Ancaman

980 Kata
Dengan angkuh, Kathe meninggalkan restoran itu. Sedangkan Max tetap mematung di tempatnya. Seorang wanita berani mempermalukannya dan itu artinya, wanita itu menantangnya. "Shitttt!" Kepala pelayan itu kembali tergopoh menghampiri Max. “Tuan, sungguh maafkan atas kelancangan pelayan tadi. Tapi, Anda tidak perlu khawatir lagi untuk datang ke restoran ini. Saya janji, Pelayan Wanita itu, tidak akan diterima lagi di sini,” ucap kepala pelayan itu. Semoga saja, garis nasibnya masih mengasihaninya. "Omong kosong!" jawab Max dengan tangan terkepal marah. “kosongkan tempat ini sekarang juga, jika kalian tak ingin tertimbun tanah!” lanjutnya membuat kepala pelayan itu, jatuh merosot ke lantai. Sepertinya, dia harus kehilangan pekerjaannya dan tempat ini tinggal namanya saja. Sialan! Semua ini, gara-gara Katherine k*****t. "Edlise, buat wanita itu tidak mendapatkan pekerjaan di tempat mana pun di seluruh kota!" Titah Max dengan sorot mata penuh amarah. Hari ini, seorang perempuan menyedihkan, berani mencoret mukanya dengan arang hitam. Max, akan mengingatnya. Dia akan membuat wanita itu merasakan akibatnya karena sudah berani melawannya. Edlise mengangguk patuh. Perintah tuannya, adalah hal mutlak dan di tidak bisa menolaknya. Entah, apa yang akan terjadi dengan wanita itu selanjutnya? Hidupnya pasti akan benar-benar menderita. Tapi, apa daya. Perempuan itu sudah berani menentang sang penguasa. Artinya, perempuan itu sendiri yang memilih hidupnya terjerumus ke dalam kekejaman seorang Maxime D’orion. Penguasa yang tak segan, membunuh musuh-musuhnya. Max beranjak dan meninggalkan restoran itu dengan segera. Rahangnya mengeras, kenapa dirinya harus dipermalukan oleh seorang perempuan? Benar-benar Sialan! "Jangan lupa, cari data wanita itu, se detail mungkin. Aku akan membuat hidupnya sengsara!" **** Kathe melangkah tergesa. Amarahnya masih di ubun-ubun dan belum mereda. Hari ini, karena seorang pria, dia harus kehilangan pekerjaannya dan harus mencari pekerjaan baru. "Ya Tuhan--kenapa harus seperti ini? Dasar pria angkuh menyebalkan! Karnanya, aku harus kehilangan pekerjaanku," kesahnya sambil menyusuri jalanan. Sepanjang perjalanan, kathe hanya bisa menghela nafas lelah. Besok pagi, dia harus mencari dan mendapatkan pekerjaan baru. Jika tidak, entah bagaimana nasibnya nanti, di tangan ayahnya yang kejam itu. Ceklek! Kathe mendorong pintu rumahnya, dan melangkah perlahan memasuki rumah. Dia butuh istirahat. "Hey jalang! Dari mana saja kau huh?!" Kathe menulikan pendengarannya. Dia terus melangkah meninggalkan ayahnya yang Sedang mabuk di sofa. Setiap hari, dia sudah terbiasa mendengar kata-kata menyakitkan itu. Apa daya, dia sudah terbiasa. Hal itu, sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. "Kau tuli huh?!" teriak ayahnya lagi sambil melangkah mendekatinya. “lihat aku, saat aku bicara jalang!" teriaknya lagi sambil menarik rambut Kathe dengan kuat. "Arrghhhh ... Sakit, Yah!” kali ini, Kathe berteriak pilu saat rambutnya dijambak dengan kasar. "Le--pas a--yah. Ini sa—kitt. Hiks ... Hiks ..." Kathe memegang rambutnya yang terasa nyaris lepas dari kulit kepalanya. Ini pun sudah biasa, ayahnya memang selalu menyiksanya. Memukulinya sesuka hati tanpa perasaan atau pun belas kasihan. "Hahaha ... Sakit ya?” bukannya melepas jambakannya, Ayah Kathe malah Semakin memperkuat jambakannya sambil mencengkeram rahang Kathe dengan kuat. “baiklah aku lepas. Tapi, mana uangku?" kekehnya. Membuat Kathe semakin muak. Dia sudah lelah, di perlakuan seperti ini. "Tidak ada Ayah. Saat ini, Aku tidak punya uang ..." isaknya tertahan. Kathe bisa melihat mata ayahnya berkilat tajam. "Apa kau bilang?! Tidak punya?! Sialan!" Brugghhh!!! Tubuh Kathe terlempar ke lantai dengan mengenaskan. Bahkan dari siku lengannya mengeluarkan darah, terkena goresan lantai rumahnya yang kebanyakan sudah retak dan berlubang. Kathe meringis dalam tangisnya. Kapan, pintu hati ayahnya akan tersentuh dan menerimanya sebagai seorang putri? Dia lelah di perlakukan seperti ini. Kathe juga ingin seperti anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Ayah Kathe tertawa lepas. Membuat Kathe berjaga-jaga dengan pergerakannya. Kathe tau, ayahnya sedang merencanakan sesuatu. "Apa sebaiknya, kau ku jual saja heh? Mungkin, aku akan mendapatkan uang dari menjualmu! Pasti lumayan. Aku sudah muak melihatku!” teriak ayah Kathe sambil melangkah mendekat. Kathe mendongak dan beringsut mundur. "Jangan ayah. ku mohon, besok aku akan memberikan uang yang ayah minta. Aku janji. Tolong, jangan jual aku. Hiks ... Hiks ... " isak Kathe tak terkalahkan. Entah bagaimana hidupnya, jika harus terjerumus ke dalam dunia hitam. "Arrghh—sakit, Yah ... “ Kathe kembali merintih saat rambutnya kembali menjadi bulan-bulanan tangan kasar ayahnya. “Aku janji, besok aku akan memberikan uang yang ayah minta. Tapi, aku mohon. Ampuni aku hari ini saja. Hiks... Hiks... “ "Baiklah. Ingat jalang! Jika besok kau tidak memberiku uang, ku pastikan kau akan berada di tempat pelacuran! Kau mengerti huh?!” "Yah Ayah, hiks ... Hiks... Aku mengerti.” "Bagus, bagus.” Brughhh! Kathe kembali terlempar ke lantai dengan kasar. Cukup keras, sampai-sampai kepalanya juga merasakan kerasnya lantai yang dingin dan kasar. Cukup sudah luka dan sakit yang dia dapatkan malam ini. Entah sampai kapan dia akan mendapatkan siksaan itu? Beberapa tahun lagi? Atau seumur hidup kah? Entahlah. Hanya tuhan yang akan menentukan segalanya. Kathe beranjak dan melangkah Gontai. Mengusap sisa air mata yang mengalir di wajah sembabnya. Malam ini, dia harus bisa tidur dengan cepat agar besok pagi bisa mencari pekerjaan baru dan bisa memberikan ayahnya uang. Poor You Katherine. **** Kathe mengikat rambutnya asal. Dengan kemeja ke besaran nya dan jeans yang membalut kaki jenjangnya sudah membuat Kathe terlihat menawan. Simpel, sederhana, namun anggun karena kecantikannya yang terpancar dari wajah juga hatinya yang tulus. Senyum semangat kembali terbit di bibir meronanya. Ahh--baginya , menyambut hari harus diawali dengan senyuman, sepahit apa pun kehidupannya. "Semangat Katherine, hari ini kau harus mendapat pekerjaan,” ucapnya sambil melangkah keluar dari rumahnya. Katherine, tak tahukah kau? Kota itu sudah menutup akses pekerjaan untukmu. Kau tidak akan mendapatkan pekerjaan di tempat mana pun, dan mungkin malam nanti, kau harus merasakan pukulan ayahmu lagi, atau berakhir di tempat prostitusi. Tapi, bersabarlah Katherine. Kau pasti bisa melewati semua ini. Yakinlah, Tuhan selalu ada untukmu. Semuanya akan indah pada waktunya, karena Tuhan sudah menyiapkan hadiah untuk semangatmu, perjuanganmu, juga kesabaranmu. Kau tinggal menunggunya saja. Entah hari ini, esok, atau beberapa hari ke depan. Karena tidak ada yang bisa menebak rencana yang sudah Tuhan gariskan untukmu. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN