Episode 11 : Kabar Pernikahan Dimas Dan Kenanga yang Menyebar

2145 Kata
-Terkadang, hukum sosial lebih kejam daripada hukuman Tuhan yang kadang baru akan dirasakan setelah orang yang melakukan kesalahan meninggal.- *** Sepanjang perjalanan, Wiwin mendiamkan Arunika. Bisa Arunika pastikan, Wiwin sangat kecewa kepadanya. “Mbak, aku sakit. Aku terluka dan tidak terima dengan cara Mas Dimas diam-diam menikahi Mbak Kenanga. Namun, aku bisa apa? Memangnya kalau aku mengamuk, aku bikin ribut, semua itu bisa mengobati luka-lukaku termasuk mengubah keadaan?” Mengatakan itu, air mata Arunika jatuh membasahi pipi bersama rasa perih yang memilin hatinya. Sakitnya sungguh luar biasa sekalipun tidak disertai darah bahkan bekas. Arunika tidak pernah menyangka, hidupnya akan hancur hanya karena keputusan Dimas yang menikahi Kenanga secara diam-diam. “Lagi pula, kalaupun Mas Dimas menceraikan Mbak Kenanga meski kemungkinan ini enggak mungkin sebelum Mas Dimas dibikin miskin oleh Mbak Kenanga, aku juga ogah balikan bahkan sekadar dekat, Mbak. Aku telanjur jijik ke Mas Dimas setelah apa yang dia lakukan kepadaku dengan menikahi Mbak Kenanga diam-diam!” “Paling tidak kamu harus bikin dia malu. Permalukan mereka semua di depan banyak orang karena hukum sosial lebih kejam dibandingkan hukuman Tuhan yang kadang baru akan dirasakan setelah orang meninggal!” omel Wiwin yang masih mengebut. Ia memajukan motornya bak pembalap andal. “Mbak, aku enggak sampai bunuh diri dan masih bisa berpikir waras saja sudah untung. Meski terkadang, aku jadi sulit membedakan kenyataan dan halusinasi. Namun demi Dika, demi mamak dan masa depan lebih baik agar orang-orang segan kepada kami, aku akan bangkit. Aku akan bekerja keras dan menjadi orang sukses. Orang-orang boleh saja menilai sebelah mata apa yang aku tekuni, tapi yang namanya rezeki enggak ada yang tahu karena semacam mengunggah video dan viral saja sudah bisa jadi ladang uang!” “Aja lengob koe!” bentak Wiwin dan maksudnya, “Jangan bodoh kamu!” “Sakit hati ya dibalas dengan sakit hati! Sakit fisik balas dengan sakit fisik. Kalau kamu enggak mau buang-buang waktu, biar aku yang bertindak. Kurang-kurang, aku kumpulin semua teman premanku buat gebukin Dimas! Nah, khusus Kenanga, biar dukun yang bertindak!” tegas Wiwin berkobar-kobar. Arunika langsung panik. “Mbak?!” “Meneng bae, koe Ka!” tegas Wiwin yang artinya, “Diam saja kamu, Ka!” “Jijik aku ke wanita level Kenanga. Sama menjijikannya dia dengan bekas suamiku dan juga gundiknya yang sekarang kurus tak terawat! Biar aku yang bereskan mereka semua!” lirih Wiwin berkeluh kesah. Mendengar itu, jantung Arunika seolah melesak. “Jadi, alasan Mbak Dian kurus penyakitan ... karena?” Pikiran Arunika langsung kacau. Dian merupakan istri muda mantan suami Wiwin. “Ya tentu saja karena dia kekurangan gizi. Suaminya memang kerja apa? Orang tiap hari kerjanya adu jago sama motoran. Kurang santai, tiap hari belajaran mati dengan tidur sepanjang waktu. Sawah dan semua pekarangan termasuk hasil aku kerja jadi TKW sampai dijual buat makan sehari-hari! Makanya aku bangga banget pas beli semua sawah dan pekarangan mereka terus bayarnya sambil melempar semua uangnya ke wajah si Rongsok Ratno!” jelas Wiwin masih menggebu-gebu. “Rongsok Ratno, ... Rongsok Ratno, gitu saja Mbak dulu bucin banget! Sudah tahu ditinggal dan jadi korban KDRT, Mbak justru mengemis-mengemis minta balikan. Menangis sepanjang malam hingga Mamai sakit, ihhh, sampai merinding!” cibir Arunika. “Itu karena si Rongsok Ratno enggak belaka! Karena ternyata dia main guna-guna supaya aku mau jadi tambang uang dia dan terus bucin ke dia. Sekarang, setelah efeknya hilang, kamu bisa lihat kan, betapa aku benci kepadanya? Nah, kita sampai!” Wiwin langsung memarkir motornya di halaman bank Dimas bekerja. Tak bisa berkata-kata, Arunika hanya diam mengikuti permainan kakaknya. Tamat riwayatmu, Mas. Meski aku enggak berniat kasar ke kamu, nyatanya Alloh enggak rela dan mengutus Mbak Wiwin buat beresin semuanya! Batin Arunika. Satpam di bank langsung menyambut kedatangan Wiwin apalagi Arunika, dengan sangat ramah. Jangankan karyawan bank dan sebagian besar nasabahnya, orang-orang pasar saja tahu Arunika istri Dimas. Semua itu terjadi karena mereka tahu toko mebel di perempat jalan depan pasar, merupakan toko milik keluarga Dimas. Dan semenjak tiga tahun terakhir, Arunika yang menjaga sekaligus mengurusnya. Di mana sesekali, Arunika juga sampai mengajak Dika. Suasana di dalam bank sedang ramai-ramainya. Banyak nasabah yang antre dan semua karyawan juga sibuk menangani. Tempat duduk yang di sediakan sampai kurang dan sebagiannya terpaksa berdiri. Belum lagi yang di luar dan sampai menyita sebagian besar halaman selaku tempat parkir. Maklum, di kampung Arunika tinggal, semacam bank memang satu untuk warga satu kecamatan. Namun rencananya, nantinya akan dibangun bank yang lebih besar dan akan menjadi pusat bank di kecamatan mereka. Sekitar satu bulan lalu, Dimas sempat menceritakannya pada Arunika. Dimas berdalih akan dipindahkan ke bank pusat tersebut karena kinerjanya yang dipandang sangat baik oleh semuanya. Selain itu, semacam mesin ATM pun sangat sering rusak. Tak semata karena mesin ATM di sana juga baru satu, tetapi karena para pemakai ATM yang masih kurang paham cara menggunakan ATM. Karena sering kali setelah sangat lama di dalam ruang ATM, yang ada mereka justru keluar dan minta tolong pada satpam yang berjaga. Entah karena untuk menuntun melakukan tarik tunai beserta transaksi lainnya, atau karena ATM masuk ke mesin dan ditahan karena pengguna sudah terlalu sering melakukan kesalahan dalam transaksi yang sama. Jadi, posisi satpam di sana tak semata menjadi penertib keamanan. Karena sering kali, satpam akan menjelma menjadi sosok penolong mereka yang masih kurang paham. Apalagi bagi para orang tua yang kadang sudah bermasalah dengan penglihatan maupun pendengaran. Pasti keberadaan mereka akan menjadi pekerjaan tambahan untuk satpam yang bertugas. Kini, kebetulan Dimas tengah melangkah keluar dari ruang bagian dalam. Tak beda dengan pintu masuk, pintu di dalam ruangan juga berupa pintu kaca hingga mereka leluasa melihat keadaan dalam maupun luar. Arunika diam dan memilih berdiri tak jauh dari pintu masuk utama. Ia menyaksikan Dimas yang langsung terkejut ketika Wiwin menerobos masuk. Tak sampai di situ karena Wiwin juga langsung menghantamkan helm di tangan kanannya pada kepala Dimas. Jadi itu alasan mbak Wiwin enggak menaruh helm-nya? Batin Arunika yang beranjak minggir. Seseorang buru-buru menerobos masuk dan Arunika menghalangi langkah orang tersebut. Sosok yang membuat Arunika minggir tak lain satpam yang sempat menyapa Arunika. Suasana mendadak mencekam akibat apa yang Wiwin lakukan. Semuanya langsung menjadikan Wiwin dan Dimas sebagai fokus perhatian termasuk satpam yang membuat Arunika langsung minggir. Dimas sudah terkapar di lantai setelah kepalanya dihantam dengan kejam menggunakan helm oleh Wiwin, tapi Dimas segera berusaha bangun sambil memegangi kepalanya menggunakan tangan kiri yang tidak memegang berkas. Sumpah serapah Wiwin umpatkan pada Dimas. Nyaris semua penghuni kebun binatang Wiwin samakan dengan Dimas yang sudah langsung Wiwin bongkar hubungannya dengan Kenanga. Tak hanya hubungan sekarang, tapi juga hubungan Dimas dan Kenanga saat di masa lalu. Satpam bank tak lagi berani menghentikan Wiwin karena ia juga sudah beberapa kali dihantam menggunakan helm oleh wanita menor itu. Begitupun dengan karyawan bank yang lain maupun nasabah di sana. Semuanya menjelma menjadi penonton. Justru, ada sebagian dari mereka yang sengaja merekam ulah Wiwin. Baik yang berupa foto, maupun video berdurasi panjang dan masih berlangsung hingga sekarang. “Kenanga itu ibarat kucing betina liar yang ditunggangi siapa-siapa mau! Kerjaannya cuma santai sambil ngesek sana-sini asal bisa hidup enak. Semacam hamil hidup malas-malasan dan alasannya efek hamil, beranak, terus sudah lahir pun anaknya ditelantarkan, itu sudah ciri khas wanita seperti dia! Nanti, Dim. Tunggu kamu dibuat miskin, baru kamu ditinggalin!” “Cukup, Mbak!” bentak Dimas tak terima Kenanga dihina habis-habisan. “Mbak boleh menghinaku, tapi tidak pada Kenanga!” Makin emosi, Wiwin menghantamkan helmnya pada wajah Dimas detik itu juga. Tubuh Dimas kembali mental dan kali ini menghantam meja kerja di belakangnya. PC di meja sampai ikut jatuh dari meja karena terhantam punggung Dimas. “Enggak tahu malu, kamu, Dim! Dulu, kamu mengemis-ngemis pada Nika agar Nika mau menikah dengan kamu! Dulu kamu cerita bahwa Kenanga sudah menikah dengan suami pertamanya karena Kenanga selingkuh dan sampai hamil! Kamu yang bilang kalau kamu dibuang oleh Kenanga karena suami Kenanga jauh lebih kaya!” tegas Wiwin. Susah payah ia mengontrol emosi, termasuk sekadar mengontrol napasnya yang sudah terengah-engah parah, tapi sayangnya ia selalu gagal melakukannya. Wiwin sungguh tidak bisa tinggal diam karena dikhianati oleh orang yang sangat dicintai bahkan suami sendiri, apalagi selama ini Arunika sudah sangat mengabdi, rasanya sangat menyakitkan. Luka tak berdarah yang membuat sekujur tubuh kaku dan perlahan mati rasa. Otak pun mendadak lumpuh dan tidak bisa diajak bekerja. Mati tidak, hidup pun sia-sia. Wiwin pernah merasakan itu, dan Wiwin tidak terima jika sang adik juga merasakan hal yang sama bahkan lebih parah. Karena paling tidak, alasan pernikahan Wiwin ada karena saling cinta. Sementara pernikahan Dimas dan Arunika ada karena Dimas yang mengemis! “Kemarin aku sudah sempat menjelaskan pada Arunika bila alasan Kenanga selingkuh di masa lalu karena aku juga salah. Saat itu aku belum jadi pasangan yang sempurna untuk Kenanga, Mbak! Dan urusanku dengan Arunika, aku sudah berusaha adil tapi Arunika yang memilih minggat membawa Dika!” tegas Dimas yang dari hidungnya sudah mimisan. Ketika Wiwin nyaris menghantamkan helmnya pada Dimas, Dimas berkata, “Mbak, sekali Mbak memukul saya, saya tidak segan melaporkan Mbak ke kantor polisi!” Kali ini ia benar-benar mengancam. Wiwin tak gentar dan justru tersenyum geli pada Dimas. “Ayo kita sama-sama masuk penjara! Karena penelantaran kepada anak dan istri juga bisa membuatmu masuk penjara, Dim! Sekaya apa sih, kamu? Sebesar apa gaji kamu di sini sampai-sampai kamu berani nikah lagi tanpa izin istri kamu?! NAMUN HARUSNYA KALAU KAMU KAYA, KAMU MASIH BISA URUS ANAK ISTRIMU. SEKALIPUN MEREKA MINGGAT KALAU KAMU LAKI-LAKI BERTANGGUNG JAWAB DAN BILANG BISA ADIL, HARUSNYA KAMU CARI ANAK DAN ISTRIMU. BUKAN HANYA MULUTMU YANG OBRAL JANJI! WONG GEMBLUNG DI PINGGIR JALAN JUGA PINTER KALAU BEGITU!” “MBAK!” bentak Dimas yang sudah bisa berdiri agak tegap. Wiwin sengaja menjaga jarak dari Dimas. Ia menunjuk wajah Dimas menggunakan telunjuk tangan kanan, dan menatapnya penuh peringatan. “KAMU BERANI MENAMPAR ADIKKU, MENGANGGAP ITU BAGIAN DARI CARA MENDIDIK ISTRI, TAPI MEMBERI NAFKAH DAN MENJAGA MEREKA YANG SUDAH MENJADI KEWAJIBANMU, KAMU TIDAK MELAKUKANNYA! KAMU MENJANDAKAN ISTRIMU DEMI MENIKAHI MANTANMU YANG SUDAH JANDA. SETELAH APA YANG TERJADI, KAMU BENAR-BENAR ENGGAK TAHU DIRI, DIM! NGACA KAMU! SUDAH DITOLONG MALAH MENTUNG!” “ADIKKU HANCUR GARA-GARA KAMU MENIKAH LAGI. Padahal andai Adikku tidak kasihan dan terpaksa menikah dengan kamu, masa depan adikku akan sangat cerah. Adikku dapat beasiswa di dua tempat sekaligus! Dari Jogjakarta dan Bandung, kedua universitas ternama memberi Nika kesempatan luas dan kamu pun tahu itu! Kamu sudah menghancurkan hidup adikku. Andai sesuatu yang fatal sampai terjadi pada adikku, aku enggak akan melepaskan kamu! REMUK-REMUK KAMU DI TANGANKU” Arunika datang menghampiri Wiwin. Kenyataan tersebut membuat keadaan makin mencekam sekaligus seru bagi mereka yang menonton. “Mbak, sudah. Percuma dan memang hanya sia-sia bicara dengan orang yang sedang dimabuk cinta. Jangankan kepadaku, kepada Dika saja, Mas Dimas lupa. Enggak apa-apa, Mbak. Aku beneran masih sanggup urus dan membahagiakan anakku tanpa bantuan Mas Dimas. Daripada aku dan Dika tetap bertahan di rumah Mas Dimas, tapi kami dijadikan pembantu abadi dan setiap waktu dipukuli, lebih baik seperti ini, kan? Enggak apa-apa, biar masyarakat dan Tuhan saja yang menilai. Ayo kita pergi, berurusan dengan orang yang menganggap dirinya suci hanya sia-sia, Mbak.” Berderai air mata, Arunika merangkul Wiwin. Arunika tak mau menatap Dimas yang ia pastikan tengah diam-diam menatapnya. Tak sudi, dan memang telanjur benci. Arunika tidak tahu kenapa itu sampai terjadi, padahal bila melihat sederet kejadian, banyak istri yang susah payah merebut suaminya dari pelakor bahkan meski pelakor itu sudah menjadi madunya. Namun kasus yang Arunika rasakan, Arunika justru merasa jijik, tak sudi dan memang telanjur benci saking kecewanya pada Dimas, Kenanga sekeluarga. Arunika yakin, Dimas tahu apa yang Dimas lakukan dengan menikahi Kenanga, melukai Arunika dan mengorbankan Dika. Namun, nyatanya Dimas justru sengaja melepas Arunika dan Dika. Kenanga di atas segalanya dan baru akan berubah ketika Kenanga tak lagi istimewa bagi Dimas sekeluarga. “Pecat Dimas dari sini karena bisa saya pastikan, banyak nasabah wanita yang kecewa pada kelakuannya!” tuntut Wiwin sambil menatap tajam wajah-wajah di sana, khususnya wajah para karyawan dan Wiwin yakini sebagai atasan Dimas. “Hati-hati bapak-bapak, takutnya istri kalian juga dinikahi Dimas!” lanjut Wiwin sengaja memperkeruh keadaan. Wiwin pastikan, Dimas akan hancur sehancur-hancurnya. Entah karena ulah Wiwin, atau justru Kenanga yang bisa Wiwin pastikan masih sama seperti dulu. Semuanya kebingungan, tapi melihat para nasabah bahkan karyawati yang sampai ikut menangis, keadaan sungguh tidak baik-baik saja. Tuntutan Wiwin seolah bukan gertakan sambal semata dan bisa menjadi kehancuran nyata kinerja karyawan lainnya, bukan hanya berdampak pada Dimas. Ketika Arunika akan pergi, Dimas menahan salah satu pergelangan Arunika. Kenyataan tersebut langsung mengusik semuanya tanpa terkecuali Arunika yang buru-buru menyingkirkan tahanan Dimas dengan kasar. “Ngaca, kamu! Jangan hanya minta jatah, tapi tanggung jawab pura-pura amnesia!” semprot Wiwin sengaja memaki Dimas. Wiwin buru-buru membawa Arunika pergi dari Dimas. Tak rela rasanya bila sang adik sampai dekat apalagi balikan dengan Dimas. Semua ibu-ibu dan karyawati muda di sana kompak berseru, “Huh! Laki-laki, maunya menang terus!” Sambil menatap emosi pada Dimas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN