali larut dalam kesedihan.
Sementara itu, Iva menjerit sekaligus memporak-porandakan kamarnya. Bagaimana bisa Trevor menikah lagi bahkan tanpa seizin Iva. Iva adalah istri sahnya, jika Trevor menikah lagi Iva harus setuju.
Terlebih melihat gadis yang lebih muda dan perlakuan Trevor begitu berbeda membuat api cemburu dalam dirinya makin membara. Trevor menampakkan diri ketika pintu terbuka.
Trevor tampak tenang mendekati Iva atau lebih tepatnya mendekati lemari untuk membawa beberapa barang. Melihat Trevor masuk, Iva lantas mendekat dan memukul bidang d**a Trevor dengan kencang.
"Dasar manusia tak berperasaan, apa kurangnya aku sampai-sampai membuatmu harus menikahi wanita lain aku.." perkataan Iva berhenti tepat ketika Trevor mencengkram kedua pipinya dengan salah satu tangannya.
Trevor membuat Iva menatap kedua matanya yang tajam. "Memangnya kenapa? Kau juga telah berbohong padaku dan seluruh keluargaku untuk menikah denganku. Harusnya kau sadar diri, aku masih tak menceraikanmu. Jadi berhentilah mengatakan hal yang omong kosong!"
Trevor menghempaskan wajah Iva dengan kasar dan berjalan menuju lemari. Dia membuka lemari dan memasukkan semua pakaiannya di sebuah tas. "Trevor, apa yang kau lakukan?"
"Aku sudah memutuskan untuk pindah ke paviliun Timur." Iva tercekat, namun tak bisa melakukan apa-apa. Yang dilakukan oleh Trevor menghasilkan ketakutan dalam diri Iva meski tak memungkiri bahwa dia sedih dan sakit hati sang suami lebih suka tinggal bersama istri barunya ketimbang bersama Iva dan anak-anak tirinya.
Begitu Trevor ingin pergi, Iva lantas berusaha menghentikannya dengan memeluk Trevor dari belakang dengan erat. "Kumohon Trevor jangan tinggalkan aku, aku ini masih istrimu juga." Trevor tak membuka suara tetapi tangannya langsung membuka lengan Iva.
Dia langsung pergi menciptakan kejengkelan luar biasa di dalam diri wanita yang kini umurnya menginjak 30 tahun lebih.
????
Seorang pria dengan umur 20 tahun masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa menuju kamar Prima. Didapatinya Prima tengah menangis tersedu-sedu di dalam. "Prima.."
Prima lantas menegakkan kepalannya melihat pada si pria. "Kakak Kevin." Gadis itu mendekat dan memeluk kakaknya yang menunjukkan kemarah dari raut wajahnya.
"Apa dia yang membuatmu menangis seperti ini?" Prima mengangguk dalam pelukan Kevin.
"Aku sedih karena Ibu kita diduakan." jawabnya tersendat-sendat karena masih menangis. Tetapi hal yang paling mencengangkan, dia masih bisa berbohong di saat seperti itu.
"Di mana Ibu dan pria yang berengsek itu?" tanya Kevin. Jelas dia mengkhawatirkan Ibunya, meski Iva pernah tak mengakui mereka namun bagaimana juga Iva tetaplah Ibunya dan patut dibela ketika terjadi hal seperti ini.
"Di kamarnya. Ibu pasti sedih." Kevin lantas beranjak dari kamar Prima menuju kamar Iva. Di sana Kevin terperangah melihat kamar Ibunya berantakan. Bukan itu saja, tangan Ibunya mengeluarkan darah segar dari luka goresan yang cukup besar.
Pria itu lantas dengan cekatan mengambil kotak P3K dan merawat luka sang Ibu. Pada mulanya Iva menolak namun Kevin keras kepala dan berusaha membantu sang Ibu. "Sungguh keterlaluan pria berengsek itu memperlakukan Ibu seperti ini. Aku masih bisa menolerir saat Ibu diperlakukan dingin olehnya tetapi kali ini dia telah melewati batas kewajaran."
"Kevin, jangan mengatakan hal seperti itu. Trevor juga Ayahmu.."
"Ia bukan Ayahku?! Trevor hanya Ayah tiriku, paham! Jangan hanya karena pria angkuh itu membiayai hidup kita lalu bisa memperlakukan kita semena-mena." ujar Kevin sembari membalut luka Iva.
"Tapi.."
"Sudahlah, jangan membelanya terus. Aku akan ke paviliun timur dan berbicara tentang hal ini dengannya jika tidak aku akan bertemu dengan wanita itu!" Tepat saat itu luka di tangan Iva telah selesai diobati. Tak menunggu waktu yang lama, Kevin menuju paviliun Timur.
Di sana dia bertanya pada salah satu pelayan yang sedang membersihkan paviliun tersebut di mana Trevor beserta istri barunya. Perasaan Kevin makin dongkol mendengar bahwa Trevor dan istri barunya itu tengah beristirahat di kamar utama Paviliun Timur.
Dia lantas naik ke lantai dua untuk mendatangi Trevor. Tetapi begitu dia membuka pintu, bukanlah Trevor yang dilihat oleh Kevin melainkan sosok gadis yang umurnya tak jauh dari Kevin.
Dia tampak cantik dengan rambutnya yang tergerai basah. Gadis itu juga tengah mengenakan baju mandi yang menandakan dia baru selesai mandi. Kevin pun hanya bisa terpukau melihat penampilan si gadis.
"Maaf anda siapa ya?"