We Need To Talk

1821 Kata
Kayla menggeliat di balik selimut yang mengubur tubuhnya. Senyumnya mengembang mengingat bagaimana lagi-lagi memimpikan Brooklyn Montano. Ah, iya, pria b******k yang tiga bulan lalu mengambil kesuciannya. Kayla terlanjur membencinya. Oh, tentu saja! Siapa saja yang berada di posisinya pasti akan merasakan hal serupa. Namun belakangan, entah mengapa, Kayla sering kali memimpikan pria menyebalkan itu. Bukan salah Kayla jika ia memang memiliki kemampuan untuk melihat masa depan. Entahlah apa namanya. Kayla sering kali dipusingkan dengan hal itu. Suatu saat ia harus melihat kilasan mengerikan dari kematian orang-orang di sekitarnya. Atau melihat banyaknya orang yang berusaha menghancurkan bisnis keluarganya. Atau juga melihat bagaimana ia harus mengambil jalan untuk memperbesar kerajaan bisnisnya. Semua itu semakin sering ia alami semenjak usianya menginjak sepuluh tahun. Awalnya ia memang sangat abai dengan hal tersebut. Namun berkat dukungan orang tuanya yang selalu menjaga dan merawatnya dengan sangat baik, Kalya bisa melewati semuanya dengan sedikit lebih mudah. Belakangan, Kayla seeolah bisa merasakn Brook di sisinya. Meskipun rasanya mustahil, Kayla tetap ingin berharap pada pria itu. Yang membuat Kayla tertarik pada pria itu adalah, Brook satu-satunya orang yang tidak bisa ia baca. Biasanya Kayla bisa menyimpulkan kepribadian seseorang lewat cara bicara atau hanya tatapan matanya. Namun berbeda dengan Brooklyn, Kayla tidak bisa meraba bagaimana kepribadian pria itu. Sampai suatu kali, saat ia menyaksikan bagaimana Brook mencintai Elsa, Kayla sadar, ia tidak bisa membaca Brooklyn karena Brook sangat pandai menyimpan ekspresi. Brook berusaha sekuat tenaga agar orang-orang menganggap ia tidak tertarik dengan Elsa. menarik. "Sampai kapan kau akan berbaring di sana?" seru sebuah suara tak jauh dari ranjangnya. Sekali lagi, Kayla mengerjap. Tidak ada gunanya menanggapi wanita itu. Wanita menyebalkan itu pasti akan mengusiknya lagi. Andai saja Kayla tidak mencintai Early, sudah lama ia ingin menendang wanita itu. "Bangunlah! Aku membawakan tespek untukmu!" Nah, terbukti bukan? Baru memikirkannya saja sudah membuat Kayla kesal sendiri. Meski begitu, Kayla tetap beranjak dari tidurnya. Setelah menggelung rambutnya, Kayla menghampiri ibu angkatnya yang saat ini duduk di balkon kamar. Menikmati hangat mentari di pagi hari. "Kau terlihat berantakan." Komentar Ealry tanpa melihat ke arahnya. "Morning, Mommy." Kayla menyapukan ciuman singkat di pipi ibunya. "Di mana papa?" "Ada sedikit urusan yang harus ia selesaikan dengan Jackson. Mungkin papamu akan kemari dua atau tiga jam dari sekarang." "Oh." Kayla meminum cappuccino milik ibunya. Rasa manis itu mengingatkannya pada wajah cantik Elsa. Pantas saja Brook tergila-gila pada wanita itu. "Coba ini! Aku tidak sabar meninggu hasilnya." Early menyerahkan tespek pada Kayla, dan diterima Kayla dengan ekspresi luar biasa menyebalkan. "Kita tidak perlu melakuka ini, Ma." "Cepatlah!" Meski kesal, toh Kayla tetap melaksanakan perintah ibunya. Kayla berjalan menuju toilet dan melakukan tes kehamilan sesuai perintah ibunya. Sembari menunggu, Kayla berpikir, kenapa tidak sekalian saja ia mandi? Dan... Kayla pun mandi. Membersihkan kotoran yang menempel di tubuhnya. Juga membersihkan segala yang pernah Brook tinggalkan di tubunya. Beberapa saat kemudian, Kayla menghampiri Early dengan tespek di tangannya. Bathrobe putih selutut membalut tubuh mungilnya. Selain selalu merasa diri terlalu... yah, tidak ada artinya bagi dunia, Kayla juga selalu merasa dia terlalu buruk karena terlahir sebagai wanita. Tubuh mungilnya dengan d**a rata dan tinggi badan yang kurang ideal bagi wanita, Kayla selalu menganggap rendah dirinya. Seharusnya, perempuan memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi, d**a besar, tidak seperti dadanya yang sangat rata, serta b****g sekal sempurna yang bakal memikat pria mana pun yang melihatnya. Sayangnya, semua itu tidak dimiliki Kayla. "Oh! Aku tidak percaya ini." Desah Early kecewa. "Apa?" sahut Kayla kesal. "Kenapa hasilnya negative? Seharusnya kau hamil setelah bercinta dengan Brooklyn!" "Kalau aku hamil, papa pasti akan membunuhku!" "Aku tidak akan membiarkannya. Kami butuh cucu." Kayla memutar bola matanya. Ia tidak tahu bagaimana jalan pikiran ibunya itu. Seharusnya ia malu dengan kelakuannya. Tidur dengan pria sebelum menikah. Tapi, alih-alih malu seperti yang dirasakan ayahnya, Early justru sedikit bangga. Tuhan, selamatkan ibuku! "Bukan berarti aku harus hamil dengan Brooklyn. Lagipula, kami hanya melakukannya sekali. Jadi, mustahil rasnanya aku hamil semudah itu." "Oh, kau benar. Mengingat hamil bukan perkara mudah." Kayla mengedikkan bahu. Itu benar. "Itu berarti, aku harus lebih sering keluar rumah dan menghabiskan uangmu dan papamu agar tidak bosan." Kayla meringis. Bukankah selama ini itu yang dilakukan ibunya? "Bukankah itu hobimu?" "Memangnya apa yang bisa kulakukan selain berbelanja dan pergi ke restoran terbaik di seluruh penjuru negeri? Kecuali jika kau memberiku cucu. Lagipula, sejak menikah dengan papamu, yang bisa kulakukan memang menghabiskan uangnya. Toh, Christian tidak pernah sekalipun merasa dirugikan." Seketika, hati Kayla menghangat. Mengingat sejarah panjang pernikahan orang tuanya, Kayla merasa dirinya adalah salah satu anak paling beruntung yang terlahir di muka bumi. "Kau tahu, kan, papa tetap menikahiku meskipun ia tahu aku tidak bisa memberinya keturunan." "Ya. Karena kecelakaan itu. Kau kehilangan bayimu dan juga rahimmu. Saat itu usiamu masih sangat muda. Empat belas." Early mendesah. Anaknya memang sangat cerdas. Tidak butuh waktu lama untuk menyadari kegundahan hatinya. Kayla sangat peka. "Seharusnya aku menuruti perkataan ibuku. Andai saja aku tidak terobsesi menjadi artis. Mungkin fotografer bejak itu tidak akan memperkosaku. Membuatku hamil di usia empat belas tahun. Hingga berujung pada keguguran yang mengharuskan dokter mengambil rahimku juga." "Papa tetap menerima kekuranganmu, Ma. Beliau tidak pernah protes bukan?" "Kau benar. Tapi sebelum kami bertemu denganmu, aku selalu takut suatu hari nanti dia akan meninggalkanku." "Itu mustahil. Aku tahu bagaimana papa mencintaimu. Dan seandainya kalian bisa mendapatkan anak kandung kalian sendiri, aku mungkin tidak akan menjadi anak kalian. Aku mungkin akan berakhir di jalanan. Sebagai pengemis atau menjual diri di rumah bordil." "Kayla, jangan katakana itu!" "Maaf. Aku mengatakan hal yang sebenarnya." "Itu tidak terjadi, bukan? Aku sudah mengambilmu sebagai anakku! Kau berada dalam lindunganku sejak saat itu. Kau tahu betapa aku sangat menyayangimu, sayang." "Aku juga sangat menyayangimu, Ma. Tapi, untuk masalah cucu. Maaf, saat ini aku belum bisa memberikannya untukmu." "Kudengar Elsa mengandung anak kembar lagi. itu berarti dia akan memiliki empat anak dari kedua pernikahannya. Gadis baru saja melahirkan anak pertamanya. Apa kau tidak iri melihat mereka bahagia dengan keluarganya?" "Elsa tidak bahagia dengan Freddy." "Kau salah, sayang. Aku bisa melihat betapa bahagianya dia." "Ma.." "Sudahlah. Mungkin memang belum saatnya aku menimang cucu. Pakai bajumu. Mungkin sebentar lagi Jackson akan tiba di sini." Setelah mengatakan itu, Kayla bergegas mengganti pakaiannya dengan dress berwarna hitam tanpa lengan. Ia menggerai rambut coklatnya dan memakai sedikit riasan di wajahnya. Sementara itu, Early membuatkan sarapan untuknya. Bagaimana pun juga, Early adalah koki terbaik bagi Kayla. Apa pun yang Early sajikan, Kayla akan suka. "Apa renacanamu dengan Jackson hari ini?" "Mencari gaun yang cocok untuk saudaranya yang akan ulang tahun bulan depan." Jawab Kayla cepat. "Hanya itu?" "Memangnya apa lagi, Ma?" Early mengangkat salah satu alisnya. "Berkencan mungkin. Kalian sangat cocok. Jackson juga sangat tampann. Aku sangat yakin banyak wanita di luar sana yang rela memberikan tubuh mereka dengan sukarela untuk Jackson." "Maka dari itu aku sangat takut memikirkan bagaimana jika kelak aku menjadi pasangannya." Kayla meneguk jus alpukat buatan Early. "Aku takut jika suatu hari nanti aku harus berbagi ranjang dengan wanita lain." Ketika dahi Early mengekerut, Kayla buru-buru menahbahkan. "Kau tahu aku jelek dari kurus." "Oh, sayang, siapa yang berani mengatakannya padamu?" "Aku sadar diri." "Kau sangat cantik," "Kau mengatakannya karena aku anakmu, Ma. Bagaimana pun juga, kau harus melihat faktanya. Aku sangat jelek." Early meringis. Di banding dirinya, Early memang terlihat jauh lebih primitive. Jika Early selalu memperhatikan penampilannya, sebaliknya dengan Kayla. Kayla sama sekali tidak tahu bagaimana cara berbusana. Untuk wanita karir dan kaya seperti dirinya, bisa dibilang Kayla sangat payah. "Sudahlah. Habiskan sarapanmu. Semoga kau bisa lebih berisi dengan makananmu kali ini." "Semoga saja." ** Setelah seharian menemani Jackson, Kayla merasa tubuhnya amat sangat kelelahan. Tidak biasanya ia seperti ini. Kayla mengamati pantulan dirinya di dalam cermin. Berantakan. Satu-satunya yang ia butuhkan saat ini adalah berendam di dalam bathtub dengan air hangat. Berharap semoga daki-daki yang menepel di tubuhnya akan luruh dengan sendirinya. Kayla menanggalkan seluruh pakaiannya. Kemudian, ia mengambil bathrobe dan membawanya ke kamar mandi. Selama satu jam berikutnya, Kayla berendam di sana, matanya mengantuk dan mau tidak mau ia harus segera meninggalkan bathtub lalu pindah ke ranjang agar tidak terkena flu esok harinya. Berusaha menutupi keterkejutannya dengan kehadiran sosok yang tak asing di kamarnya, Kayla mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambut. Pria yang muncul di kamarnya itu berdiri memandanginya. Jantung Kayla mencelus mendapatan tatapan dari pria itu. "Aku tahu kau melihatku. Jangan mengabaikanku." Ujar Brooklyn ketus. Brooklyn Montano, apa yang kau lakukan di sini? Kau membuatku sangat senang karena mau mendatangiku sampai sejauh ini! Batin Kayla. Namun, alih-alih mengatakannya. Kayla pura-pura tidak mendengar Brooklyn. Brook mengumpat palan. Kayla mangabaikannya. Tiga bulan lalu ia ingin sekali mencekik Kayla. Tapi, setelah menghilangnya Kayla har itu tanpa penjelasan apa pun, ia merasa dirinya tidak lagi sama. Jika biasanya ia melampiaskan nafsunya pada wanita yang mau menerima uang, kemudian melupakan momen di mana ia bisa dengan puas menikmati pelacurnya, kali ini Brook tidak bisa. Entah bagaimana aroma Kayla masih tertinggal di lubang hidungnya. Cita rasa Kayla masih melekat pada tubuhnya. Dan itu sangat tidak bagus. Apalagi, setelah melihat kedekatan Kayla dengan si Sharpe tak tahu mau iyu. Brook semakin ingin mencekik Kayla. Setelah seharian penuh menguntit wanita itu. Brook merasa harus segera berbicara empat mata dengan Kayla dan menyelesaikan ini. Demi Elsa, ia akan melakukan apa pun. Termasuk menemui dan berbicara dengan Kayla. Namun, Brook rasanya tidak akan mampu berpikir jernih dengan kotoran dan debu yang masih menempel di tubuhnya. Brook butuh mandi. "Kita harus bicara." Tukas Brook lagi. Masih tidak ada jawaban. "Tapi sebelum itu, kurasa aku harus mandi. Aku.. berkeringat." Bukannya menjawab. Kayla justru mempercepat gerakannya dalam mengeringkan rambut. Suara Brooklyn mungkin tidak didengarnya. Dengan kesal, Brook meninggalkan Kayla dan segera melucuti pakaiannya ketika ia sudah mencapai kamar mandi. Karena kurang hati-hati, Brook menjatuhkan seluruh pakaiannya ke dalam bathtub yang masih penuh air. Ia mengumpat lagi. kekesalannya pada Kayla membawa dampak sangat buruk bagi dirinya sendiri. Brook menyelesaikan acara mandinya. Lalu ia pun berteriak kepada Kayla untuk membawakan handuk untuknya. Tidak ada jawaban. Sambil terus mengumpat, Brook melilitkan kemejanya yang basah di sekitar pinggulnya lalu berjalan ke luar. "Apa kau tuli? Aku menyuruhmu membawakan handuk!" seru Brook yang masih fokus dengan lilitan kemeja basahnya. Kayla terkesiap. ia melupakan kehadiran Brooklyn. Kayla melepas bathrobenya di dekat ranjang. Ia baru saja akan memakai pakaian dalamnya. Tetapi, sebelum ia sempat melakukannya, Brooklyn telah lebih dulu keluar dan melihatnya telanjang. Susah payah Brook menelan salivanya. Melihat Kayla tanpa sehelai benang pun seperti sekarang membuat aliran darahnya terhenti entah di mana. Brook merasa tidak ada darah yang mengalir di otaknya. Sehingga ia tidak bisa berpikir jernih. Saat Kayla menatapnya tajam dan berbalik mengumpat padanya. Brooklyn dengan sigap melangkah dan siap mencekik Kayla. "Aku bukan pembantumu!" jerit Kayla kesal. Brook sepenuhnya berada di depan Kayla ketika kakinya tersangkut bathrobe yang ditinggalkan Kayla di lantai. Tubuhnya limbung dan ia pun jatuh menimpa Kayla. Untungnya, mereka terjatuh di ranjang. Kemeja basah Brooklyn juga otomatis terlepas begitu saat. Baik Brook maupun Kayla, terbaring di sana tanpa sehelai benang pun. Seperti bayi kembar yang baru saja terlahir dari rahim ibunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN