Keesokan paginya, Rubyza Andara sudah bangun pagi-pagi sekali.
Wanita dengan bekas luka tanda silang di kedua pipinya ini, sibuk mengepak barang ke dalam koper.
Hidup di ibukota memang tidak aman seperti yang dulu dipikirkan oleh Ruby sejak awal kebebasannya dari penjara.
Ibukota memang terbilang luas, juga penuh dengan banyak orang-orang di berbagai tempat.
Ruby sangat naif berpikir kalau dia tidak akan pernah bertemu salah satu dari kelima mantan suaminya. Sialnya, siapa yang sangka kalau malah langsung bertemu mereka semua dalam satu waktu dan di tempat yang sama juga?
Semua pria itu sama dingin dan tak berperasaan satu sama lain, tapi yang paling ditakutinya sekarang adalah Aidan Huo.
Dari semua pria yang sudah mempermainkan dan memanfaatkannya, hanya Aidan Huo satu-satunya yang sudah sangat berani dan tanpa ragu mendorongnya jatuh dari tangga hingga masuk rumah sakit.
Pria itu bahkan mencekiknya hanya gara-gara sebuah kalung yang belum pernah dilihatnya sama sekali!
Dirinya yang bahkan tidak dikenalinya setelah keluar dari penjara, juga hampir dipukuli sampai mati gara-gara memohon kepadanya seperti seorang pengemis.
Pria berengsek! Iblis sialan!
Ruby benar-benar sangat marah sampai keinginan untuk membunuh benar-benar terukir kuat di tulang-tulangnya!
Saat pertemuannya kembali dengan Aidan kemarin pagi, Ruby sadar sudah tidak memiliki debaran cinta lagi untuknya, bahkan perasaaan nyeri di hatinya seperti 3 tahun lalu saat datang ke mansion pria itu dan melihat kemesraannya dengan Belinda, sudah benar-benar hilang entah ke mana.
Sekarang, yang ada hanyalah kebencian dan ketakutan silih berganti memenuhi benaknya.
“Sialan! Sialan! Kenapa aku begitu bodoh sewaktu muda dulu? Begitu dibutakan oleh cinta?! Benar-benar tidak berguna! Tidak berguna! Apanya yang bagus dari pria jahat seperti itu? Otak pria itu benar-benar rusak tidak bisa melihat kebenaran sama sekali! Dasar iblis! Iblis! Egois dan kejam!”
Ruby tidak sadar memukul-mukul sangat emosi pada permukaan koper yang isinya sudah terlihat penuh. Kedua bola matanya membesar sangat mengerikan dipenuhi dengan urat-urat merah di sana. Kebencian dan rasa jijik terhadap mantan suami pertamanya memancar kuat seolah bisa membunuh Aidan hanya dengan satu kali tatapan mata.
Rasa dendam dan rasa ingin menghancurkan Aidan Huo berputar-putar bagaikan badai yang mengamuk di dalam dirinya. Sayangnya, dia tahu kalau saat ini, dia hanyalah rakyat biasa tanpa kekuatan apa pun. Golongan rendah yang terbuang. Satu-satunya jalan agar bisa tetap waras dan tenang selama sisa hidupnya adalah menghindari pria itu untuk selamanya.
Ternyata, cinta serapuh itu.
Terkikis oleh waktu dan juga rasa sakit hati sampai tak bersisa sedikit pun.
Rubyza Andara sempat berpikir di masa mudanya, kalau dia pasti akan selalu mencintai Aidan Huo tanpa syarat meski pria itu tidak mencintainya dan memperlakukannya sangat buruk. Tapi, kenyataan ternyata lebih buruk daripada yang telah diperkiraannya selama ini.
Setelah melihatnya lagi, Aidan Huo tidak hanya semakin sukses dan tampan, tapi juga semakin kejam dan jahat tanpa belas kasih. Sangat berbanding terbalik dengan hidupnya.
Kalimat penuh penghinaan pria itu terus mengusiknya semalaman hingga sulit memejamkan mata.
“Berani sekali dia berkata kalau aku layak mendapat semua keburukan di dunia ini? Bukankah yang memberikan semua hal buruk itu kepadaku sejak awal adalah dia sendiri? Pria sialan! Sialan! Semoga kamu jatuh dari tangga lantai 10! Ditabrak mobil dari semua arah sampai patah tulung dari kaki sampai kepala! Terkutuk! Pria terkutuk!”
Ruby terus saja memukuli kopernya tanpa sadar, dan semakin kesal karena kopernya tidak mau juga tertutup.
Jika saja Aidan Huo tidak menyiksanya selama pernikahan mereka, dan tidak menghukum keluarganya dalam aksi balas dendam akibat pernikahan paksa mereka di masa lalu, dirinya tidak akan berakhir seperti sekarang!
Dia tidak akan terlibat dengan 4 pria sialan itu yang juga ikut menghancurkan hidupnya!
Semua gara-gara dia berani mencintai Aidan Huo!
Kesalahannya hanya satu: mencintai pria yang salah!
Lebih separuh hidupnya benar-benar hanya untuk sampah seperti Aidan Huo?
Sungguh hidup yang sia-sia dan bodoh!
Mengejarnya selama 17 tahun, dan mencintainya selama 18 tahun, sungguh adalah aib paling kotor dalam hidup Ruby!
Pada akhirnya, yang didapatkannya bukanlah kebahagiaan, melainkan derita tiada tara dan tangis air mata tanpa henti!
Jika bisa mengulang waktu, ingin sekali Ruby menampar dirinya sendiri dan membuka matanya lebar-lebar betapa kejam seorang Aidan Huo dengan segala tekad yang dimilikinya!
“Matilah! Matilah dengan sangat menderita dan tragis, Aidan Huo! Seharusnya dulu aku membunuhmu saat ada kesempatan! Dasar pria berengsek!”
Amukan Ruby baru berhenti begitu mendengar suara bel di pintu depan. Koper miliknya sudah terlihat penyok.
Kedua matanya mengerjap linglung, bahu melorot, lalu berteriak keras dalam mode gugup dan bingung, “ tunggu sebentar!”
Wanita berpakaian training abu-abu dengan rambut diikat satu ini, segera meraih masker untuk menutupi wajah rusaknya. Berjalan sedikit tertatih menuju pintu utama.
Usai mengintip dari celah pintu, segera saja membukanya, lalu mendapati wajah muram dan kecewa dari rekan kerjanya, Argon Pramana.
“Ruby, kamu sungguh mau berhenti dari perusahaan?” tanyanya dengan nada sedih, terdengar penuh protes.
Ruby mengangguk tanpa ragu.
Dia sudah punya rencana.
Setelah berhenti dari tempat kerja, Ruby akan pergi meninggalkan ibukota untuk selamanya. Dia tidak mau mengambil risiko lagi untuk bertemu dengan salah satu mantan suaminya. Cukup Aidan yang menghinanya sekali lagi setelah keluar dari penjara.
Argon tampak mulai keras kepala, meraih kedua tangannya dan memohon dengan wajah memelas, “Ruby, jangan dengarkan orang itu! Kita semua bisa menerimamu apa adanya. Bos juga sudah setuju untuk tidak berurusan dengan perusahaan itu lagi. Ada banyak perusahaan di ibukota. Kita masih bisa bekerja dengan tenang dan damai seperti biasa. Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan pria itu, tapi kalau dia adalah mimpi burukmu di masa lalu, kita bisa menghindarinya sejauh mungkin. Dunia tidak selebar daun kelor.”
Ruby merasa tak nyaman, menarik tangannya lepas dari genggaman tangan Argon.
Dunia tidak selebar daun kelor?
Katakan itu kepada kesialannya minggu ini!
Bagaimana bisa nasibnya begitu sial bertemu dengan cara menyedihkan dan memalukan dengan kelima mantan suaminya sekaligus?
Masih untung hanya Aidan Huo yang mengenaliny dan menghinanya dengan mulut tajamnya itu. Tidak terbayangkan jika keempat mantan suaminya yang lain juga ikut melihatnya dan mengomentari penampilannya yang sudah berubah drastis.
Memikirkannya saja sudah membuat hati Ruby tertusuk perih.
“Argon, kamu tidak mengerti. Sebaiknya jangan ikut campur dalam hal ini jika tidak mau mendapat masalah,” nasihat Ruby pelan dan sabar, hendak menutup pintu, tapi segera ditahan oleh Argon.
“Ruby, pertemuan kita semua memang terbilang masih belum lama. Tapi, itu bukan berarti kita semua tidak bisa mempercayaimu, meskipun kamu adalah seorang mantan narapidana! Memangnya kenapa kalau kamu begitu? Bu Adinda sendiri bisa menjamin dirimu! Dia juga adalah seorang mantan narapidana, tahu dengan jelas seperti apa yang kamu lalui di dalam penjara! Kamu hanyalah korban fitnah dari orang banyak, bukan?”
Ucapan Aidan terngiang dalam benak Ruby.
Akting pria itu sungguh buruk, berpura-pura tidak tahu apa yang telah terjadi kepadanya selama hampir 2 tahun dirinya di dalam penjara.
Apa-apaan dia bertanya kenapa dengan tangan dan wajahnya?
Bukankah dia selalu benci melihatnya? Bukankah dia selalu berkata ingin menghancurkan kecantikannya gara-gara jijik dengan keangkuhan dan rasa percaya dirinya?
Haruskah Aidan bersikap begitu kepadanya setelah berhasil melakukannya?
Pria itu benar-benar pintar menyindir orang! Sungguh jahat! Tidak tahu malu!
Hati Ruby teriris perih jika teringat masa-masa kelamnya di dalam rumah tahanan. Ekspresinya jelas terluka, membuat hati Argon memilu sakit hingga tak sanggup mengucapkan sepata kata pun.
Bagaimana Ruby bisa mengenal pria kaya dan terpandang seperti itu?
Walaupun Ruby menjelaskan dirinya sebagai mantan narapidana sejak awal melamar kerja, tapi dia enggan membicarkan masalah sebenarnya secara detail kepada semua orang.
Mereka yang bekerja di timnya, rata-rata adalah orang desa yang berasal dari luar pulau, sebagian lagi berasal dari pinggiran kota yang miskin sehingga legenda siapa Ruby dan segala skandalnya di ibukota di masa lalu, hampir tidak ada yang tahu hal itu di tempat kerjanya.
“Argon, pulanglah. Tidak baik seperti ini. Para tetangga bisa saja berpikir yang tidak-tidak tentang kita berdua. Tolong jangan membuatku susah,” bujuk Ruby dengan suara paraunya.
Argon menyela pintu menggunakan satu kaki, menahan daun pintu dengan wajah super serius.
“Ruby! Apakah kamu tidak menganggapku sebagai teman lagi?”
Hati Ruby meleleh, wajahnya melunak melihat mata berkaca-kaca lawan bicaranya.
Mendengar hal itu, dia akhirnya kalah.
Dalam hidup Ruby, semenjak keluar dari penjara, akhirnya bisa bertemu dengan beberapa orang yang sungguh tulus kepadanya. Tidak peduli dengan masa lalunya yang berstatus mantan narapidana yang hampir membunuh manusia.
Benar-benar sangat berbeda dengan Alaric Jiang yang sangat munafik dan pembohong!
Helaan Ruby terdengar berat, pintu dibuka lebar. Setelah melirik ke sekitar perumahan kumuh itu, dia pun mengedikkan kepalanya ke dalam apartemen kecilnya, “masuklah. Kita bicara di dalam saja. Kebetulan masih ada kue yang kubuat hari Minggu lalu.”
Tanpa segan-segan, Argon Pramana berjalan melewati Ruby dengan hati senang.
Pria muda itu sangat percaya diri, langsung duduk di sebuah meja makan kecil di dekat pintu seolah rumah sendiri.
Rubyza Andara menghela napas berat. Tingkah Argon sudah mirip anak kucing penurut.
Apartemen Ruby adalah apartemen kecil. Sempit dan hanya bisa ditinggali layak oleh satu orang saja. Tidak ada sekat di dalamnya hingga semua menyatu dalam satu ruangan, kecuali kamar mandi yang terpisah di sisi lain.
Dapur, tempat tidur, dan ruang tamu terlihat jelas hanya dalam sekali pandang. Meski begitu, terlihat rapi dan bersih.
“Aku hanya punya air putih biasa. Maaf, tidak ada sirup atau minuman soda,” ujar Ruby pelan, meletakkan sepiring kue buatannya yang terlihat sangat lezat dan segelas air minum di depan Argon.
Air liur Argon Pramana sudah mau menetes melihatnya!
Rubyza Andara di mata semua orang memang sangat kurus dan memiliki rupa yang sangat jelek. Tapi, kemampuan memasak, membuat kue, dan roti tidak perlu diragukan lagi.
Wanita itu mampu membuat makanan lezat dan sangat menarik mata meski dengan bahan-bahan seadanya. Terlebih lagi jika bahannya sudah berkualitas tinggi.
Pria ini tidak percaya orang yang pintar memasak seperti Ruby, ingin meracuni orang sampai mati!
“Ruby, kalau kamu menikah, suamimu pasti akan sangat beruntung dengan keahlian memasakmu!”
Ruby tertegun, lalu baru disadari oleh Argon kalau ucapannya telah menyakiti hati lawan bicaranya.
Cepat-cepat, Argon mengelap mulutnya yang belepotan krim, menjelaskan dengan panik, “a-aku harap kamu jangan tersinggung. Aku sungguh memuji kemampuanmu, Ruby! Kamu pasti bisa bertemu dengan pria impianmu dan menikah dengannya! Kalau masalah wajah yang kamu cemaskan, bukankah zaman sekarang bisa operasi plastik?”
Wajah Ruby menggelap suram, bibir merapat erat. Tidak membalasnya sama sekali.
Tidak ada yang tahu soal dirinya yang sudah menikah dan bercerai 5 kali, kecuali Bu Adinda dan putranya.
Siapa yang akan percaya jika dia mengatakannya?
Terlebih lagi, dia masihlah murni, dan belum pernah berciuman dengan pria mana pun selama hidupnya. Bukankah itu sangat memalukan dan tragis di saat yang sama?
Apakah dirinya ini sungguh seorang wanita?
Siapa juga yang akan percaya kalau dirinya yang dulu dipuja oleh seluruh pria, sekarang berakhir sangat menyedihkan dan menjadi perawan tua?
Di umur 30 tahun ini, Ruby hanya ingin menjalani hidup bebasnya dengan baik. Tidak mau terlibat masalah percintaan yang sudah dicapnya sangat bodoh dan murahan.
Selama berada di dalam penjara, Rubyza Andara akhirnya paham kalau hidup bukan hanya mengenai cinta, melainkan kebebasan, ketenangan, dan kedamaian hati.
Sayangnya, ketika Ruby baru saja memulai semuanya, malah bertemu dengan para mantan suaminya. Khususnya Aidan Huo, yang Ruby yakini sudah menandainya kemarin.
Jika dia tidak segera meninggalkan ibukota, takutnya pria itu akan membuat perhitungan dan tidak akan melepaskannya.
Aidan Huo, aslinya adalah pria yang sangat pendendam.
“Ru-Ruby?” gugup Argon, mengedipkan mata gelisah melihatnya terdiam.
“Terima kasih atas pujianmu, Argon. Aku tidak tersinggung sama sekali. Biaya operasi plastik sangat mahal. Lagi pula, aku tidak peduli dengan wajahku ini. Tidak perlu merasa tidak enak hati begitu. Santai saja.”
Daripada operasi plastik, lebih baik menyimpan uangnya untuk hal yang lebih berguna.
Dengan wajah monsternya, bukankah dia bisa menjalani hari-harinya dengan tenang tanpa kehadiran seorang pria dalam hidupnya?
Tidak perlu lagi pusing soal cinta. Tidak perlu lagi menderita.
“Ya, bos? Ada apa? Ruby? Oh! Kebetulan sekali! Saya sekarang berada di apartemennya, bos!” ucap Argon riang, tiba-tiba mendapat telepon dari bos mereka.
Ruby mengamati dalam diam.
Ekspresi Argon perlahan-lahan memucat hingga mirip bubur busuk mendengar balasan dari bos mereka. Punggungnya menegang.
“Ada apa?” tanya Ruby pelan, sangat tenang.
Argon menggelengkan kepala cepat.
“Ruby?! Ruby?! Apa kamu mendengarku?! Tolong datang ke kantor secepatnya!” teriak sang bos dari speaker ponsel, terdengar panik dan tergesa-gesa.
Sorot mata Ruby meredup. Dalam hati, sudah bisa menebak sesuatu yang buruk.