Cklek!
Kenny menolehkan wajahnya ke arah pintu kamar mandi di kamar Kirei. Terlihat Kirei yang memakai pakaian santainya. Hanya celana pendek sebatas paha dan kaos oblong berwarna merah.
"Lo ngapain di situ?" tanya Kirei mengarah ke Kenny.
"Mulai sekarang gue juga berhak kali atas ranjang ini." jawab Kenny sewot.
Kirei memutar badannya untuk meletakkan handuk ke jemuran kecil yang ada di kamar Kirei.
"Ini kenapa pintunya ditutup?" tanya Kirei lagi.
Kenny semakin mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Kenapa apanya?" tanya Kenny balik.
"Ya kenapa pintunya pakai ditutup segala? Kan bisa dibuka saja." jawab Kirei lebih memperjelas.
"Ya wajarlah ditutup. Orang ini kamar, dan kamar kan memang zona privasi. Bagaimana sih lo." jawab Kenny sewot membuat Kirei memelototkan matanya.
"Terus kalau lo tidur di situ, gue tidur di mana?" tanya Kirei mendekati ranjang sambil berkacak pinggang.
"Ya ini kasur kan luas." jawab Kenny acuh lalu fokus lagi ke ponselnya.
"Ya tapi gue enggak mau seranjang sama lo."
Kenny meletakkan ponselnya ke atas nakas secara kasar. Pandangan Kenny kini beralih ke Kirei. Kirei menelan ludahnya kasar-kasar ketika mendapat tatapan tajam dari Kenny.
"Gue cowok terhormat, gue enggak tertarik sama cewek enggak punya harga diri kayak lo." ucap Kenny tajam dengan tatapan mata menakutkan.
Kirei termenung mendengar Kenny mengecapnya sebagai wanita enggak punya harga diri. Hati Kirei sakit seketika. Matanya sudah memanas dengan sendirinya, namun Kirei menahannya agar tidak luruh di hadapan Kenny.
"Kalau lo mau tidur ya tidur saja. Gue masih punya harga diri untuk tidak menyentuh perempuan kayak lo." ujar Kenny lagi.
Kirei memperhatikan saja Kenny yang membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Tanpa dipinta dan tanpa disadari, air mata Kirei terjatuh dengan sendirinya.
Kirei meraih ponselnya lalu beranjak ke taman rumahnya. Kirei ingin menghabiskan waktu siangnya di taman saja. Ketimbang Kirei harus menangis meratapi hidupnya yang terasa hampa.
***
Siang pun berganti malam. Kirei sedang membantu Jenny menata makan malam di meja makan.
"Panggil Kenny, Rei. Ajak makan malam bareng." titah Jenny pada Kirei.
"Nanti juga turun kalau lapar, Ma." jawab Kirei sambil duduk di salah satu bangku yang berjajar di pinggir meja makan.
"Jangan begitu, kasihan. Bagaimana kalau Kenny enggak berani? Kan masih baru." ujar Jenny.
"Sudah, panggil sana Kenny-nya." titah Arif gantian.
"Ish... Iya-iya. Kirei panggil sekarang." jawab Kirei kesal sambil beranjak menuju kamarnya untuk memanggil Kenny.
Cklek!
Kirei melihat Kenny yang sedang menyisir rambutnya. Kirei masuk dengan perlahan. Kirei mencoba melupakan kejadian tadi siang.
"Disuruh Mama ke bawah buat makan malam bareng."
Kenny menolehkan wajahnya pada Kirei yang menatapnya ogah-ogahan. Kenny mengoleskan sedikit gel ke rambunya.
"Hem..." jawab Kenny membuat Kirei berdecak.
Kirei langsung keluar dari kamarnya dan langsung menuju meja makan.
"Mana Kenny-nya?" tanya Arif.
"Bentar katanya." jawab Kirei bernada kesal.
"Ya harusnya kamu tungguin dong, Rei." sahut Jenny.
"Ya ampun, Ma. Dia sudah gede, bukan anak kecil lagi. Lagi pula Kenny sudah hafal kok arah turun tangga ke mana."
"Syut... Jangan begitu, yang sopan sama suami." tegur Arif membuat Kirei lagi-lagi berdecak kesal.
"Maaf, menunggu lama." ucap Kenny yang baru saja datang dan duduk di sebelah Kirei.
"Enggak apa-apa kok, Ken." jawab Arif tersenyum pada Kenny.
"Rei, ambilkan nasi dan lauknya dong buat Kenny." titah Jenny pada Kirei.
"Dia ka..."
"Sebagai istri yang baik, harus melayani suami dengan baik juga." sahut Jenny cepat memotong ucapan Kirei.
"Ish... Iya-iya." Kirei mendengus kesal lalu menyambar piring di depan Kenny dan mengisinya dengan nasi dan berbagai macam lauk pauknya.
"Ini" Kirei meletakkan piring itu di depan Kenny dengan terpaksa.
"Bersikap yang manis dong di depan suami, Rei." tegur Jenny lagi.
"Iya Rei, biar Kenny makin cinta." lanjut Arif.
Kirei tak memedulikan teguran-teguran dari orang tuanya. Kirei langsung mengambil makanan untuk dirinya sendiri dan langsung makan ditemani dengan kekesalan yang memuncak di dadanya.
"Oh iya, Rei, Ken." ucap Jenny menghentikan aktivitas mereka berdua yang sedang sibuk dengan makanannya masing-masing.
"Apa?" tanya Kirei tak mengerti.
"Mama sudah siapkan segala macam buat kalian. Ada di laci nomor satu meja rias kamu." ucap Jenny ambigu.
Kirei maupun Kenny mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Kalian kan masih sekolah, itu bisa mencegah." sambung Arif membuat kedua remaja ini semakin mengerutkan keningnya.
"Sudah, lanjut makan saja. Nanti juga tahu sendiri."
"Tahu ah, ganggu saja." Kirei mulai memakan makanannya sendiri tanpa memperhatikan sekelilingnya.
Arif dan Jenny hanya bisa tersenyum misterius menatap Kirei dan Kenny secara bergantian. Kenny sendiri bersikap acuh dan tidak terganggu akan tatapan dari mertuanya itu.
***
Kirei masuk ke dalam kamarnya setelah selesai membantu Jenny mencuci piring dan membereskan meja makan. Kirei mendengus kesal ketika melihat tempat tidurnya acak-acakan karena Kenny.
"Bisa enggak sih lo kalau tidur lebih berfaedah." ucap Kirei sinis menatap Kenny.
"Berisik lo." balas Kenny fokus ke ponselnya.
"Eh Ken, lo ingat enggak apa kata Mama tadi?" tanya Kirei berusaha akrab dengan Kenny.
"Ingat." jawab Kenny singkat.
"Kira-kira apa ya?" Kirei mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke atas dahinya.
"Ya mana gue tahu."
Kirei mendekati meja riasnya lalu membuka laci nomor satu. Mata Kirei menangkap ada banyak benda di dalamnya. Tangan Kirei mengobrak-abrik isi dari laci itu. Kening Kirei mengerut tak mengerti akan apa yang dipegangnya.
"Ken, Kenny." panggil Kirei menoleh ke arah Kenny yang sedang bermain ponselnya.
"Ken, sini deh." panggil Kirei lagi.
"Apa sih?" sahut Kenny kesal.
"Ish..." Kirei mencabut laci itu lalu membawanya ke ranjang mendekati Kenny. Kirei duduk berhadapan dengan Kenny.
"Ken, ini apaan sih?" tanya Kirei sambil mengangkat dua benda di dalam laci itu ke atas.
Kenny mem-pause permainannya sekejap lalu mendongakkan kepalanya mengarah ke benda yang dipegang oleh Kirei. Gadis itu melihat wajah kaget dari Kenny. Kirei semakin bingung atas ekspresi dari Kenny.
"Lo dapat dari mana?" tanya Kenny membuat kening Kirei mengerut.
"Ini yang di laci itu, yang kata Mama sama Papa itu loh Ken." jawab Kirei.
"Tuh, ada notesnya. Baca saja, siapa tahu itu petunjuk pemakaiannya." jawab Kenny membuat Kirei menatap kertas kecil di dalam laci.
Kirei menaruh kedua barang dalam bungkusan ke atas laci lagi dan beralih mengambil notes lalu membacanya dengan saksama.
"Ini semua alat kontrasepsi ya. Mau pilih pil KB atau kondom terserah kalian." Kirei membaca dengan suara lirih. Namun sedetik kemudian Kirei menjatuhkan notes itu.
"Buahaha..." Kenny menertawakan ekspresi Kirei yang shock tak tertolong.
Kenny terus mengamati wajah Kirei yang diam tanpa ekspresi. Hanya berkedip dan bernapas saja.
"Jadi mau pakai yang mana, Nona Kirei?" tanya Kenny menggoda.
"Apaan sih." Kirei mengambil semua isi di dalam laci itu lalu membuangnya ke tempat sampah.
"Wkwkwk...." tawa Kenny semakin membahana melihat Kirei membuang semua pil KB dan kondom pemberian kedua orang tua Kirei.
"Diam kenapa sih!" sentak Kirei kesal.
Kirei langsung membaringkan tubuhnya dengan posisi miring membelakangi Kenny dan menutup seluruh badannya menggunakan selimut.
"Enggak takut gue apa-apain kalau tidur di dekat gue?" tanya Kenny menggoda.
"Gue percaya kalau lo enggak akan tertarik sama cewek enggak punya harga diri kayak gue." balas Kirei sengit membuat Kenny menghentikan tawanya yang tadi menggelegar.
***
Next...