17. Modus Kimia

1254 Kata
Rangga menduduki kursi Nathan yang tepat di depan kursi Kirei. "Rei, lo mengerti soal yang ini enggak?" tanya Rangga sambil menunjukkan bukunya yang berisi soal-soal kimia. "Aletta kan pintar kimia, Ga." jawab Kirei sambil menarik buku milik Rangga. "Aletta-nya belum datang kan, Rei. Bantuin dong please, gue enggak mengerti." pinta Rangga membujuk. "Tumben lo minta diajarin, biasanya juga cuek bebek." komentar Kenny menatap sinis ke Rangga. "Iri saja lo, harusnya itu lo bersyukur karena sahabat lo yang paling ganteng ini tobat." Rangga menampol lengan Kenny menggunakan buku paketnya. "Bibir lo habis kemasukan kecoak ya." Kenny membalas memukul Rangga menggunakan buku paket yang tadi dipakai oleh Rangga untuk memukulnya. "Sudah ah, gue mau belajar sama Kirei." "Jadi bagaimana, Rei?" tanya Rangga lagi. "Ini, lo tinggal masukin rumusnya dan lo hitung deh. Misalnya..." Kirei terus menjelaskan ilmu yang dia ketahui pada Rangga. Rangga terus memperhatikan Kirei yang menjelaskan tentang soal-soal kimia dan rumus-rumusnya. Bahkan Rangga sampai tak berkedip ketika Kirei menjelaskan. "Bagaimana? Mengerti?" tanya Kirei membuat Rangga terkesiap kaget. "Hah?" tanya Rangga gelagapan. "Lo mengerti enggak?" tanya Kirei masih berusaha sabar. "Hehe... Mengerti kok." jawab Rangga sambil cengengesan. "Ya sudah kalau mengerti, gue mau ke kantin dulu. Haus ini." pamit Kirei langsung meninggalkan Kenny dan Rangga begitu saja. "Lo suka sama Kirei?" tanya Kenny pada Rangga. "Hah? Ap-apaan... Eng-enggak kok. Enggak." jawab Rangga gelagapan. "Terus kenapa lo pakai modus minta diajari soal kimia segala?" tanya Kenny menatap kedua mata Rangga tajam. "Ya karena gue enggak bisa." jawab Rangga masih gugup. "Alah, biasanya juga lo masa bodoh sama tugas-tugas lo." "Ya kan tadi gue sudah bilang, gue mau berubah." jawab Rangga mengelak. "Ya semoga lo benar-benar berubah." Kenny mengedikkan bahunya tak acuh. "Memang kenapa lo tanya-tanya? Lo suka sama Kirei?" tanya Rangga balik ke Kenny. "Enggak." jawab Kenny cepat tanpa menatap Rangga. Suka atau enggak suka, Kirei sudah jadi istri gue. Batin Kenny tersenyum sinis. "Heh kampret, ngapain lo duduk di bangku gue." Nathan menampol kepala Rangga menggunakan tas gendongnya. "Sakit oon!" Rangga mengusap-usap kepala belakangnya yang habis dipukul oleh Nathan menggunakan tas punggungnya. "Lo ngapain duduk di tempat gue?" Nathan menarik lengan Rangga secara paksa. Mau tak mau, Rangga jadi berdiri dan merelakan tempat duduk yang tadi diduduki olehnya kini sudah diduduki oleh Nathan. "Cuma bentar, elah..." gerutu Rangga kesal. "Eh, Gama belum datang?" tanya Nathan pada kedua sahabatnya itu. "Belum." jawab Kenny dan Rangga berbarengan. "Ke mana dulu itu anak? Berangkat lebih pagi datang lebih siang. Awas kalau adik gue dibawa ke mana-mana." Nathan meremas-remas buku milik Rangga. "Sipit... Itu buku gue, oon!" Rangga menarik bukunya yang sudah lecek tak berbentuk. "Hehe... Sorry, enggak lihat." cengir Nathan. "Cina rabun sih lo, makanya enggak bisa lihat." "Lo n-e-g-r-o item enggak berbentuk." balas Nathan menatap kesal pada Rangga. "Serah lah, gue mau balik ke bangku gue." Rangga meninggalkan Kenny dan Nathan berdua saja. *** Vanilla memasuki kelasnya bareng dengan Nathan dan Aletta. Tak ingin melihat keributan Nathan dan Rangga, kedua gadis itu langsung duduk di tempat mereka. "Van, gue minta maaf ya. Gue belum bisa ganti uang lo." ucap Aletta berusaha untuk tidak menangis. "Kenapa? Diambil sama nyokap lo lagi?" tanya Vanilla marah. "Maaf, Van." Aletta menundukkan kepalanya merasa bersalah pada Vanilla. "Maaf kenapa? Gue enggak marah sama lo, tapi gue kesel sama nyokap lo. Tega-teganya dia sama lo, Let." Vanilla mengusap-usap pundak Aletta, mencoba menenangkan sahabatnya itu. "Lo memaafkan gue kan, Van?" tanya Aletta penuh harap. "Kapan sih gue pernah marah sama lo, Let." Vanilla tersenyum pada Aletta. "Nanti kalau gue ada uang pasti gue ganti kok." "Enggak usah diganti Let, gue iklhas kok." "Tapi itu kan hutang, Van." "Bagaimana kalau lo kerja saja sama gue?" tanya Vanilla gembira. "Kerja? Kerja apaan? Kan lo tahu gue sudah kerja di kafe." "Gampang kok, lo tinggal ajari tentang pelajaran yang gue enggak mengerti." "Yakin itu doang?" tanya Aletta memastikan. "Iya, Let. Tenang saja, enggak berat kan." Vanilla mengusap-usap tangan Aletta. "Makasih ya, Van." Aletta tersenyum pada Vanilla. "Iya, karena kemarin-kemarin lo sudah bantu gue jadi gue anggap impas." Vanilla tersenyum melihat Aletta kembali tersenyum. "Thank ya Van, gue bakal kerja sebaik mungkin." "Kerja? Kerja apaan, Let?" tanya Rangga yang baru duduk di sebelah Aleta. "Hah? Enggak kok, enggak apa-apa." jawab Aletta gugup. "Ini, Aletta mau bantu mengerjakan PR kimia gue. Gue enggak mengerti, Ga." Jawab Vanilla membantu Aletta menjawab. "Oh... Kirain apaan." Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya saja. "Eh... Bantuin gue juga dong, Let. Gue enggak mengerti ini." Rangga menyodorkan bukunya yang di remas-remas oleh Nathan tadi. "Sini." ucap Aletta membuat Rangga dan Vanilla menatap serius ke arahnya. "Jadi..." Aletta menjelaskan hal-hal yang dia ketahui tentang kimia. "Gue paham sekarang." Rangga menarik bukunya lagi dari Aletta. "Gue mengerti kok, Let." Vanilla pun ikut mengerjakan PR kimia yang harus mereka kumpulkan pada jam pelajaran terakhir. "Nah, syukur deh kalau mengerti." Aletta ikut tersenyum karena penjelasannya tadi tidak sia-sia. "Benar enggak, Let?" tanya Rangga menyodorkan bukunya lagi. "Benar kok, Ga." Aletta tersenyum pada Rangga. "Hehehe... Thank ya, Let." Aletta terpaku atas senyuman manis dari Rangga. "Eh... Iya sama-sama." Aletta cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari Rangga. Aletta takut jika Rangga tahu bahwa dirinya menyukai Rangga. Rangga tersenyum simpul melihat Aletta yang tersenyum malu-malu padanya. "Let, pulang nanti gue antar ya." "Enggak usah, Ga. Gue enggak mau merepotkan." tolak Aletta halus. "Enggak merepotkan kok, Let." bujuk Rangga lagi. "Sudah Let, iyain saja. Dari pada nanti Rangga mewek." "Ish... Apaan mewek." balas Rangga pada Vanilla. "Hehe... Canda, Ga." cengir Vanilla. "Tapi gue, Van." ucap Aletta ambigu. "Ya sudah sih, enggak apa-apa kan." jawab Vanilla membuat Rangga bingung. "Kalian ngomongin apaan sih?" tanya Rangga bingung. "Enggak kok, Ga. Aletta mau lo antar pulang." jawab Vanilla membuat Aletta memelototkan matanya. "Apaan sih," Aletta memukul lengan Vanilla pelan. "Enggak kok, Ga." tolak Aletta menatap Rangga enggak enak. "Sudah, gue antar saja." "Tap..." "Enggak ada tapi-tapian." *** Kenny melihat buku paketnya dengan khusyuk. Tiba-tiba gadis cantik duduk di sebelahnya sambil meminum air mineral dalam botol. "Morning!" teriak Gama baru datang. "Heh... Ke mana dulu lo ?" tanya Nathan memukul kepala Gama yang baru duduk di dekatnya. "Apaan sih? Orang gue enggak ke mana-mana juga." Gama balas menampol kepala Nathan. "Berani lo sama gue, gue larang lo jalan sama Zeline." ancam Nathan membuat Gama langsung diam. "Buahaha... Itu wajah lucu tahu enggak, Gam." tawa Kirei menggelegar. "Puas-puaskan saja ketawanya." kesal Gama membuang muka dan langsung menelungkupkan kepalanya ke dalam tangannya. "Apaan lo lihat-lihat?" tanya Kenny pada Kirei. "Dih... Siapa juga yang lihatin lo. PD gila." Kirei bergidik ngeri menatap Kenny. Kirei kembali meminum air mineralnya lagi untuk menutupi kegugupannya karena ketahuan memperhatikan Kenny. "Bilang saja lo suka." ucap Kenny spontan. Prut... Kirei menyemburkan air minum dalam mulutnya tepat mengenai kepala Nathan yang duduk di depannya. "Enggak usah mimpi." balas Kirei menatap Kenny tajam. "Apaan ini basah rambut gue." Nathan menolehkan wajahnya ke belakang mengarah ke Kenny dan Kirei secara bergantian. "Hujan, Nat." jawab Kirei cengar-cengir seperti kuda tertawa. Nathan melongokkan kepalanya ke arah luar, memeriksa apakah benar hujan atau tidak. "Kering-kering saja kok, Rei." Nathan kembali ke tempat duduknya dan menatap ke arah Kirei lagi. "Maksudnya hujan dari sini, Nat." ucap Kirei sambil menunjuk bibirnya dengan wajah tanpa dosanya. Nathan menggeram kesal melihat Kirei yang menampakkan wajah tak berdosanya. "Kirei...!" teriak Nathan menggemparkan seluruh isi kelas. Sedangkan Kirei sudah berlari menuju Vanilla. Alih-alih supaya Vanilla dapat menenangkan Nathan apabila Nathan mengamuk. "Buahaha..." tawa Kenny dan Gama bersamaan melihat wajah ketakutan Kirei dan wajah marahnya Nathan. Semua itu bagaikan hiburan untuk mereka. Kapan lagi bisa melihat Nathan berteriak bak orang menyanyi lagu rock seperti barusan. Semua itu adalah kesempatan langka. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN