SEHARUSNYA Brooklyn mencekik wanita itu selagi bisa. Ya, seharusnya memang ia melakukannya. Bukannya malah memeluk wanita itu dan mempedulikan rasa sakit yang diderita akibat percintaan mereka. Brook salah, sangat salah dalam hal ini. Lain kali, jika ia bertemu dengan Kayla lagi. Brook akan memastikan Cinderella menyebalkan itu menanggung akibatnya.
Lihatlah, sekarang Cinderella itu meninggalkannya di apartemen sendirian. Brook mengeluh, bukan sendirian yang sesungguhnya. Edwin, asisten kepercayaan Brook saat ini duduk menunggui majikannya dengan tenang. Tadi, saat keluar dari kamar mandi, Brook menemukan Edwin tengah berdiri memegangi pakaian yang ia pesan. Setelah mengganti pakaiannya, Brook kini duduk berdua dengan Edwin.
"Apa kau tahu kemana dia pergi? Bagaimana kau bisa masuk kemari?"
"Penjaga apartemen memberi saya kunci tempat ini." Jawab Edwin sopan.
"Aku mau kau mencari tahu di mana dia sekarang. Atau kemana dia pergi."
"Sudah saya lakukan. Saya tahu mungkin dia wanita yang berharga untuk anda. Jadi saya sengaja menyuruh seseorang membuntutinya sebelum anda menyuruh saya. Saya tahu itu lancang, tapi saya yakin anda akan meminta saya melakukannya."
Brook meringis. Bahkan Edwin bisa membaca pikirannya semudah itu. Apakah terlalu kentara ia menginginkan Kayla? Atau Edwin terlalu peka? "Kau sudah mendengar perkembangan tentang Elsa?"
"Mrs. Elsa dalam keadaan sehat. Mr. Freddy membawanya jalan-jalan kemarin."
"Oh, bagus. Terus pantau perkembangannya. Aku tidak mau hal buruk menimpanya."
"Baik."
"Jadi, apa kau sudah mendapatkan sesuatu mengenai Kayla?" ketika menyadari kerutan di dahi Edwin, Brook buru-buru menambahkan. "Pemilik apartemen ini. Namanya Kayla. Mulai sekarang kau harus mengingat namanya dan memantaunya selama dua puluh empat jam."
Edwin berusaha keras menahan tawanya. Ia bersyukur karena akhirnya bosnya bisa mengalihkan perhatiannya dari Elsa. sejujurnya Edwin sudah sangat lelah mengawasi Elsa selama beberapa tahun terakhir. Ia harus mengerjakan pekerjaan ini dengan sangat teliti. Karena jika tidak, orang kepercayaan Freddy akan melaporkan tindakannya dan itu pasti akan berdampak sangat buruk padanya, pada Brooklyn maupun Elsa sendiri. Pekerjaan memata-matai istri dari salah satu mafia besar seperti Freddy bukanlah hal yang mudah. Edwin bahkan hampir menyerah melakoni profesinya ini.
"Apa yang kau pikirkan? Kuharap kau tidak berpikir yang tidak-tidak."
"Tentu saja tidak. Saya tidak akan membahayakan nyawa saya demi pikiran bodoh mengenai Miss Kayla."
Setelah hening beberapa saat, Brooklyn berkata, "Ed, jangan mulai sekarang jangan menggunakan bahasa formal ketika kau berbicara denganku. Aku ingin Kayla menganggap kita teman baik. Dengan begitu kau mungkin bisa lebih dekat dengannya. Dia bisa lebih terbuka denganmu dan mungkin saja kau bisa mendapatkan informasi yang berguna."
"Seperti?"
Brooklyn lagi-lagi kesulitan menemukan jawaban atas pertanyaan Edwin, sungguh ia tidak pernah sebodoh ini sebelumnya. Brook tekenal cerdas dan cekatan dalam menghadapi masalah. Namun, kali ini, apa yang terjadi dengannya? Brook tampak sangat bodoh di depan Edwin. "Jangan banyak bertanya, lakukan saja apa yang kukatakan."
"Yes, Sir."
"Dan panggil aku Brooklyn."
Mudah saja bagi Edwin melakukannya. Usia mereka hanya terpaut dua tahun. Edwin adalah asisten terbaik yang pernah Brook miliki. Cerdas dan berdedikadi tinggi. Itulah yang Brook inginkan dalam bisnisnya. Seseorang yang bisa menjaga rahasia perusahaannya dan kehidupan pribadinya.
"Miss Beverly berencana akan menyusul kemari."
"Jangan biarkan adikku datang."
"Saya..." Edwin terdiam sesaat. "Aku tidak bisa mencegahnya. Mr. Jullion akan mendampingin Miss Beverly jika diperlukan."
Brook menyugar rambutnya. Belum usai masalah tentang Kayla, kenapa sekarang adik kecilnya ingin ikut mengganggunya? Tidakkah cukupkan wanita-wanita itu mengganggu hidupnya?
"Mungkin anda ingin melihat ini." Edwin menyerahkan ponselnya kepada Brook. Jauh dari lubuk hatinya, Edwin menyadari satu hal. Majikannya telah berubah.
Brooklyn mengumpat kasar. Ia hampir membanting ponselnya jika Edwin tidak mencegahnya. Brook mengamati bagaimana Jackson memberikan sentuhan di sepanjang pinggang Kayla. Mencium wanita itu di kening. Dan di bibirnya. Brook tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Bibir Kayla? Tidak. ia tidak mau berbagi bibir itu dengan pria b******k seperti Jackson. Tidak akan!
"Ed, siapkan kendaran untukku! Pastikan Kayla tetap di bawah pengawasanmu. Aku akan menaikkan gajimu jika kau melakukannya tanpa membuat Kayla curiga. Tapi aku tidak akan segan-segan membunuhmu jika kau kehilangan jejaknya."
Setelah mengucapkannya, Brook bergegas kembali ke kamar Kayla untuk mengambil beberapa barangnya. Ia tidak mau Jackson mengambil keuntungan dari wanita yang saat ini bersamanya. Tidak peduli jika Kayla menyebalkan atau apalah namanya. Brook akan memastikan Kayla jauh dari jangkauan si k*****t Jackson.
Apakah kau cemburu, Brook?
Tidak. Brooklyn mengenyangkan asumsi konyol itu. Tidak mungkin ia cemburu. Bukankah ia tidak mencintai atau menginginkan Kayla? Jadi, mana mstahil Brook cemburu pada pria yang sedang bersama Kayla.
**
Kayla berhasil menghindari cercaan ayahnya untuk beberapa saat. Ia beruntung karena kedua orang tuanya harus kembali ke Indonesia hari ini juga. Kalau tidak, Kayla tidak akan tahu apa yang akan terjadi padanya. Untungnya, seperti biasa, Jackson selalu bisa diandalkan. Jackson menjemput mereka semua di aparteemen Kayla, lalu mengantar kedua orang tuanya ke bandara. Kayla memilih berada satu mobil dengan Jackson. Tentu saja untuk menghindari Christian. Ia tahu, ayahnya tidak akan tinggal diam melihat kelakuannya pagi ini. Ditambah, Brooklyn yang sama sekali tidak membantunya, pria itu justru mengompori Christian. Menyebalkan.
"Kau terlihat lelah." Ujar Jackson ketika mereka berjalan menuju mobil Jackson.
"Aku hanya belum sempat makan. Dan di sini terlalu panas."
"Kau belum sarapan?" Jackson mempertahankan tangannya di pinggul Kayla. Pria itu memang selalu menjaga Kayla di mana pun mereka berada. Dan saat ini, Kayla bahkan terlihat sangat pucat.
"Belum sempat makan. Aku terlambat bangun."
"Bagaimana jika kita makan dulu? Kau bisa pingsan jika memaksakan diri."
"Ide bagus." Kayla tersenyum samar kepada Jackson. "Aku butuh minum. Ya Tuhan, di sini panas sekali!"
Jackson kebetulan membawa air mineral di dalam tasnya. Segera setellah Kayla mengucapkannya, Jackson memberikan botolnya kepada Kayla. Wanita itu meminum air mineral sampai tandas. Jackson lagi-lagi tersenyum geli memandangi Kayla. Apalagi setelah ia melihat.. "Tunggu, lipstikmu berantakan." Jackson menyapukan telunjuknya di sudut bibir Kayla. Membersihkan lipstick Kayla yang belepotan karena ia minum dengan tergesa-gesa.
"Terima kasih, Jackson."
"Denang senang hati. Kau minum seperti unta!"
Kayla tertawa mendengar komentar Jackson. Baginya, Jackson adalah teman yang snagat menyenangkan. Tidak ada teman lain yang lebih menyenangkan selalin Jackson dan teman-teman dekatnya.
Di saat itulah, orang suruhan Edwin memotret momen kebersamaan mereka. Orang itu memotret dari samping. Sehinggaa yang terlihat adalah Jackson mencium Kayla. Bukan membersihkan lisptiknya.
Sesampainya di restoran terdekat, Jackson meninggalkan Kayla seorang diri di meja. Jackson mengatakan ia harus ke kamar kecil untuk memenuhi panggilan alamnya. Kayla tidak keberatan di tinggal sendirian seperti sekarang, sebelum bertemu dengan Jackson, ia selalu melakukan semuanya sendiri.
"Ikut aku!" seru sebuah suara yang sangat familiar bagi Kayla. Ia mendongak dan menemukan Brook berdiri menjulang di depannya.
"Brook, bagaimana kau tahu aku di sini?"
Bukannya menjawab, Brook justru menyeret Kayla untuk ikut dengannya. Kayla ingin sekali memberontak, tapi ia tidak mau menimbulkan keributan di tempat umum. Orang-orang pasti akan 'memperhatikan mereka. Dengan sangat terpaksa, Kayla mengekor di belakang Brook.
Saat mereka sudah berada di luar restoran, Kayla menghentakkan tangannya. "Apa-apaan ini, Brook?"
"Ikutlah denganku. Banyak yang harus kita bicarakan!"
"Aku tidak akan sudi berbicara denganmu!"
"Kayla! Jaga bicaramu!"
"Kenapa? Apa aku harus menjaga sopan santun di depanmu?"
Brook menyadari mereka mulai menjadi pusat perhatian. "Kita bicarakan di mobilku. Lihat, orang-orang mulai melihat ke arah kita."
Kayla mengedarkan pandangannya. Brook tidak berbohong. Orang-orang mengamati mereka sekarang. "Baiklah." Kayla mengalah. Tidak ada gunanya berdebat dengan Brook.
Brook menyadari wajah pucat Kayla. Ia mengirim pesan kepada Edwin untuk memesan beberapa porsi makanan untuknya dan Kayla. Karena terlalu sibuk memikirkan Jackson yang terus menerus menggoda Kayla, Brook melupakan kebutuhan perutynya sendiri.
Tak lama kemudian, Edwin datang dengan membawa makanan pesanan Brook. Jalanan menuju apartemen Kayla macet. Mustahil mencapai temoat itu dalam waktu satu atau dua jam.
"Makanlah," perintah Brook pada Kayla. Brook tidak bisa bersikap lembut sejak melihat foto-foto itu.
"Tidak."
"Kayla!"
"Aku bukan bonekamu, Brook. berhenti mencecoki hidupku!"
"Aku tidak akan berhenti selama kau maish menjalin hubungan dengan Jackson!"
"Oh," Kayla menatap Brook geram, "Kenapa? Antara aku dan Jackson tidak ada hubungannya denganmu!"
Brooklyn mendesah panjang. Percuma menjelaskan kepada Kayla mengenai siapa Jackson. Wanita kearas kepala itu tidak akan menerimanya. "Elsa menyuruhku menjagamu. Kau menjadi tanggung jawabku sekarang."
Elsa. Ya, tentu saja. Memangnya apa yang diharapkan Kayla dari perasaannya terhadap Brook? seribu tahun pun ia menunggu Brook untuk jatuh cinta padanya, semua itu tidak akan terwujud. Brook akan selalu menomor satukan Elsa. Kedatangannya karena Elsa. Dan Brook berusaha mati-matian menjaganya juga karena Elsa.
Jadi, mulai sekarang Kayla memang harus benar-benar mematikan perasaanya pada Brooklyn Montano. Tidak peduli bagaimana sakitnya nanti, ia akan membunuh rasa itu demi dirinya sendiri. Brooklyn sudah lama tewas dari hidupnya. Dan hal itu tidak akan merubah apa pun.
"Aku tidak lapar."
"Kau sangat pucat. Aku hanya tidak mau melihatmu sakit."
"Karena Elsa akan marah jika kau tidak bejus menjagaku? Begitu?"
Brook ingin sekali membantah tuduhan itu. Brook ingin sekali berteriak pada Kayla atau setidaknya Brook ingin mengatakan kalau kepeduliannya pada Kayla bukan semata-mata karena Elsa. Melaikan karena dirinya sendiri. Namun, Brook tidak sanggup. Brook tidak tahu bagaimana perasaan Kayla padanya. Juga sebaliknya. Jadi sebaiknya dia tetap bersembunyi di balik tameng Elsa.
"Ya, kau tahu Elsa pasti akan sangat marah. Jadi, bantu aku mengindari amukannya dengan sedikit makanan ini. Bagaimana pun juga, kau butuh asupan gizi."
"Aku bukan bayi. Dan aku juga tidak sedang dalam masa pertumbuhan." Cetus Kayla lengkap dengan nada garangnya.
Brook mendesah. Bagaimana pun caranya, dia harus bisa memaksa Kayla makan. "Ngomong-ngomong soal bayi," Brook terdiam, memikirkan apakah ia akan melanjutkan perkataannya atau tidak. "Mungkin saja kau sedang mengandug anakku."
Tawa Kayla pecah mendengar penuturan Brook. "Mengandung? Anakmu? Tidak, Brook, tidak. Itu tidak mungkin."
"Kenapa tidak? Kita kita pernah bercinta sebelum ini. Jika kau ingat."
"Aku tidak akan lupa. Tapi aku memang tidak hamil."
"Bagaimana kau tahu?"
Kayla mengembuskan napas berat. Ia memilih menatap jalanan dari kaca jendela. Berharap Brook tidak memperhatikan ekspresinya. "Jadi, kemarin pagi mama memintaku melakukan tes kehamilan. Hasilnya positif. Aku tidak hamil. Tidak sedang mengandung anakmu atau pun anak pria lain. Mama bersikeras agar aku melakukan tes kehamilan karena beliau ingin aku memiliki anak. Beliau terobsesi dengan bayi. Tidak peduli aku mengandung anak siapa, asalkan anak itu darah dagingku, beliau tidak akan mempermasalahkannya. Bahkan, mama memintaku untuk hamil dengan Jackson. Sungguh konyol." Kayla tersenyum miring mengingat kata-kata ibunya. Namun, senyumnya menghilang ketika ia mendegar sesuatu seperti sengaja di banting. Kayla menoleh kepada Brook dan mendapati pria itu tengah menatapnya tajam.
Memikirkan kemungkinan Kayla mengandung anak Jackson membuat darah di sekujur tubuh Brooklyn mendidih. Kayla tidak menyadari hal itu. Bahkan Brook sendiri tidak. Brook melempar kotak makanan yang seharusnya ia berikan kepada Kayla. Ia lalu mencekeram lengan Kayla dan menatapnya tajam.
"Kau tidur dengan Jackson si b******k itu?!" hardik Brook.
"Aaa.... aapa yang kau bicarakan, Brook? Apa kau..?"
Melihat Kayla tergagap, Brook meyakinkan diri bahwa memang terjadi sesuatu di antara mereka. Brook kehilangan akan sehatnya. Sikap Kayla saat ini, serta ciumannya dengan Jackson beberapa saat lalu menguatkan pendapatnya mengenai Kayla. Mereka memang menjadil hubungan serius. Pikir Brook.
"Jangan sok bodoh! Jadi, ini yang kau lakukan di belakangku? Tidur dengan pria lain? Sementara kau takut tidur denganku! Kau takut aku menyakitimu lagi? Kau pembohong!"
Dengan amarah yang meluap-lupa, Brook menarik Kayla ke dalam pelukannya. Kemudian ia menyatukan bibirnya dengan bibir Kayla. Brook mencium Kayla dengan sangat rakus dan kasar. Bayangan bagaimana Kayla dan Jackson bercinta terlintas di benaknya. Brook tidak membiarkan Kayla melepaskan diri darinya. Tidak peduli apakah Kayla bisa bernapas atau tidak, Brook tetap memojokkan wanita itu dan mengimpit tubuh kecilnya.
Jackson! Brook bersumpah akan menghabisi nyawa pria itu setelah ia puas bermain dengan Kayla. Ia merasa tertipu oleh keluguan Kayla serta kata-kata manisnya. Brook tidak akan membiarkan Kayla mengulangi hal yang sama padanya. Salah satu tangannya menyelinap ke balik tanktop Kayla. Brook mulai berpikir, mungkin Jackson lah alasan di balik pakaian minim yang dikenakan Kayla.
Brook mengumpat, setelah merasakan Kayla tidak lagi memberontak dan napasnya mulai tersengal, Brook melepaskan bibirnya dari Kayla. Sesaat, kekhawatiran nampak jelas di wajahnya ketika melihat Kayla tampak pucat dan lemah.
Kayla menghirup sebanyak mungkin oksigen dengan rakusnya. Ia mungkin tewas mengenaskan jika Brook tidak melepaskannya. Kayla tidak akan membiarkan Brook terus menerus menindasnya.
Dengan berang, Kayla menatap Brooklyn lalu bertaka, "Lepaskan aku!"
"Katakan apa kau tidur dengan Jackson?"
"YA! DAN AKU MENGANDUNG ANAKNYA!"