Heru nggak mengira kalau kisah cintanya akan didominasi oleh makhluk batangan yang bermain peran dengannya. Heru mulai menghindari Mika atau siapa itu namanya. Dia trauma. Kapok. Kalau dia bermain dan terjun lebih jauh lagi dengan Mikadut ini, dia akan jadi makin menyedihkan. Meski jones, dia nggak mau terlihat miris. Sudah jomblo, kena tipu, pula! Nggak ada yang lebih parah dari itu.
"Masih belum tahu siapa sebenarnya Mika-Mika itu?" Chiko kembali bertanya keesokan harinya di sekolah. Heru mengerjap dan menghela napas.
"Dia selalu aja ganggu! Kemarin nomor Mika udah nggak aktif lagi. Terakhir kali dia hubungin aku ya pas WA itu, nanya aku udah tidur."
Chiko tersenyum. "Jadi sekarang udah balik jones lagi?"
Heru memijat pelipisnya gemas. Dia menggeleng pelan. Chiko tahu Heru sebenarnya tertekan sekali. Padahal itu masalah yang sangat sederhana. Ada orang iseng yang kelewat batas. Kalau nggak suka ya tinggal blokir saja. HP Heru bisa memblokir nomor nggak jelas. Tapi bukan Heru namanya kalau nggak kepo. Dia terlahir dengan rasa ingin tahu yang super besar, bahkan meski orang lain nggak tertarik untuk tahu.
"Kayaknya si Mikadut itu SMS lagi pake nomor lain. Tadi malem ada yang iseng lagi, Ko." Heru kembali menunjukkan HP-nya. Antara bingung dan juga ingin ngakak, Chiko membaca SMS di HP Heru.
"Ini Heru?"
Ah, kali ini dia bermain sok akrab! Bukan ala orang nyasar seperti sebelumnya lagi! Chiko terkikik diam-diam.
"Y. Ini sp?"
"Ada, deh!"
Chiko ngakak nggak jelas kali ini. Heru iseng sudah mendapatkan lawan yang sebanding sekarang. Lebih gokilnya lagi, lawan itu adalah cowok. Kalau cewek sih enak, bisa dibuat ajang pendekatan. Chiko sudah tergelak sejak tadi, memengang perutnya yang kram karena tawa. Heru nggak membalas SMS itu, hingga nomor itu kembali mengiriminya SMS. Kali ini dengan nada memaksa.
"Bls, dong!"
Heru masih nggak membalasnya.
"Ru... Heru... lupa, ya sama temen sendiri?"
Heru mungkin memang iseng, tapi dia sangat setia kawan. Akhirnya dengan penuh perjuangan, cowok iseng itu terlihat sedang mencoba bersabar dan kembali membalas SMS dari orang nggak jelas itu.
"Ini sp?" tanya Heru di SMS itu.
"Kok kamu kepo?"
Chiko benar-benar nggak tahan lagi untuk nggak tertawa. Apalagi ketika Heru membalas pesan orang iseng dengan jawaban yang sangat panjang dan juga mengejutkan. Mengejutkan karena Heru mengeluarkan apa yang sudah dia tahan. Heru mungkin peka kalau orang iseng ini adalah Mika-Mika itu yang menyamar kembali jadi orang lain. Mungkin kali ini dia bisa mengaku jadi cowok.
"Heh, ini sp? Ditanyain baik2 malah muter2 kyk kentut. Kalo emang situ gk punya kerjaan, gk usah ganggu orang! Kalo gila jangan ajak2, dong! Situ punya jenis kelamin, kan? Malu sama t***k, Mbak! Itu juga kalo Mbaknya punya. Kalo situ cowok, aku cukup maklum aja. Situ jones banget, ya sampe gangguin orang lain! Malu sama k****l!"
Lalu jawaban yang muncul adalah...
"Kontolku milikmu, kok!"
Chiko benar-benar sakit perut karena tawa sekarang. Dia nggak tahu kalau Heru bisa bertingkah super sensitif begitu. Namun, dalam beberapa detik Chiko menghentikan jemarinya. Dia mengerjap beberapa kali dan kembali membuka pesan itu.
Chiko hafal nomor ini. Dia hafal karena setiap saat selalu mengirimi nomor ini SMS kalau butuh bantuan. Chiko hafal sekali karena dia adalah mas-mas tetangga Chiko, yang sangat Chiko percayai.
Mika... Mika... Chiko sudah tergelak kencang, berjingkrak-jingkrak kesetanan karena spontan. Mas Bejo. Bejo Jatmiko. Chiko makin terbahak ketika Heru mengatakan akan segera menghampiri orang iseng itu untuk mematahkan jari-jarinya!
Ketika Chiko mengatakan itu, Heru mengerjap dan mulai heboh. Dia nggak menyangka kalau orang yang selama ini mengganggunya adalah cowok yang sangat dia hindari sejak kejadian di rumah sakit waktu itu. Heru sudah nggak bisa mundur. Kalau dia masih diam saja dan menerima SMS-SMS iseng dari Bejo, maka dia bisa saja jadi masokis. Sayangnya Heru nggak berbakat untuk merendahkan diri. Dia nggak mau tersiksa makin lama, karena itulah dia berniat untuk bertemu dengan Mas Bejo. Face to face. Tatap muka. Saling pandang. Langsung.
Heru sudah memantapkan hatinya untuk ini. Dia cowok. Cowok harus jantan. Dia nggak boleh bersembunyi dan hanya bermain SMS begini. Nggak gentle, lah itu namanya! Heru tersenyum licik dan mulai menyusun rencana.
***
"Seriusan kita ke rumah Mas Bejo, Ru?" Chiko mengerjap ragu. Heru sudah menempelinya sejak bel pulang sekolah berbunyi. Heru mengangguk antusias. Mantap. Setelah dia bicara dengan Bejo dan mengerti apa maunya, maka Heru akan segera menyelesaikan urusan ini dan hidup dengan tenang.
"Masa iya aku bercanda? Ini sungguhan!"
"Mas Bejo mana ada di rumahnya. Mungkin dia lagi kuliah."
"Aku tunggu!" Heru memaksa. Heru jadi aneh sekarang. Dulu dia sering diisengi oleh om-om yang sok nyasar, namun Heru malah menjahilinya balik. Heru itu anti dijahili. Dia akan berbalik dan melakukan dendam yang sangat besar, berkali-kali lipat.
Heru sudah berapi-api sejak tahu kalau Mas Bejo adalah orang yang menjahilinya selama ini. Heru ingin tahu motif apa yang sedang disimpan cowok macho itu. Mas b***t, begitu Heru menjulukinya. Bejo Jatmiko. Tingkahnya juga b***t sekali. Mas b***t sangat membuatnya kelimpungan. Sejak dia menyamar jadi Mika, lalu berubah jadi Bejo asli yang super menyebalkan.
Kalau Heru nggak menemuinya sekarang, dia nggak akan bisa hidup tenang.
"Ko, beneran, nih kita langsung masuk?" Heru menyenggol lengan Chiko. Chiko juga agak kurang kooperatif kali ini. Biasanya dia selalu menemani Heru meski Heru berbuat nakal, namun sekarang dia terlihat sangat malas. Chiko juga punya dendam lain terhadap Heru, jadi sekarang saatnya membalas.
Bejo yang baru saja keluar dari kelas melongo ketika membaca SMS Chiko. Chiko mengatakan kalau dia akan berkunjung ke rumahnya. Ini aneh! Chiko sudah tahu jadwal kuliahnya. Kalaupun memang cowok itu berniat berkunjung, biasanya dia nggak pernah izin karena sudah biasa. Sekarang Chiko mengatakan hal-hal aneh yang membuat Bejo curiga.
Chiko mengatakan membawa tamu penting ke rumahnya!
Mampus!
Entah ini sebuah keuntungan atau kesialan untuk Bejo. Chiko membawa Heru untuknya, namun tanpa koordinasi lebih dulu. Bejo panik. Ketika Chiko berkunjung ke rumah Bejo, dia pasti langsung menuju kamarnya. Di kamarnya masih banyak barang-barang nggak jelas. Seperti foto-foto iseng Bejo ketika nggak sengaja memergoki Heru makan bakso sendirian di kaki lima, atau foto Heru ketika sedang memperbaiki motornya di bengkel.
Tanpa ditunda lagi, Bejo berlari ke parkiran, masuk ke dalam mobil dan pulang. Rupanya Chiko memang sengaja mempermalukannya!
Begitu Bejo sampai, Chiko nggak ada. Hanya ada Heru yang terdiam di kamarnya, mengerjap dengan ekspresi aneh. Dia begitu fokus dengan apa yang dilihat sampai nggak sadar pemilik sah kamar ini sudah datang.
"Udah lama?" tanya Bejo cepat. Heru terkejut dan menoleh spontan. Benda di tangannya terjatuh. Kali ini dia merasa begitu aneh. Awalnya Heru beranggapan kalau dia pasti bisa berani menantang Bejo, namun ketika Bejo muncul di depannya... sebagian nyali Heru luntur entah ke mana.
Mas-mas mahasiswa jurusan kedokteran itu tersenyum canggung. Apalagi saat menyadari sesuatu yang dipegang Heru sejak tadi. Foto masa kecilnya. Waktu itu Bejo begitu kurus dan juga berdaging tipis. Andaikan dijual di toko daging pasti dihargai tulangnya saja. Kalau jalan-jalan, dia selalu menghindari anjing. Takut dianggap tulang berjalan.
Sekarang, Bejo sudah berubah. Jadi macho. Agak gondrong. Berotot juga. Pokoknya badan Bejo membuat orang lain iri. Hidup itu seperti roda, dan sekarang mungkin dia ada di atas.
"Mas b***t?" Heru mengerjap beberapa kali. Eh? Wajah Bejo berubah. Kenapa namanya jadi begitu? Heru keceplosan. Chiko yang memberitahu nama panjang Mas Bejo tanpa alasan yang jelas. Lalu Heru memberi julukan karena telanjur kesal.
"Kok panggil b***t?"
Heru merinding. Cara bicaranya masih agak membingungkan. Apalagi sejak kejadian ciuman yang nggak disengaja itu, Heru sangat takut bertemu dengan Mas Bejo. Bukan karena dia nggak punya nyali, tapi karena dia ogah. Dia nggak mau canggung bertemu dengan orang yang sudah merampas ciumannya begitu! Itu ciuman pertamanya dengan cowok. Ciuman itu harusnya dengan cewek, tahu!
Makanya, Heru bersikeras kalau itu bukan ciuman! Itu hanya tabrakan bibir.
"Nama Mas Bejo Jatmiko, bukan?"
Bejo mengerling. "Iya, kok kamu tahu? Perhatian banget, deh!"
Heru mendengus nggak terima. Sekarang ini dia punya hal yang lebih penting untuk dibicarakan daripada membahas nama yang nggak penting. Heru menatap Bejo berani. Dia sudah kepalang tanggung untuk melakukan ini. Dia sudah basah, jadi lebih baik mandi sekalian.
"Itu nggak penting!" Heru berdecak. "Kita punya urusan lain yang lebih penting, Mas."
Mas Bejo mengangguk semangat. "Iya, kamu yang lebih penting!"
Astaga!
Heru itu tipe gombal. Dia bisa saja mengeluarkan rayuan receh pada cewek-cewek yang dia suka. Hanya saja sekarang dia malah kena karma. Dia digombali oleh cowok macho, dan itu membuatnya merasa seperti cewek. Heru benar-benar pusing dan salah tingkah sekarang ini.
Gila!
"Ngapain Mas SMS-SMS nggak penting? Kenapa gangguin hidupku?"
Bejo tersenyum geli. Heru terlihat lebih berani daripada sebelumnya. Dulu Heru selalu menghindar ketika bertemu dengannya, sekarang Heru yang menghampirinya sendiri. Bejo senang sekali, karena itulah dia nggak berhenti tersenyum sejak tadi.
"Aku nggak gangguin hidupmu, Ru."
"Mau Mas apa sebenarnya?" Heru terusik. Heru itu nggak suka diusik dan benci diremehkan. Dia emosi sekarang karena tingkah santai Bejo dan juga senyumannya yang terlihat geli itu. Heru merasa sangat diremehkan sekarang!
"Mauku? SMS-an sama kamu..."
Heru punya tingkat sarkas yang besar, namun sekarang dia punya tandingannya lagi. Heru punya lawan yang lebih sarkas darinya.
"Homo, Mas?" Heru bertanya lagi. Ketus.
"Kalau buat kamu sih aku mau..."
"Jones banget sampe mau ngembat yang batangan? Aku nggak minat sama lobang p****t cowok! Jijik!"
Mas Bejo tergelak.
"Emang siapa yang mau nungging buatmu?"
"Trus ngapain deket-deket?! Situ ngenes banget, ya sampe nyamar jadi cewek? Nggak malu sama batangan?" Oh, Heru... mulutmuuu!
Sepertinya perdebatan ini nggak akan selesai. Heru sudah sering bicara sarkas dan pedas, namun sekarang lawannya juga bicara dengan cara yang sama. Ini terlihat seperti debat sarkas sekarang. Ah, malu sekali! Dua orang cowok yang sudah dewasa berdebat dengan cara kekanakan begitu!
"Aku deketin kan wajar. Cowok itu sukanya deketin cewek."
"Maksud Mas apa, nih?" Heru mulai emosi. Mas Bejo bukannya terkejut dengan respon Heru. Dia justru makin tersenyum dan mengangguk semangat.
"Aku suka deketin cewek."
"Mau lihat batanganku, Mas?"
"Boleh..." Bejo menanggapi ucapan Heru dengan raut geli. Ini nggak akan selesai. Sesarkas apa pun ucapan Heru, Mas Bejo pasti akan menanggapinya dengan super santai. Heru nggak pernah bertemu dengan lawan yang sekuat ini.
Dia mencoba menghindari tipe begini!
Meski dia jadi pengecut di akhir, namun sekarang dia harus segera melarikan diri. Meski sarkasnya sudah muncul sejak tadi karena nggak tahan, namun sekarang keadaan nggak memungkinkan dia muncul. Lagi pula... Chiko sudah mengkhianatinya!
Heru merinding. Dia mencoba melarikan diri, namun Bejo lebih tanggap. Mahasiswa jurusan kedokteran itu terlatih cepat dan cekatan, jadi dia sudah berdiri di pintu, mengunci pintu kamarnya, dan memasukkan kunci itu ke dalam bajunya. Kalaupun Heru ingin keluar, dia harus menggerayangi tubuh Mas Bejo. Kenapa cowok macho itu m***m sekali? Lagi, Heru salah cari musuh!
Sekarang Heru sangat menyesal. Dia menyesal karena sudah menghampiri Bejo di tempat ini. Kenapa dia datang ke kandang singa tanpa persiapan? Tanpa senjata? Orang yang bisa membantunya juga sudah melarikan diri. Chiko mungkin sengaja begitu! Apa, ya yang membuat Chiko berkhianat? Ah, Heru ingat! Mungkin karena selama ini Heru sudah sering menjahili Chiko, jadi sekarang Chiko balas dendam!
"Mana kuncinya, Mas?" Heru bertanya seolah nggak ada apa-apa. Ekspresinya mencoba tenang meski dia nggak bisa melakukan itu. Wajahnya memang terlihat tenang, namun jantungnya sudah berdegup kencang sejak tadi.
"Ambil sendiri, dong!"
Astaga! Kenapa mas-mas ini m***m sekali? Heru paham sekarang kenapa Mika terlihat super agresif. Iya, Mika adalah cowok. Cowok ini. Cowok yang nggak punya malu, bahkan tingkat sarkasnya lebih tinggi daripada Heru. Heru kalah! Kalah!
"Apa Mas butuh belaian sampe ngarep ke cowok kayak aku?" Heru kembali lagi. Mas Bejo terkikik dan menggeleng.
"Kalau ada kesempatan, kenapa kita abaikan, Ru? Iya, nggak?"
Sialan! Heru sudah mengumpat sejak tadi, namun Mas Bejo yang harusnya lebih dewasa malah makin cekikikan. Dia terkikik geli dan juga sangat bahagia. Lihat itu, Ru! Bahkan dia menganggap emosimu adalah sesuatu yang lucu. Kamu nggak tersinggung? Ah, lebih dari itu, kamu muak, ya, Ru? Kamu ingin keluar dari sini? Dia nggak mengizinkan, Ru! Jadi, siapa yang bisa membantumu?
Chiko!
Heru merogoh HP-nya di saku, lalu mengirimi Chiko SMS. SMS yang sangat singkat, namun juga penuh permohonan. SMS yang pasti akan membuat Chiko di sana terkikik puas karena sudah berhasil menjahilinya.
"Chiko!! Bantuin aku keluar dari tmpt ini!"
Chiko nggak membalas SMS-nya. Heru nggak tahan lagi dan terus mengirimi Chiko SMS.
"Chiko! Aku dikunciin di kamar!"
"Ko, aku mau dibunuh!"
Bejo melangkah mendekati Heru, namun cowok SMA itu tanggap dan mundur lebih dulu. Menghindar. Mas Bejo terlihat menyeramkan. Sebenarnya kalau Mas Bejo memasang wajah seram dan menakutkan begitu, Heru bisa membalasnya dengan beringas. Namun, sayangnya Mas Bejo nggak memasang wajah seperti itu. Mas Bejo malah tersenyum geli dan terus mendekati Heru. Mirip psikopat!
Heru mundur dan menggeleng kencang.
"Jangan mendekat!!" katanya ambigu. Dia mirip cewek yang mau diperkosa. Mas Bejo makin tergelak geli. Ketika Heru bersiap mendorong tubuh Bejo, mahasiswa kedokteran itu merampas HP Heru.
Dia membaca SMS yang sudah Heru kirimkan ke Chiko. Dia tersenyum dan mengetik sesuatu di sana. Mungkin dia ingin mengabadikan acara jahatnya! Heru merinding, namun Mas b***t mengembalikan HP Heru, lengkap dengan SMS yang terketik sempurna di sana.
"Ko, jgn cemas! Temen km nggak akan Mas lukain. Akan Mas jaga dan Mas rawat dg sepenuh hati. Makasih, ya! Tp, Mas masih bete krn km bikin gara2 dg bawa dia langsung ke kamarku. Tggu pembalasanku!"
Heru melongo. Dia mencoba menghubungi Chiko lagi, namun Mas Bejo berhasil merampas HP Heru. Cowok macho itu melemparkan HP Heru ke pojok kamarnya. HP Heru nggak hancur, tapi Heru ragu dengan bentuk LCD dan lainnya setelah ini.
"Kenapa Mas lempar?!" Heru emosi.
"HP kamu ganggu!"
"Mas tahu kalau HP itu aku beli pake uang?!" Heru makin emosi.
Memang nggak semahal HP Bejo, namun Heru membelinya dengan menabung. Heru nggak mau merepotkan orang tuanya. Meski orang tuanya juga punya uang. Orang tua Heru adalah dokter hewan, rekan kerja papa Chiko. Mereka berkecukupan. Kalau untuk membeli HP seperti milik Bejo, mereka bisa mengabulkan. Namun Heru sudah belajar dari PMR tentang kerja keras, makanya dia punya prinsip sendiri tentang HP-nya.
"Ntar aku beliin yang baru kalau rusak!" Mas Bejo menanggapi dengan santai. Heru sakit hati. Ternyata selain m***m dan aneh, Mas b***t ini juga sangat sombong!
Heru sudah nggak tahan di sini. Dia nggak betah berdua dalam kamar bersama cowok nggak jelas ini.
"Mas gila, ya?! Psikopat?" Heru bertanya dingin. Ru, andaikan Mas Bejo memang psikopat, dia pasti tersinggung dan malah menunjukkan aslinya.
Bisa saja dia berkata, "Iya, aku psikopat! Karena kamu udah tahu, sekarang kamu harus tutup mulut!" dan melakukan sesuatu yang buruk padamu. Heru makin merinding meski hanya untuk membayangkannya. Dia nggak tahan lagi dengan semua ini. Dia melangkah mendekati Mas Bejo, memberanikan diri untuk itu. Kalau nggak begitu, dia nggak akan pernah bisa pulang dan keluar dari neraka ini.
"Kalau emang Mas homo, nggak usah ajak-ajak orang buat ikut acara homoanmu itu, Mas!" ucap Heru tajam.
"Aku nggak homo, Ru."
"Trus apa?! Pengagum batangan? Mas segitunya pengen disodok?" Heru menunjukkan jemarinya, membentuk sebuah kepalan ambigu, dengan jempol menelusup di antara telunjuk dan jari tengahnya.
Mas Bejo tergelak geli.
"Kalau mau homo yang seneng nyodok, cari di grup jual beli cowok, Mas! Aku nggak minat sama lubang p****t cowok! Apalagi punya cowok badan gede kayak Mas. Mending Mas cari om-om g***n yang siap nyodokin k****l pendeknya ke lubang pantatmu!"
Ruuuuu, mulutmuuuu!
Bejo sudah menguji kesabarannya sejak tadi, karena itulah ucapan galak Heru yang muncul nggak akan ada habisnya. Bejo malah makin senang dengan kelakuan Heru yang nggak ada habisnya itu. Semakin Heru galak, Bejo malah menganggap tingkahnya imut. Padahal wajah Heru itu nggak ada imut-imutnya sama sekali. Wajah Heru cowok sekali. Ada kumis tipis di atas bibirnya. Kumis yang dulu pernah menyapa hidung Bejo ketika nggak sengaja berciuman.
"Kamu lucu, ya!" Bejo memuji, namun sayangnya Heru nggak suka dengan pujian Bejo. Pujian itu malah terdengar menjijikan di telinganya.
"Kalau mau homoan ya homoan aja, lah, Mas! Jangan nyeret-nyeret orang lain! Kalau mau binal, ya udah binal aja sendiri!"
"Kamu salah sangka, Heru."
"Aku nggak peduli! Mas itu udah homo di mataku, tahu!"
"Kalaupun aku homo, aku atasan, Ru! Aku bagian nyodok! Aku minatnya buat di atas dan melakukan perbuatan tusuk-tusuk."
Heru melongo. Shock. Memang Mas b***t ini nggak ada tampang-tampang ingin ditusuk. Dia malah mupeng ingin menggagahi. Heru menelan ludah. Dia juga salah cari musuh! Setelah sama-sama sarkas dan juga santai, Mas b***t ternyata mupeng ingin jadi atasan. Kalau harus berdebat versi fisik, Heru jelas kalah dan pasti akan jadi bawahan. Heru merinding. Mas Bejo sengaja melepaskannya menjelang malam. Sialan!
TBC