Bab 7 - Menunggu ke Datanganmu

1880 Kata
Bab 7 - Menunggu ke Datanganmu Menunggu kedatanganmu adalah yang setiap hari Hafidz lakukan. Sepulang kerja ia selalu mampir ke masjid tempat Habibah dulu mengisi tausiah. Rasa penasarannya dengan Habibah belum juga menghilang. Malah semakin menjadi. Setiap wanita berhijab, dalam bayangan Hafidz itu Habibah. Padahal bukan Habibah. Kali ini Hafidz harus bertemu dengan Habibah. Dia akan mencoba mendekatinya. Tentunya mendekati Habibah akan berbeda dengan mendekati perempuan biasanya. Kalau perempuan biasanya. Pendekatannya sedikit lebih mudah karena tidak ada batas yang menghalangi mereka. Berbeda dengan Habibah. Dia pasti akan sangat menjaga jarak, karena ia tidak mau bersentuhan dengan yang bukan muhrimnya. Hafidz melihat sekitarnya, interior masjidnya sangat bagus. Seperti buatan arsitek yang sudah pengalaman di bidangnya. Masjidnya terlihat lebih teduh dan sejuk. Kaligrafi yang terukir di dinding masjid membuat Hafidz terpukau. Benar-benar sangat bagus. Rumah Allah memang harus di buat senyaman mungkin, sama seperti rumah tempat tinggal kita. Hafidz melihat seorang perempuan baru saja masuk, tapi perempuan itu bercadar. Namun, dari tinggi dan postur tubuhnya sama seperti Habibah. Apa itu Habibah? Hafidz menunggu di depan masjid. Karena Ikhwan di larang masuk ke tempat akhwat. Senyum Hafidz mulai mekar. Harapannya untuk bertemu dengan Habibah tercapai juga. Semoga perempuan bercadar itu adalah Habibah. Sejam kemudian, perempuan itu keluar. Buru-buru Hafidz menghampirinya. "Assalamualaikum ukhti Habibah," sapa Hafidz ramah. "Afwan, mas. Saya Azizah bukan Habibah. Mas salah orang mungkin," sahut perempuan bercadar itu. Dari suaranya memang bukan Habibah. Itu artinya perempuan bercadar ini bukan Habibah. "Oh iya maaf, mbak. Saya kira, kamu teman saya. Maafkan saya," sesal Hafidz. Ia kecewa karena ternyata perempuan bercadar itu bukan Habibah. Harus berapa lama lagi Hafidz menunggu? Sepertinya menunggu saja tidak cukup, ia harus menanyakan keberadaan Habibah melalui ibu-ibu sekitar masjid ini. Mungkin saja ada yang mengetahui rumah Habibah. Adzan Dzuhur mulai berkumandang. Itu artinya panggilan untuk sholat Dzuhur telah tiba. Hafidz segera mengambil air wudhu, setelah itu ia menunaikan sholat Dzuhur berjamaah. Selesai menunaikan shalat Dzuhur. Hafidz mendengarkan tausiah yang di bawakan oleh Habibah. Rasanya sangat teduh mendengarnya. Suara ustadzah sangat lembut. Tema yang dibawakan ustadzah itu sangat bagus. Temanya Mecari Kesuksesan Dengan Bersedekah. Hafidz merasa sangat tertampar dengan tausiah yang Habibah bawakan. Selama ini Hafidz memang rajin beribadah. Namun, ia melupakan satu. Bersedekah, apa mungkin gara-gara tidak bersedekah usaha Hafidz tidak berkembang terus. Malah terancam bangkrut. Sepertinya Hafidz harus bersedekah karena dengan bersedekah. Rezeki akan lebih banyak mengalir. "Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 114 yang menyuruh umat muslim untuk senantiasa berbuat kebaikan salah satunya dengan bersedekah. Laa khaira fii kasiirim min najwaahum illaa man amara bisadaqatin au ma'rufin au islaahim bainan-naas, wa may yaf'al zaalikabtigaa'a mardaatillaahi fa saufa nu'tiihi ajran 'aziima." Habibah menjeda kalimatnya. "Yang artinya, Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." Ucap Habibah sangat bersemangat. Habibah harus bisa menebarkan kebaikan dari tausiah yang ia bawakan. "Bersedekah tak hanya berupa harta, tapi bisa dengan apapun seperti menolong orang lain dengan tenaga dan pikirannya, senyum, memberi nafkah keluarga, mengajarkan ilmu, berdzikir, dan lain sebagainya. Cakupan bersedekah dalam Islam itu sangat luas. Namun, agar lebih utama, harta benda yang kita miliki juga harus disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan," terus Habibah. "Allah telah menjelaskan dalam beberapa ayat mengenai sedekah. Di antaranya sebagai berikut Surat Al Baqarah ayat 177. Laisal-birra an tuwallu wujuhakum qibalal-masyriqi wal magribi wa laakinnal birra man aamana billaahi wal yaumil aakhiri wal malaa'ikati wal kitaabi wan nabiyyiin, wa aatal maala 'alaa hubbihii zawil qurbaa wal yataamaa wal masaakiina wabnas sabiili was saa'iliina wa fir riqaab, wa aqaamas-salaata wa aatazczakaah, wal-mufuna bi'ahdihim izaa 'aahadu, was-saabiriina fil ba'saa'i wad-darraa'i wa hiinal-ba's, ulaa'ikallaziina sadaqu, wa ulaa'ika humul muttaqun." "Yang artinya bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." "Yaa ayyuhallaziina aamanuu anfiqu mimmaa razaqnaakum ming qabli ay ya'tiya yaumul laa bai'un fiihi wa laa khullatuw wa laa syafaa'ah, wal-kaafiruna humuz-zaalimun," Habibah menyampaikan ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan keutamaan bersedekah. "Artinya Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. Qura'an Surat Al Baqarah ayat 274." "Allaziina yunfiquna amwaalahum bil-laili wan-nahaari sirraw wa 'alaaniyatan fa lahum ajruhum 'inda rabbihim, wa laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanun. Artinya Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." Habibah sudah mantap dengan tema yang ia bawakan sekarang. Habibah juga sudah menguasai tema ini. "Keutamaan sedekah, bersedekah tidak akan mengurangi rezeki. Jika kita melakukan sedekah, hal tersebut tidak akan mengurangi harta atau rezeki kita. Justru Allah akan menggantinya dengan rezeki yang sebaik-baiknya. Seperti dalam firman Allah pada Alquran surat Saba ayat 39 yang berbunyi. Qul inna rabbii yabsutur-rizqa limay yasyaa'u min 'ibaadihii wa yaqdiru lah, wa maa anfaqtum min syai'in fa huwa yukhlifuh, wa huwa khairur raaziqiin. Artinya : Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." Ayat demi ayat yang Habibah sampaikan begitu menyentuh hati Haifdz. Hafidz langsung ke luar masjid. Penasaran dengan Ustadzah yang bertausiah sekarang. Ternyata ustadzahnya masih sangat muda. Sepertinya usianya tidak jauh berbeda dengan Hafidz. Hafidz mendengarkan tausiah itu sampai selesai di luar mesjid. Dia masih penasaran dengan nama ustadzah yang membuat hatinya bergetar. Parasnya begitu cantik. Di usianya yang sangat muda. Ustadzah itu sudah bisa membawakan tema yang membuat orang menjadi bergetar hatinya. Siapa gerangan nama ustadzah itu. Hafidz harus tahu siapa dia. Bidadari masjid yang sangat menyentuhnya. Rasa lelahnya seketika hilang, hatinya tentram dan damai. Hafidz terus terbayang Habibah yang sedang bertausiah. Sudah sebulan ia menunggu kedatangan Habibah di masjid ini. Katanya harusnya Habibah selalu mengisi tausiah setiap sebulan sekali, di Minggu kedua. Namun, kemarin Habibah berhalangan tidak bisa mengisi tausiah. Saat di tanya rumah Habibah di mana. Ibu-ibu di sana tidak ada yang bisa menjawabnya. Karena memang Habibah sedikit tertutup. Ia tidak memberitahukan alamat rumahnya pada sembarangan orang. Ada salah satu ibu-ibu yang memberi tahu Hafidz. Coba bertanya pada sahabatnya Habibah. Namanya Hanifah. Ia selalu hadir dalam acara tausiah setiap minggunya. Katanya Minggu depan ada tausiah lagi. Ibu itu akan menunjukan yang mana yang namanya Hanifah. Semoga saja ini setitik cahaya yang bisa mempertemukan Habibah dan Hafidz. Memang kalau jodoh tidak akan kemana. Namun, Hafidz harus berjuang dulu sampai berjodoh. Kalau memang sudah berjuang tetap bukan jodohnya. Ya sudah, Hafidz bisa apa? Ia akan pasrah saja. Hafidz yakin, Allah akan memberikan jodoh lebih baik dari itu. ********* Sore ini sepulang kerja, Afifah datang ke rumah Habibah. Ia sangat mencemaskan Habibah. Karena katanya Habibah sakit sudah tiga hari ini. Semoga saja hanya penyakit biasa yang tidak membahayakan. "Eh, Afifah sudah lama umi tidak melihat kamu. Kamu sibuk ya?" Tanya umi Abidah. Dulu saat kuliah Hanifah hampir tiap hari ke rumah Habibah. Mengerjakan tugas, mengaji bareng dan hanya sekadar bermain atau bercanda saja bersama Habibah. "Iya, umi. Tempat kerja Afifah sangat ketat. Karyawan baru terus di pantau. Tidak seperti perusahaan tempat kerja Habibah. Sangat menyenangkan sepertinya," jawab Afifah. "Afifah, setiap pekerjaan itu punya resiko dan tingkat kesulitan masing-masing. Di manapun itu tempat kerjanya. Kita sering lihat tempat kerja teman kita lebih enak dan nyaman dari tempat kerja kita. Itu belum tentu, siapa tahu teman kamu juga mendambakan kerja di tempat kamu bekerja. Jadi tidak semua yang terlihat bagus di mata kita. Itu bagus. Kita harus fokus dengan apa yang sedang kita kerjakan, jangan sampai itu menjadi penghalang karena kita iri pada teman kita," nasihat umi Abidah. "Iya umi, terimakasih nasihatnya. Oh iya, bagaimana kondisi Habibah sekarang? Tiga hari ini ponselnya mati. Aku juga tahu dari umi kalau Habibah sakit. Habibah sakit apa umi?" Rempet Afifah khawatir. "Gejala tipes sih, kalau kata dokter. Harusnya di rawat di rumah saki, tapi Habibah tidak mau. Lebih memilih istirahat total saja di rumah," sahut umi Abidah. "Afifah boleh nengok Habibah umi?" "Tentu, Habibah ada di kamarnya. Kamu ke kamarnya saja. Biasanya jam segini Habibah lagi baca buku," ujar umi Abidah. Bisa-bisanya sedang sakit masih sempat membaca buku. Habibah memang bukan tipe orang yang bermalas-malasan. Meskipun sakit, harus ada ilmu yang ia serap. Afifah berjalan menuju kamar Habibah. Ia mengetuk kamar Habibah. "Assalamualaikum, Habibah ini aku Afifah," ucap Afifah. "Wa'alaikumussalam, masuk saja Afifah," sahut Habibah. Afifah langsung membuka pintu kamar Habibah. Ternyata benar kata umi Abidah, Habibah sedang membaca buku. "Habibah, Habibah, bukannya istirahat malah baca buku. Allah itu kasih kamu sakit supaya kamu bisa istirahat, kamu masih terus aja bandel," omel Afifah. Habibah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. "Membaca buku tidak membuat aku lelah, Afifah. Aku bosan seharian di rumah. Karena memang harus istirahat total. Setidaknya dengan membaca buku aku bisa menambah sedikit wawasan. Agar otak tidak beku, karena kelamaan di rumah." Bisa saja nih Habibah menjawabnya. "Iya juga sih. Kata umi kamu kena tipes? Kenapa enggak di rawat aja sih?" Tanya Afifah. "Enggak, di rumah sakit banyak orang. Lebih nyaman di rumah, kata dokter asal aku istirahat total dan minum obat dari dokter. Aku pasti sembuh kok. Selagi masih bisa di rawat di rumah. Aku mendingan di rawat di rumah," ucap Habibah. Karena di rumah sakit ruang bergeraknya terbatas. Belum lagi kalau ada perawat lelaki yang mengecek kondisinya atau dokter lelaki. Habibah tidak mau, Inssya Allah rawat jalan di rumah juga akan sembuh. "Ustazah Aisyah nanyain kamu, kemarin tausiahnya beliau yang menggantikan. Karena kamubsulit di hubungi. Aku menghubungi umi," lapor Afifah. "Astaghfirullah, aku sampai lupa isi tausiah. Kemarin aku benar-benar dengan demam tinggi. Aku matikan ponsel karena tidak mau di ganggu dulu. Ternyata Minggu kemarin jadwal aku tausiah ya, duh maaf yah Afifah. Umi juga enggak bilang apa-apa sama aku," sesal Habibah. "Enggak apa-apa. Umi enggak bilang mungkin karena kamu lagi sakit. Umi mau kamu fokus istirahat, agar kamu lekas sembuh," ucap Afifah bijaksana. Afifah memang Sabahat Habibah yang paling mengerti dan baik pada Habibah. Semoga saja persahabatan mereka terus terjalin hingga tua nanti. Karena biasanya kalau diantara mereka sudah menikah. Hubungan persahabatan akan sedikit renggang, karena memiliki kesibukan masing-masing. "Makasih ya, Afifah. Nanti bulan depan biar aku yang isi lagi tausiahnya. Kamu pasti panik ya, saat aku enggak bisa di hubungi?" Afifah mengangguk. "Lain kali, apapun yang terjadi. Kamu bilang ya sama aku. Jangan buat aku panik lagi." "Siap!" Habibah hormat ala tentara mau perang. Hehe.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN