Eight

2019 Kata
Happy Reading ^-^ Maaf kalau nemu typo yah Calvin melirik ke arah Catherine yang masih menatapnya. Dia melangkah menuju mejanya dan duduk disana. Sedangkan Catherine masih berdiri di tempatnya. Calvin menatap Catherine dan memintanya untuk duduk di depan mejanya. Catherine pun mengikutinya. Lelaki itu mulai membuka beberapa berkas dan juga berkas dari Catherine. Catherine mengedarkan tatapannya ke sekitar ruangan. Sesekali dia juga melirik ke arah Calvin. "Apa semalam kau memakan makananmu?" Calvin bertanya setelah cukup lama mereka saling diam. "Em," gumam Catherine. "Berikan ini pada Jillian dan setelah itu kau bisa pulang," perintah Calvin lalu memberikan salah satu berkas bermap merah. "Pulang?" "Iya. Pekerjaanmu akan di lanjutkan nanti malam. Aku akan menjemputmu jam lima sore." "Tapi-" "Kau tidak ingin pulang?" Calvin menaikkan nada suaranya. "Iya?" Catherine masih berpikir. Dia tidak tahu pekerjaan apa yang akan di berikan Calvin untuknya. Dia pun mengangguk dan mengiyakan perintah Calvin lalu keluar dari ruangan Calvin. Lelaki itu mendesah kasar. Tidak ada cara lain. Calvin meraih jasnya dan keluar. Dia harus menemui kakeknya. Calvin berdiri di depan lift. Dia menahan tangannya saat akan menekan tombol lift. Calvin menoleh ke arah meja Catherine dan sudah tidak melihat wanita itu ada disana. Dia mulai memperhatikan pintu tangga darurat. Tak lama dia mulai menekan tombol lift dan masuk kedalam.  ~ "Kakek, aku ingin kakek menghentikan semua kegilaan ini." Mr. Myles tersenyum dan membenarkan kacamatanya. Dia menutup buku itu lalu menatap cucunya. Calvin masih berdiri di depannya.  "Menghentikan apa, Calvin?"  Calvin mendesah kasar lalu duduk di sofa tepat di depan kakeknya. "Aku tidak ingin p*****r itu menggangguku lagi." "Siapa?" Mr. Myles pura-pura tidak tahu. "Ayolah Kek." "Kakek hanya ingin membantumu, Calvin. Kau tahu usia Kakek sudah tidak muda lagi. Jadi kau harus cepat menikah." "Menikah itu hal yang gampang. Kakek tidak perlu terus menerus memperkenalkanku dengan wanita-wanita tidak jelas itu." "Kau cerewet di depan kakekmu tapi kau berubah menjadi patung di depan orang lain." Calvin diam seketika. Dia memutar bola matanya merasa kesal dengan kakeknya. Mr. Myles kembali tersenyum dan membuka buku yang ada di tangannya.  "Aku sudah punya kekasih. Jadi mulai sekarang Kakek harus berhenti." "Kekasih? Sejak kapan?" tanya Mr. Myles ragu. "Sejak lama." "Siapa dia? Bagaimana dengan keluarganya?" Calvin terdiam sejenak. Dia tidak memikirkan hal itu. Sudah pasti kakeknya akan menanyakan perihal keluarganya. Sedangkan Calvin saja tidak tahu.  "Ayahnya salah satu clientku," jawab Calvin cukup lama. "Siapa namanya?" tanya Mr. Myles. Dia meletakkan buku dan menegakkan tubuhnya. Sepertinya Mr. Myles sangat tertarik dengan topik pembicaraannya dengan Calvin kali ini.  "Namanya ... " Calvin diam untuk kembali berpikir, "Ashley Grant." "Grant?" Mr. Myles menaikkan alisnya bingung. "Mr. Jorden Grant, dia salah satu pengusaha terkaya. Keluarganya baru saja pindah dari Australia. Sekarang sudah menetap disini," Calvin memgucapkannya dengan lancar tanpa menimbulkan kecurigaan kakeknya. "Kenalkan pada kakek malam ini." "Iya. Aku akan mengajaknya makan malam di tempat biasa. Tapi kakek harus berjanji tidak membawa wanita yang tidak jelas lagi atau berusaha untuk memperkenalkannya padaku." Mr. Owen Myles mengangguk, "iya. Nanti malam kau bawa dia ke restoran biasa." Calvin mengangguk dan berpamitan. Saat dia menutup ruangan tempat kakeknya berada, Calvin menghela napas lega. Setidaknya dia bisa menghentikan kegilaan itu sejenak. Dan tentu saja untuk menjauhkan Angelina darinya. Calvin tersenyum lega lalu melenggang menuju pintu depan mansion itu. Dia harus menyiapkan semuanya supaya rencananya berhasil.  ~ Calvin menyelesaikan pekerjaannya tepat pukul empat sore. Dia bersiap-siap untuk meninggalkan ruangan kerjanya. Sembari meraih jasnya, Calvin melonggarkan dasi dan melepaskan kancing lengannya. Dia menggulung lengan kemejanya sampai siku dan keluar ruangan. Calvin masuk ke dalam lift lalu turun menuju basement.  Sampainya di basement, Calvin melenggang menuju mobilnya dan masuk ke dalam. Dia mengendarai mobilnya keluar dari sana dan pergi ke suatu tempat. Dia membuat janji dengan Catherine kalau akan menjemputnya sejam lagi. Tapi, Calvin berpikir satu jam ini dia bisa gunakam untuk bernegosiasi dengannya. Catherine bukan wanita yang bakal menerima tawarannya dengan mudah. Dan Calvin sangat paham dengan hal itu.  Calvin menyalakan musik sembari mengendarai mobil. Jalanan cukup ramai di waktu sore hari seperti ini. Kalau saja Calvin mempunyai nomer telepon Catherine, itu akan sedikit memudahkannya untuk menghubungi Catherine. Dia akan memintanya nanti setelah sampai di apartemen wanita itu.  Tiga puluh menit berlalu, mobil Calvin sudah berhenti di depan gedung apartemen Catherine. Gedung itu terlihat sangat sederhana dari luar. Calvin belum berniat membuka apartemen milik Catherine atau Alexa yang berhasil dia beli. Belum waktunya. Dia akan menyerahkannya kembali setelah Catherine akan menerima kerjasama mereka. Dia yakin dengan menggunakan itu, Catherine pasti akan bersedia menerimanya. Dan ini adalah kedua kalinya wanita itu kalah atas dirinya. Calvin turun dari mobil dan masuk ke dalam apartemen itu. Dia langsung menaiki anak tangga. Calvin mendekati pintu apartemen milik Alexa dan Catherine, apartemen baru mereka. Calvin menekan bel pintu itu dan berharap supaya segera di bukakan pintunya. Calvin mengernyit karena sudah dua kali dia menekan bel pintu itu tapi belum juga di buka. Tanpa menunggu lagi, Calvin memegang knop pintu apartemen itu dan membukanya. "Tidak terkunci?" gumam Calvin bingung saat berhasil membuka pintu itu. Dia pun masuk ke dalam lalu menutupnya kembali. Calvin memperhatikan keadaan ruangan apartemen itu. Baginya ini tidak layak di jadikan tempat tinggal. Sangat sempit dan terlihat ...  "Big Boss?" Calvin menoleh ke arah pintu sebuah kamar saat mendengar seseorang memanggilnya. Dia tertegun melihat keadaan Catherine. Rambut wanita itu acak-acakan begitupun dengan pakaiannya. Make up di sekitar matanya sedikit luntur sehingga menimbulkan lingkaran hitam dan ada bekas air liur di ujung bibir sebelah kiri. Calvin hampir tidak percaya melihat keadaan Catherine dan apartemen ini. Apa baru saja terjadi gempa yang tidak dirinya ketahui? "Bagaimana bisa kau bisa ... masuk kesini?" tanya Catherine dengan nada tinggi seolah tak setuju. Catherine keluar dari kamar dan menghampiri Calvin. Dia berniat akan mengusir lelaki itu. Tapi, melihat ekspresi Calvin yang terlihat sangat terkejut membuat Catherine menghentikan langkahnya setelah jarak mereka sekitar dua meter. Calvin diam mematung dan tidak bisa mengatakan apapun sedangkan Catherine merasa bingung dan menggosokkan hidungnya. Astaga. Apa ini calon kekasihku? Kenapa dia terlihat sangat jorok dan ...  "Hei, keluar!"  Lamunan Calvin hilang seketika saat mendengar sentakan Catherine. "Dengar yah, kau memang bosku. Tapi sekarang tidak di kantor jadi kau tidak bisa menyuruhku atau melakukan apapun yang kau inginkan. Lebih baik kau keluar sekarang atau-"  Calvin mencegah langkah Catherine yang kembali mencoba mendekat ke arahnya. Dia menahannya dengan satu telapak tangan. Calvin menelan salivanya. Dia tidak sanggup jika terus berlama-lama melihat keadaan Catherine seperti sekarang ini. "Apa ini penampilanmu saat di luar kantor?"  Catherine mengernyit mendapatkan pertanyaan aneh itu. Sedetik kemudian dia tertegun. Dia baru sadar kalau dia baru saja bangun tidur karena mendengar bel pintu apartemennya berbunyi. Sekejap Catherine membelalakkan matanya menyadari keadaannya sendiri dan juga respon dari Calvin. Dia langsung menjerit dan menutup wajahnya karena malu. Tidak, bukan hanya malu tapi sangat malu. Catherine langsung berlari ke kamar dan menutup pintunya dengan keras. Meninggalkan Calvin yang masih mematung dengan tingkah wanita itu.  Di dalam kamar Catherine menyandar di dinding pintu. Dia merapikan rambutnya lalu berlari ke kamar mandi. Tubuh Catherine langsung lemas seketika melihat keadaan wajah dan rambutnya di cermin. Dia memukul kepalanya dengan keras dan terus meruntuki dirinya sendiri "Bodoh. Kenapa kau memalukan dirimu sendiri di depan musuhmu, hah? Dasar bodoh!"  ~ Sekitar hampir tiga puluh menit Catherine menghabiskan waktunya di kamar. Bukan untuk berdandan atau sejenisnya, dia hanya sedang menetralkan rasa malunya. Setelah merasa cukup, Catherine pun keluar dari kamar dan menghampiri Calvin yang masih berdiri. Catherine kembali mengernyit melihat Calvin terus saja memperhatikannya dan ruangan apartemennya bergantian. "Kenapa tidak duduk?" tanya Catherine. "Aku tidak ingin berlama-lama disini. Apa kau ... sudah siap?" Calvin bertanya dengan ragu mengingat keadaan Catherine beberapa menit yang lalu. "Siap? Siap untuk apa?" Catherine lupa kalau dengan perjanjian mereka tentang pekerjaan yang akan Catherine terima tepat jam lima sore. Calvin mendesah kasar, "ikut aku," perintahnya lalu keluar dari apartemen. Catherine tidak langsung mengikuti lelaki itu. Dia mulai menyusulnya setelah mendengar Calvin memanggilnya dengan nama aneh itu lagi-kutu kaki-dengan sangat keras dari luar. Catherine mengikuti Calvin dari belakang. Mereka menuruni anak tangga lalu keluar menuju mobil Calvin. Calvin masuk kedalam mobil diikuti dengan Catherine. Mereka duduk bersampingan di depan. "Kita mau kemana?" tanya Catherine penasaran saat Calvin mulai melajukan mobilnya. "Teather," jawab Calvin singkat. "Teather?" Catherine memekik gembira dan tersenyum senang. "Iya." Dan sedetik kemudian senyum Catherine hilang saat Calvin menjawabnya dengan nada dingin dan singkat. Catherine memperhatikan keadaan di sekitar jalan. Mereka saling diam sampai Calvin memarkirkan mobilnya di suatu tempat. Catherine mengernyit bingung saat melihat Calvin turun dari mobil. Lelaki itu mengisyaratkan Catherine untuk memgikutinya turun. Dengan rasa penasaran Catherine pun turun dari mobil dan kembali membuntuti Calvin masuk ke dalam sebuah salon.  "Dandani dia secantik mungkin. Buat semua orang tidak mengenalinya," perintah Calvin pada salah satu pelayan salon itu sembari menunjuk ke arah Catherine yang masih memasang raut kebingungan. "Baik tuan, anda bisa menunggu," jawab pelayan itu lalu menuntun Catherine untuk duduk. "Tunggu," Catherine mencegah pegawai salon itu dan menatap Calvin, "untuk apa ini semua?!" "Itu pekerjaanmu jadi turuti saja, kutu kaki." Catherine mengerjapkan matanya tak percaya. Lelaki ini terus saja memanggilnya dengan nama menyebalkan itu lagi. Sedangkan pegawai salon itu terlihat menahan tawanya. Apalagi Calvin mengatakannya dengan keras. "Iya. Aku lupa kalau kau selalu bersikap seenaknya," desis Catherine dan menajamkan tatapannya pada Calvin sebelum duduk di kursi rias. Calvin hanya diam mengabaikan ucapan Catherine. Dia yakin pasti semakin lama Catherine akan terus menolak dan tidak setuju. Terlebih ini bukan pekerjaan mudah dan Calvin tahu itu. Tapi tidak ada cara lain lagi. Sepanjang waktu terus berjalan, Calvin hanya duduk dan bermain dengan ponselnya.  "Sir," panggil pegawai salon itu setelah menyelsaikan mendandani Catherine. "Iya. Sudah selesai?" tanya Calvin dan menatap ke arah meja Catherine yang letaknya cukup jauh sehingga dia tidk bisa melihat hasil karya pegawai itu dari sini. Dia hanya bisa melihat Catherine masih duduk diam di kursinya.  "Sudah, Sir."  Calvin mengangguk dan berdiri. Dia langsung menghampiri Catherine. Namun, Catherine ikut berdiri dan menundukkan wajahnya. Calvin mengernyit karena tidak bisa melihat wajah Catherine dengan jelas. "Angkat wajahmu," perintahnya. "Nanti saja. Kau ingin apa lagi?" tanya Catherine dan memalingkan wajahnya mencoba menghindarinya dari tatapan Calvin.  Calvin semakin mendekat dan mengangkat dagu Catherine. Dia mematung seketika melihat wanita di depannya. Wanita ini terlihat sangat berbeda. Dia sangat cantik dengan riasan yang terkesan natural tapi sangat pas di wajahnya. Rambutnya yang dibuat ikal tapi rapi. Poninya yang menutupi sebagian keningnya. Sangat pas dengan wajahnya dan juga riasannya. Warna bibirnya juga sangat menggemaskan.  Catherine mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia melepaskan tangan Calvin dari wajahnya dan memalingkan wajahnya. Catherine merasa salah tingkah jika lelaki menyebalkan di depannya itu menatapnya dengan tatapan aneh itu. Calvin tersadar dari lamunannya dan berdehem. "Ikut aku," perintahnya lagi lalu keluar dari salon itu. Mereka kembali menaiki mobil menuju ke salah satu butik. Wajah Catherine sudah cantik dan wanita itu hanya perlu mengganti pakaiannya. ~ Catherine merasa kesusahan saat berjalan memasuki restoran itu. Terlebih Calvin yang berjalan dengan cepat seperti tidak mempedulikannya. Gaun yang dipilihkan lelaki itu terasa tidak nyaman ditubuh Catherine. Dia juga bingung kenapa Calvin mengajaknya ke sebuah restoran. Bukankah lelaki itu katanya akan mengajaknya pegi ke teather? "Hei, tunggu!" Catherine memanggilnya dengan nada yang sesikit di tahan supaya tidak terlalu keras. "Apa kau tiba-tiba saja berubah menjadi seekor siput? Lebih cepat jalannya, kutu kaki." "Kau pikir aku sengaja? Pakaian yang kau pilihkan ini yang membuatku tidak bisa berjalan dengan baik," gerutu Catherine. Dia sebenarnya suka dengan gaun itu, hanya saja gaun itu terlalu ketat di tubuhnya dan menahan langkah kakinya karena menutupi seluruh kakinya. Calvin memutar bola matanya. Dia akhirnya mensejajarkan langkahnya dengan Catherine. Membiarkan wanita itu mengalungkan lengannya supaya membantunya berjalan. Calvin menghentikan langkah kakinya sejenak dan memandang ke arah meja yang letaknya tak jauh darinya. Disana sudah ada kakeknya dan satu pelayan setia kakeknya. "Dengarkan aku baik-baik jika kau ingin hidupmu kembali seperti dulu. Namamu saat ini bukan Catherine Sea tapi Ashley Grant. Hanya itu saja. Kau juga jangan banyak bicara. Biarkan aku saja yang menjelaskannya pada kakek," Calvin memperingati Catherine. "Ka-kakek? Kakek siapa?" tanya Catherine bingung. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran itu. Tapi dia tidak dapat menemukan orang yang di maksud oleh Calvin. Calvin menatap Catherine sejenak lalu menggandeng wanita itu. Mereka melanjutkan langkahnya menuju ke sebuah meja. ~ TBC ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN