Melihat gadis yang sangat ia cintai terpuruk sampai separah ini membuat hati Rulix ikut terluka jadi ia menawarkan apartemen yang ia miliki karena selama SMA ini pria itu ingin mandiri dan orang tuanya memberikan apartemen sederhana dan Rulix bisa tidur di ruang belajarnya sedangkan Hikari di kamarnya.
"Bagaimana kalau kamu tinggal di apartemenku, Hikari? Nanti kamu bisa tidur di kamar sedangkan aku ada tempat tidur cadangan di ruang belajar, tenang saja aku tinggal sendiri di apartemen yang sederhana saja sebenarnya! Jadi kamu bisa ada di tempat yang aman dan nanti aku bantu cari kerja ya," ucap Rulix lembut.
Tatapan keduanya terkunci satu sama lain dan tak lama Hikari mengatakan jika Rulix akan terbebani dengan dirinya dan bayi yang tetap akan gadis itu lahirkan jadi Hikari meminta Rulix untuk jangan memberikan kebaikan kalau pada akhirnya ia juga akan pergi seperti Angga.
"Tolong jangan terlalu baik padaku! Kamu mau menampung aku yang akan tetap melahirkan bayiku saja aku sudah merasa bersyukur, Rulix jadi lebih baik kamu jangan bersikap sebaik ini padaku karena bisa saja suatu saat kamu juga akan pergi seperti Angga dan aku tak memiliki siapapun nantinya," lirih Hikari sendu.
Dalam diam Rulix mengerti jika sangat sulit mempercayai orang lain setelah sikap Angga yang pasti memukul hati Hikari jadi dengan lembut Rulix mengusap-usap kepala Hikari dan ia menyahuti ucapan Hikari yakin sebab saat ini yang di butuhkan Hikari adalah keyakinan dan tempat berlindungnya.
"Tidak semua orang yang baik maka akan pergi seperti dia, Hikari! Aku paham kalau saat ini kamu sulit percaya pada orang lain setelah luka yang diberikan Angga padamu, hanya saja ini aku Rulix dan kamu mengenalku dengan baik bukan? Ketika aku berjanji untuk ada buat kamu maka pasti aku tepati janjiku," sahut Rulix serius.
Lagi-lagi air mata yang terlihat menuruni kedua pipi indah Hikari, tetapi kini matanya tak redup seperti sebelumnya bahkan Rulix bersyukur bisa melihat senyuman Hikari meskipun Rulix mengerti jika hati gadis itu masih sangat kesakitan pastinya.
"Mungkin kau benar, Rulix! Aku memang mengenalmu dengan baik dan terima kasih karena kamu tak berubah meskipun seharusnya aku lebih bisa mengurus diriku sendiri! Entah bagaimana jika kamu tak membantuku mungkin aku terbuang di pinggir jalan tanpa siapapun ya," gumam Hikari sendu.
"Sama-sama Hikari, lagipula manusia itu memang harus membantu sesama kan ya? Jadi kamu jangan merasa sungkan padaku, Hikari! Semua hal akan aku lakukan sebaik mungkin dan kamu tidak perlu terlalu memaksakan dirimu menjalani banyak hal nantinya ya? Kita akan membantu satu sama lain," ucap Rulix lembut.
Di saat keduanya larut dalam obrolan tak lama perut Hikari berbunyi lalu Rulix tanpa sadar terkekeh dan mengajak Hikari untuk makan dulu karena setelah itu niatnya Rulix ingin membeli s**u hamil dan keperluan ibu muda ini.
"Ahahaha! Hikari-Hikari, perutmu kelaparan ya? Kenapa tidak bilang padaku kalau kamu ingin makan? Hm? Yasudah kita pergi makan di tukang pecel lele abis itu kita pergi ke supermarket untuk membeli s**u hamil dan keperluanmu ya! Soalnya bayi Hikari membutuhkannya sekalian beli bahan masakan juga ya," ujar Rulix santai.
Hikari yang cukup merasa malu dengan suara perutnya hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya setuju mendengar ajakan Rulix yang entah mengapa ia bisa sebaik ini padahal Rulix tak perlu merawat dirinya.
"Hati pemuda itu terbuat dari apa ya? Bukankah aku hanya membebani dirinya? Lalu entah mengapa ia masih bisa mengurus semua kebutuhanku? Padahal ia tak perlu merawat aku sampai seperti ini? Aku benar-benar beban untuk hidupnya yang mungkin akan lebih baik tanpa keberadaan aku kali ya," batin Hikari menyesal.
Perjalanan keduanya terasa begitu hening karena Rulix membiarkan Hikari untuk gadis itu bisa menenangkan dirinya sendiri, tetapi sekilas Rulix melihat ada tatapan sendu dari mata indah Hikari.
"Loh? Kenapa tadi gue sekilas tatapan mata Hikari kayak sendu gitu ya? Gue diem karena pengen ngasih waktu dia buat tenang, apa gara-gara gue diemin jadi dia mikir yang tidak-tidak? Dia kenapa sedih begitu ya? Ada sesuatukah?" batin Rulix khawatir.
Setelah bermenit-menit Rulix dan Hikari membeli berbagai keperluan akhirnya tidak lama mereka sampai di apartemen sederhana Rulix lalu pemuda itu menanyakan Hikari ingin tidur dimana sebab bagaimanapun juga ia menghargai keinginannya.
"Akhirnya sampai juga! Oh iya, Hikari! Hikari mau tidur dimana? Di kamar Rulix atau di ruang belajar? Nanti sisanya Rulix bisa tidur dimana aja jadi biar gak salah paham atau gimana makanya Rulix nanya! Mau tidur di ruangan mana? Hm? Gak perlu merasa gak enak santai aja kok! Mau ruangan mana, Hikari?" tanya Rulix lembut.
Hikari yang merasa tak nyaman jika lagi-lagi harus melihat Rulix tidur di luar padahal ia pemilik tempat ini jadi ia memilih ruang belajar saja agar teman baiknya itu bisa beristirahat dengan nyaman, lagipula yang di inginkan Hikari hanya tempat tinggal jadi untuk masalah tidur ia bisa tidur dimanapun.
"Begitu ya? Kalau begitu Hikari di ruang belajar saja biar Rulix bisa istirahat yang cukup di kamar Rulix, lagipula banyak barang pribadi Rulix di kamar kamu sendiri ya kan? Oh iya terima kasih juga untuk semua kebaikan kamu ya! Hikari benar-benar merasa bersyukur dan terbantu Rulix," ucap Hikari lembut.
Rulix paham jika gadis itu mengkhawatirkan dirinya makanya ia mengalah dan Rulix juga tidak bisa melarang keinginan Hikari jadi ia meminta Hikari untuk mengatakan apapun masalah dan kebutuhannya nanti Rulix akan berusaha sebaik mungkin untuk Hikari dan bayinya.
"Baiklah jika itu keputusanmu, Hikari! Ke depannya kamu tidak perlu merasa segan atau tak enak jika membutuhkan batuanku! Katakan saja apapun masalah dan hal yang mungkin kamu butuhkan! Nanti aku akan berusaha sebaik mungkin untuk kamu dan bayimu! Paham ya," tutur Rulix serius.
Semakin melihat kebaikan Rulix mengingat Hikari bahwa ia harus berusaha sendiri sebab ia tak ingin hancur lagi dan tak lupa juga dirinya berterima kasih pada Rulix dan teman baiknya juga boleh mengatakan segala keluhannya pada Hikari.
"Terima kasih, Rulix! Aku bersyukur atas bantuanmu dan aku akan tetap berusaha sebisaku agar kamu tak terlalu kesulitan karena aku! Oh iya kamu juga bisa bercerita banyak hal padaku kok! Jika ada masalah atau keluhan kamu boleh mengatakannya padaku Rulix," ucap Hikari lembut.
Rulix terpaku dengan nada dan sorot mata Hikari yang terlihat tegar padahal hati dan pikirannya seperti sedang memikirkan banyak hal dihidupnya karena tanpa sadar ia telah dipatahkan sampai seperti ini, tetapi Hikari masih bisa menguatkan dirinya di saat memulihkan hati saja bukanlah hal yang mudah.
"Mata itu mungkin terlihat yakin dengan ucapannya, tetapi aku mengerti jika hatinya berusaha tegar padahal rasanya perasaannya dipatahkan oleh orang yang ia percaya! Tolong jangan paksakan dirimu sampai seperti ini Hikari ini! Jangan berpura-pura bahagia di saat hatimu tak merasakan perasaan itu," batin Rulix sendu.
Dalam diam Hikari hanya bisa menarik nafasnya dalam berusaha menenangkan hati yang rasanya sudah tak lagi berbentuk saat ini sementara Rulix masih tak paham mengapa ada orang yang tidak bisa menilai Hikari dengan melihatnya lebih serius.
"Sebenarnya apa yang aku pikirkan sih? Kenapa harus mengatakan hal yang belum tentu mampu aku lalui? Ya ampun, Hikari! Sudahlah sekarang kamu harus kuat dan mengandalkan dirimu sendiri agar tak terluka keduanya kalinya," batin Hikari tegar.
"Dari banyak waktu yang telah mereka lalui, bagaimana bisa ada orang yang tak bisa menilai Hikari dengan melihatnya lebih sungguh-sungguh? Apakah manusia lebih suka menyimpulkan lalu menyakiti dibanding memahami dan melindungi ya? Kalau begitu bagaimana ia akan kuat bertahan di kehidupan ini," batin Rulix khawatir.
Di tengah-tengah kekhawatiran dan berbagai perasaan campur aduk yang di rasakan oleh Rulix, di lain sisi ada hal yang tidak bisa dibohongi oleh pemuda itu bahwa Hikari memang seseorang yang luar biasa dan Rulix masih sangat mencintai Hikari dalam diam.