Kata-kata yang di ucapkan oleh Rulix seperti air yang berhasil menyejukkan rasa sakit yang sebelum ini terasa mengiris-iris hati Hikari dan sekarang entah mengapa Hikari merasa hari-harinya tidak akan seburuk yang ia pikirkan, dalam diam Rulix yang melihat wajah Hikari sudah tersenyum membuat pemuda itu mengusap-usap kepala Hikari lembut.
“Entah kenapa apa yang di ucapkan olehnya selalu berhasil menenangkan hatiku yang sebelumnya merasa kesakitan karena rasa cintaku yang nyatanya menghancurkan diriku, jujur aku sendiri juga tidak mengerti kenapa bisa merasa bahwa hari-hariku nantinya mungkin tidak akan seburuk yang aku pikirkan ya? Entah sejak kapan Rulix seperti cahaya di hidupku,” batin Hikari senang.
Setelah selesai sarapan tak lama Rulix berpamitan sambil menyerahkan kunci cadangan untuk Hikari sebab hari ini jadwal kuliah Rulix akan lumayan sibuk jadi ia khawatir jika Hikari menunggunya jika tak memiliki kunci apartemen ini dan Hikari berterima kasih sambil sibuk merapihkan peralatan makan mereka.
“Aku sudah menghabiskan sarapanku dan ini kunci cadangan untuk kamu pegang, Hikari! Kebetulan hari ini jadwal kuliah aku akan lumayan sibuk sekali jadi aku khawatir kalau kamu menunggu di luar apartemen sendirian makanya aku berikan kunci ini agar kamu bisa menunggu di dalam apartemen yang jauh lebih nyaman dan aman kan,” ucap Rulix lembut.
“Begitu ya, Rulix? Baiklah, terima kasih banyak karena sudah mengkhawatirkan aku bahkan kamu mau repot-repot membantuku seperti ini! Sekali lagi aku ucapkan banyak-banyak terima kasih ya, Rulix? Jika tanpamu mungkin aku tidak tau hidupku akan menjadi sehancur apa nantinya,” sahut Hikari tegar.
Suara pintu yang tertutup membuat Hikari seketika menjatuhkan dirinya ke lantai sebab hatinya benar-benar sedih dan tak sanggup menunjukkan kesedihannya di hadapan pria yang ia tau mencintai dirinya, rasanya Hikari yang telah hancur berantakan ini merasa tidak bisa semakin menyusahkan pikiran sahabat baiknya itu.
“Sebenarnya hati Rulix ini terbuat dari apa? Kok dia bisa tetap tenang begini? Aku yang tidak tau harus bagaimana hanya bisa menutupi rasa sedih yang aku rasakan sebab aku tak ingin semakin membebani hidupnya yang sebelumnya damai eh sekarang karena diriku bisa saja ia merasa kesulitan dan apapun alasannya aku tetap harus bisa mengandalkan diriku sendiri bukan malah bepikir ke mana-mana seperti ini ya,” lirih Hikari sedih.
Tangisan Hikari benar-benar menyesakkan dan tanpa gadis itu sadari Rulix hanya menutup pintu apartemen, tetapi ia masih di dalam sana dan melihat Hikari yang terlihat menderita dan menangisi hidupnya yang telah di rusak oleh pria yang katanya mencintai Hikari dan dalam diam Rulix hanya bisa mengepalkan tangannya kesal karena ia tidak terima Hikari menjadi seperti ini.
“Lagipula aku juga harus sadar diri bahwa perempuan yang sudah hancur berantakan ini tidak pantas memikirkan orang lain toh benalu seperti diriku ini harus terus berjuang meski aku tau ke depannya jalanku pasti tak semudah sebelumnya setidaknya diriku ini hanya harus bisa untuk terus melanjutkan hal yang tersisa dari hidupku ini,” gumam Hikari sendu.
“Angga tidak hanya menghancurkan hati Hikari saja melainkan ia telah benar-benar membuat Hikari kehilangan kepercayaan dirinya dan aku tidak terima melihat gadis yang aku cintai malah menjadi seperti ini?! Akan aku buat Angga merasakan rasa sakit yang jauh lebih menyakitkan di banding apa yang saat ini Hikari rasakan!!” batin Rulix geram.
Gadis itu terus menenggelamkan wajahnya dalam kesedihan hingga tak lama terdengar tarikan nafas yang seakan-akan mengumpulkan kekuatannya lalu Hikari pergi ke kamarnya dan saat itulah Rulix baru pergi ke kampusnya dengan menahan amarah yang terasa tak bisa ia biarkan begitu saja dan setelah selesai bersiap-siap Hikari mulai pergi mencari pekerjaan yang akan membiayai hidupnya ini.
“Mungkin menurut Angga apa yang ia lakukan bukan masalah besar, tetapi karena pemuda seperti dirinya Hikari malah terluka dan terpaksa berjuang sendiri padahal jika Angga tidak menghancurkan hati dan masa depannya bisa jadi Hikari tidak kesakitan dalam kesedihannya seperti ini! Angga bisa melanjutkan hidupnya sedangkan gadis yang aku cintai akan hidup penghinaan saja!” batin Rulix kesal.
“Sudahlah Hikari, hidupmu tidak berhenti di sini jadi mari sudahi tangisanmu ini dan cepatlah kembali bangkitkan semangatmu untuk melanjutkan sisa hidupmu ini! Sekarang kamu juga harus memikirkan bayi yang ada di kandunganmu karena dengan cara ini kamu menebus kesalahanmu dan perjuangan masih sangat panjang ke depannya Hikari,” gumam Hikari tegar.
Langkah kaki gadis itu mulai pergi dari satu toko ke toko lain sebab ia tau bahwa ia hanya bisa mencari pekerjaan sebatas ini dan sayangnya setiap toko yang ia datangi selalu menolaknya hingga Hikari memilih untuk beristirahat sejenak sambil memikirkan dirinya harus apa agar bisa terus bertahan hidup.
“Apa yang mereka katakan saat menolak lamaran pekerjaanku tidaklah salah hanya saja sekarang aku harus bagaimana supaya bisa terus bertahan hidup? Aku tidak mungkin terus-terusan menyusahkan Rulix dan secepatnya aku juga harus mencari kontrakan sebab kasihan kalau nama Rulix jadi tak baik hanya karena diriku ini,” gumam Hikari sendu.
Di tengah-tengah rasa sedih bercampur bingung yang di rasakan Hikari di sampingnya ada seorang ibu yang tengah memeluk bayinya dan menyapa Hikari lembut, dalam diam Hikari bertanya-tanya sampai detik ini dia tidak pernah tau wajah ibunya dan nada ucapan ibu ini benar-benar terdengar cukup menenangkan hati Hikari.
“Selamat siang mba, loh kenapa wajahmu terlihat sedih begitu? Apakah ada masalah yang terjadi padamu ya anak muda? Sepertinya kamu sedang dalam masalah besar makanya terlihat sedih begini ya nak? Kamu pasti sedang tidak baik-baik saja, apakah kamu membutuhkan bantuan? Kamu bisa katakan saja pada ibu kok nak,” ucap Wati lembut.
“Ibu katanya? Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah dengar kata ini? Bahkan sampai detik ini aku tidak tau bagaimana wajah ibu dan bagaimana tutur katanya padaku, dulu orang-orang sering bilang kalau ucapan ibu selalu menenangkan dan mendengar ibu ini berbicara padaku rasanya hatiku sedikit menjadi tenang karenanya,” batin Hikari sendu.
Sementara Wati yang melihat wajah gadis muda di sampingnya terlihat sedih begini membuatnya bertanya apakah ada masalah atau ia tidak nyaman dengan kehadirannya sementara Hikari bercerita jika hidupnya selalu di tinggalkan padahal selama ini ia telah berjuang semampu yang bisa ia lakukan.
“Apakah ucapan saya yang barusan malah mengganggu dan semakin membuat kamu merasa sedih ya nak? Jika kamu memang memiliki masalah ataupun tidak nyaman dengan kehadiran saya kamu boleh bilang pada saya nak, kamu sedang mendapati kesulitan apa? Hm? Apakah ada hal yang bisa saya lakukan untuk kamu?” tanya Wati bingung.
“Rasanya ucapan yang ibu katakan barusan benar sebab aku memang sedang kesulitan dan aku juga merasa kalau hidupku ini selalu di tinggalkan padahal selama ini aku telah berjuang semampu yang aku bisa lakukan hanya saja aku sering kali di biarkan tanpa tau arah sampai sekarang aku jadi bingung harus bagaimana? Aku ini kasihan sekali ya bu,” gumam Hikari sedih.
Mendengar ucapan Hikari membuat Wati memandang bayinya sendu dan tak lama Hikari juga masih menceritakan soal dirinya yang harus bekerja terlebih ia sedang mengandung dan dirinya harus bisa membiayai hidup mereka nantinya karena ayah dari bayinya tidak menginginkannya sedangkan Hikari tidak sanggup melenyapkan bayi tak bersalah ini.
“Dari ucapanmu ini membuatku mengingat nasib putriku yang hanya memiliki aku sebagai sandaran hidupnya nak, oh iya kamu pernah dengar soal ini tidak? Apa yang di takdirkan untukmu ya memang karena kamu melalui semua perjuangan ini anak muda jadi ibu percaya bahwa kamu pasti bisa melalui ini semua dengan tegar kok nak,” ucap Wati lembut.
“Ucapan ibu mungkin ada benarnya bu dan aku juga mengharapkan hal tersebut, tetapi saat ini aku juga sedang mengandung bayi yang tak bersalah lalu parahnya lagi pacarku lebih memilih mengakhiri hubungan kami dan aku yang tidak ingin menjadi penyebab kematian bayi yang tak bersalah ini membuatku mau tak mau harus mencari perkerjaan demi melanjutkan hidup kami berdua ini ibu,” gumam Hikari sendu.