Sedikit tertarik?
Alvaro tak pernah setakut itu mengungkapkan perasaannya pada orang lain. Alvaro sering menyukai seseorang dan ia memang pernah menyukai Lu - meskipun hanya tertarik. Alvaro memiliki cinta pertama, yang masih ia ingat namanya sampai sekarang. Waktu sekolah, Alvaro menyukai beberapa temannya. Dan tak ada satu pun dari mereka - Alvaro segugup itu saat mengungkapkan perasaannya.
Padahal Alvaro tahu, ia tak hanya sedikit tertarik. Alvaro sangat tertarik pada perempuan itu. Alvaro tak tahu kapan, mungkin sejak ia pertama kali bertemu dengannya - saat ia datang ke rumah Lu pertama kalinya. Perempuan itu selalu menatapnya dengan sangat tajam - terlihat sangat membencinya - karena itu Alvaro mengingatnya. Karena seumur hidupnya, tak ada perempuan yang tak menyukainya - bahkan anak SMA sekalipun.
Jadi, kenapa perempuan itu membencinya? Awalnya Alvaro tak tahu. Tapi sejak makan malam perusahaan tiga hari yang lalu, Alvaro mulai mengerti. Alvaro mengerti kenapa Natali bisa sangat membencinya.
Tapi Alvaro tak bisa berhenti tertarik pada perempuan itu. Dua tahun menikah dengan Lu, Alvaro tak pernah bertemu dengan Natali. Perempuan itu hanya hadir dalam pesta pernikahannya. Ikut berfoto sebentar, lalu pergi entah kenapa. Alvaro tahu ia datang ke pesta, tapi Alvaro tak menemukannya dimanapun. Seperti Natali memang sengaja menghindar darinya.
Alvaro pernah bertanya kepada Lu, kenapa Natali tak pernah ada di rumah saat mereka berkunjung dan Lu berkata kalau perempuan itu sekolah di luar negeri. Entah kenapa, Alvaro merasa sedih karena tak bisa bertemu dengan gadis kecil itu lagi. Tapi rasa sedih itu hanya sebentar, Alvaro bisa melupakan perempuan itu. Bahkan mereka hanya pernah berbicara berdua satu kali - bagi Alvaro tak sulit untuk melupakan Natali. Karena sejatinya - Alvaro tak pernah mengenalnya.
Hingga pagi hari itu, ketika Riyan berkata bahwa mereka akan mengakuisasi Theriso Law Firm, Alvaro melihat nama Natali berada di daftar karyawan yang akan dipindahkan ke perusahaannya.
Alvaro tak pernah percaya dengan takdir, tapi itulah yang ia percayai sekarang. Pertemuannya pagi itu dengan Natali mengubah semua pikiran Alvaro tentang perempuan itu.
Bayangan Alvaro tentang gadis kecil itu - hilang sepenuhnya. Natali tentu saja bukan gadis kecil. Meskipun tubuhnya lebih pendek daripada Lu, tapi perempuan itu tetap memiliki tubuh yang sangat indah. Apalagi saat Natali menggunakan high-heels hitam seperti pagi itu. Alvaro hampir saja tak bisa mengeluarkan suara. Seperti laki-laki pengecut yang tak berani mendekati perempuan yang ia sukai. Alvaro persis merasa seperti itu.
Hal yang tak Alvaro duga adalah - perempuan itu, masih menatapnya persis dengan enam tahun yang lalu. Kebencian yang sama - dan ketajaman yang sama. Membuat Alvaro semakin ingin tahu, apa yang sebenarnya perempuan itu pikirkan tentangnya.
"Terdakwa telah mencuri uang sumbangan di Yayasan Terang senilai 100 ribu dollar, merencanakan pencurian itu sejak tiga bulan yang lalu dan melakukan penyerangan pada polisi saat tertangkap basah dua hari yang lalu. Terdakwa sudah mengakui kejahatannya dan membenarkan semua dakwaan. Karena itu, terdakwa akan dijatuhi hukuman enam tahun penjara," kata jaksa di persidangan itu.
Alvaro memiliki firma hukum terbesar di Inggris, tapi ia jarang sekali menghadiri persidangan. Alvaro lulus dari sekolah hukum terbaik di Inggris, tapi ia jarang sekali membela orang di persidangan. Alvaro lebih sering berkutat pada manajemen perusahaan, makan malam bersama pejabat dan pengusaha-pengusaha terbaik di Inggris yang selalu menjadi kliennya. Waktunya, tentu saja sangat padat dan Alvaro kadang tak bisa tidur seharian. Tapi hari ini, Alvaro menyempatkan tiga jam waktunya untuk melihat perempuan itu.
Bukan. Bukan hanya tiga jam.
Tapi Alvaro menyempatkan puluhan jam dalam seminggu ini hanya untuk memikirkan perempuan itu.
Perempuan yang kini berdiri setelah dipersilakan hakim. Perempuan yang terlihat sangat cantik, pintar, dan menawan. Perempuan yang terlihat berbeda dengan perempuan lain di mata Alvaro.
"Enam tahun itu - terlalu berlebihan untuk wanita tua seperti Ibu Ennola. Ibu Ennola menghabiskan waktu menjual koran di jalan, hidup di panti asuhan dan menikah dengan seorang pria biasa, yang tinggal di rumah yang juga biasa. Suaminya meninggal bahkan sebelum ia memiliki anak. Karena tak ada yang ia hidupi, Ibu Ennola menghabiskan uangnya untuk menyumbang ke Yayasan Terang, yayasan yang ia tahu membantu panti asuhannya puluhan tahun. Ibu Ennola menyumbang selama 30 tahun - setiap bulan, hampir setengah dari penghasilannya menjual koran. Lalu -"
Natali menoleh pada hakim di depannya. "Dua puluh tahun yang lalu, pemimpin yayasan terungkap melakukan korupsi pada uang sumbangan senilai dua ratus juta dollar. Orang itu hanya dipenjara selama dua bulan dan kini dibiarkan mengelola yayasan lagi - hanya karena dia berasal dari keluarga salah satu konglomerat di negeri ini. Sedangkan Ibu Ennola, yang 40 tahun memberikan hasil dari kerja kerasnya - tak mendapatkan ganti apapun. Uangnya, tak sepeserpun masuk ke panti asuhan tempatnya dibesarkan - sepeserpun -"
" Lalu ketika Ibu Ennola mengetahui panti asuhan tempat tinggalnya dulu akan digusur oleh Yayasan Terang, ia meminta polisi untuk menyelidiki, tapi tak ada seorang pun yang mendengarkannya. Lima tahun ia menunggu, tapi tak ada kejelasan, hingga panti asuhannya benar-benar digusur. Panti asuhan itu adalah satu-satunya tempat ia berasal dan keluarganya. Apa menurut kalian, Ibu Ennola pantas dihukum selama enam tahun di umurnya yang hampir 65 tahun sekarang - hanya karena mencuri 100 ribu dollar dari orang yang menelan habis kerja kerasnya selama 40 tahun? Dari orang yang terbukti menggunakan uang sumbangan untuk kepentingan pribadi, tapi tak pernah tersentuh oleh hukum? Coba kalian pikirkan kembali, sebagai manusia, dan tentu saja - sebagai orang yang memiliki hati."
Natali mengambil sebuah surat dan memberikannya pada hakim. "Ibu Ennola sudah mengakui kejahatannya dan polisi yang ia serang hanya terluka sedikit. Polisi itu memberikan surat pernyataan bahwa ia tak mau dirinya memberatkan hukuman Ibu Ennola. Jadi, Yang Mulia, saya mohon untuk mengurangi hukuman wanita tua yang tak beruntung ini," kata Natali sambil menundukkan kepalanya.
Natali mengakhiri pembelaannya dan kembali ke tempat duduknya. Perempuan itu menatap lembut Ibu Ennola yang duduk di sampingnya. Melihatnya dengan senyuman menenangkan - yang bahkan bisa menenangkan Alvaro yang hanya melihatnya dari kejauhan. Sambil menunggu keputusan hakim, Natali melihat kursi ruang persidangan dan menemukan Alvaro yang duduk di kursi paling belakang. Alvaro tersenyum pada perempuan itu, memberitahunya bahwa Natali telah melakukan hal yang hebat, tapi tak ada perubahan dalam wajah Natali. Perempuan itu tetap datar - menatap Alvaro dengan datar.
****
Alvaro menunggu Natali keluar dari ruang persidangan. Sedikit sedih karena tak banyak yang tertarik dengan kasus seperti itu. Padahal jika sidang perceraian artis, pejabat, atau pengusaha terkenal, bangku penonton akan penuh. Bahkan para wartawan akan memenuhi ruang tunggu. Tapi sidang kali ini, hanya didatangi tak lebih dari sepuluh orang. Salah satunya adalah Alvaro.
Alvaro segera berdiri ketika melihat Natali keluar. Perempuan itu hanya meliriknya kecil dan berjalan cepat menuju lift. Alvaro berusaha keras menyamai langkahnya.
"Kau sangat keren hari ini," kata Alvaro.
"Kau sangat kurang kerjaan ya hari ini?" kata Natali sinis.
Alvaro tersenyum kecil. "Aku ada pertemuan dengan Jaksa Agung. Aku tak sengaja melihat daftar sidang dan menemukan namamu," kata Alvaro.
Natali masuk ke lift, sedikit kesal karena lift hanya berisi mereka berdua. "Aku melihatmu mengikuti persidanganku dari pagi. Tak mungkin itu hanya kebetulan. Apa kau menguntitku?" tanya Natali.
Tawa Alvaro terdengar ke seluruh lift. "Aku ketahuan. Sebenarnya aku memang ingin melihatmu. Aku bertanya pada Brigita dan dia bilang kau ada sidang di sini. Tapi aku benar-benar bertemu dengan Jaksa Agung tadi. Soal itu aku tak berbohong, Natali," kata Alvaro.
"Aku tak peduli kau bertemu dengan Jaksa Agung." Natali menatap tajam Alvaro. "Tapi kenapa kau bertanya kepada Brigita? Kau ingin menunjukkan ke semua orang kalau kau ingin datang ke sidangku?"
"Aku hanya tak tahu harus bertanya ke siapa lagi, Natali."
"Dengar, aku menerima permintaan sidang ini bukan dari perusahaan, tapi dari kenalanku. Aku ke sini dengan namaku pribadi dan tak ada urusannya dengan Alejandra Law Firm. Aku tahu ini salah - tapi aku memiliki hak untuk membela orang yang ingin aku bela. Jadi, apa kau ke sini karena keberatan aku mengambil klien di luar perusahaan?" tanya Natali.
Alvaro menggeleng, "Tidak sama sekali."
"Bagus. Kalau begitu, aku pikir tak ada masalah."
Natali keluar ketika pintu lift terbuka. Perempuan itu melewati Alvaro. Laki-laki itu pun segera menyusul Natali. Mendapati perempuan itu berhenti di depan lobi dan di depannya berdiri seorang laki-laki berjas hitam dengan rambut pirang dan kacamata hitam. Alvaro tak asing dengan laki-laki itu. Tapi tak begitu mengingatnya karena wajahnya tertutupi kacamata. Dengan cepat, Alvaro berdiri di samping Natali dan laki-laki pirang itu menoleh pada Alvaro cukup lama. Alvaro yakin di balik kacamatanya itu, laki-laki pirang itu tengah menatapnya tajam.
Laki-laki pirang itu menghadap pada Natali. "Kau memilih lawan yang salah hari ini, Natalina," kata laki-laki dengan suara beratnya.
Entah kenapa, Alvaro merasa tak suka dengan laki-laki pirang itu, apalagi dengan nada kasarnya saat berbicarq dengan Natali - dan pada bagaimana laki-laki itu memanggil Natalina.
"Aku tak pernah memilih lawan. Aku hanya melakukan apa yang kupikir benar," kata Natali dengan wajah datarnya.
Laki-laki itu melangkah mendekati Natali, lalu meraih lehernya dengan tangan kanannya. Alvaro baru saja akan menghajarnya ketika Natali menahan tangannya.
Laki-laki pirang itu tersenyum kecil dan berkata, "Sudah kubilang, aku tak akan tinggal diam jika kau mengusik keluargaku. Meskipun itu kau sekalipun - aku akan menghancurkanmu," katanya sambil menekan leher Natali.
Alvaro tak bisa menahan amarahnya dan mendorong laki-laki itu. "Apa maksudmu, Berengsek? Apa hubunganmu dengan Natali?!" tanya Alvaro dengan wajah menakutkan.
"Jangan ikut campur, Alejandra!" ujar laki-laki itu.
Alvaro tak tahu darimana laki-laki itu mengetahui namanya. Tapi ia tak peduli. Alvaro terus mendorong laki-laki itu hingga membentur dinding di belakangnya. Saat laki-laki pirang itu hampir membalas Alvaro, Natali menengahi mereka dan menatap tajam dua laki-laki itu.
"Hentikan tindakan bodoh kalian!" Natali menatap Alvaro dan mendorong laki-laki itu menjauh. "Dan jangan ikut campur urusanku, Alvaro," kata perempuan itu lalu berjalan cepat meninggalkan dua laki-laki itu.
Alvaro merapikan kemejanya, lalu menyusul Natali. Meninggalkan laki-laki pirang yang sudut bibirnya terluka karenanya. Alvaro melihat Natali berjalan cepat keluar lobi dan mencoba mendapatkan taksi. Tapi Alvaro menarik tangannya menuju parkiran dan memaksa Natali masuk ke mobilnya.
"Siapa laki-laki tadi?" tanya Alvaro sambil memasangkan sabuk pengaman Natali.
Namun Natali mendorong tangan Alvaro. "Aku akan naik taksi," katanya sambil berusaha membuka pintu mobil - yang sia-sia karena Alvaro telah menguncinya.
"Jangan melawanku, Natali! Kali ini saja, ikuti permintaanku!" Alvaro mendorong Natali kembali bersandar ke kursinya dan memasangkan sabuk pengamannya. "Siapa laki-laki tadi?" tanya Alvaro lagi.
"Kau tak perlu tahu. Dia bukan siapa-siapa," lirih Natali.
"Bukan siapa-siapa, tapi seperti ingin membunuhmu tadi. Sialan, siapa dia, Natali? Apa sebenarnya yang kau lakukan hingga membuat masalah dengannya?" tanya Alvaro dengan penasaran.
"Kalau kau ingin mengantarku, berhentilah berbicara padaku dan cepat nyalakan mobilmu, Alvaro," kata Natali.
Alvaro tak menanggapi Natali dan terfokus pada pikirannya. Laki-laki pirang itu sungguh tak asing baginya. Laki-laki pirang - berkacamata dan memiliki nada suara yang menyebalkan. Alvaro mengingatnya - tentu saja laki-laki itu mengenali Alvaro - karena laki-laki itu adalah langganan VVIP Raven Bar dan salah satu klien terbedar Alejandra Law Firm.
Anak bungsu keluarga Zerach - yang terkenal kasar seantero negeri - Zion Zerach.
Kenapa Natali bisa berurusan dengan laki-laki seperti itu?
Saat Alvaro memegang setir mobilnya, laki-laki itu teringat sesuatu dan menatap Natali dengan kening berkerut.
"Jangan bilang, kalau Yayasan Terang itu adalah salah satu milik keluarga Zerach? Jangan bilang kalau pemilik yayasan korupsi yang kau sebut tadi adalah Gery Zerach?" tanya Alvaro.
Natali hanya mengangguk kecil. "Memangnya kenapa?" tanya Natali dengan wajah polos.
Alvaro memukul setirnya dengan kasar. "Pantas saja Zion ingin membunuhmu. Kau baru saja membuat ayahnya diselidiki kembali, Natali! Kau mengungkit kasus yang lima tahun lalu diturupi keluarga Zerach rapat-rapat. Apa yang kau pikirkan? Kau tak mengenal Zion Zerach?" tanya Alvaro.
Natali hanya mengedikkan bahu. "Aku mengenalnya - cukup baik," kata Natali.
"Kau mengenalnya! Kau harusnya tahu orang seperti apa dirinya! Lalu kenapa kau tetap mencari masalah dengannya?" tanya Alvaro.
Natali menatap Alvaro. "Bagimu, apa itu hukum, Alvaro?" tanya Natali.
Melihat Alvaro tak menjawab, Natali tersenyum kecil. "Mungkin bagi orang sepertimu dan keluargamu, hukum hanyalah bisnis. Hanya salah satu cara untuk menghasilkan uang. Aku tak menyalahkan itu. Bermain hukum dan uang dengan orang-orang kaya? Itu sungguh menyenangkan, karena itu aku mendaftar ke firma hukum yang mendapat klien orang-orang besar. Karena aku tahu, meskipun bukan karena aku, mereka akan tetap mendapat pengacara handal dan berhasil menang di persidangan. Aku bukan orang baik - hukum bagiku, juga salah satu caraku menghasilkan uang untuk keluargaku-"
"Tapi hanya kadang- kadang sekali, aku juga ingin membantu seseorang dengan hukum yang aku kuasai itu. Aku juga ingin menjadi manusia yang baik - menolong orang yang benar-benar putus asa seperti klienku tadi. Dan itu bukan karena uang - tapi karena aku ingin membantunya." Natali menelan ludahnya. "Kau bertanya apa aku tidak takut dengan keluarga Zerach?"
Natali menjawab pertanyaannya sendiri. "Aku takut. Aku tahu meskipun aku benar dan mereka yang salah, aku tak memiliki kekuatan untuk melawan mereka." Natali memandang lurus melewati kaca mobilnya. "Aku hanya merasa perlu melakukan ini, agar aku tak membenci diriku sendiri, karena terus membela orang-orang yang kutahu salah," kata Natali.
Alvaro tak bisa berkata apa-apa. Menyelami pikiran perempuan di depannya itu - yang tak pernah ia duga sebelumnya. Perempuan itu - membuat Alvaro yakin sekali lagi - bahwa ia tak hanya tertarik dengan penampilan luarnya, tapi juga karena hati dan pikirannya.
"Aku harap kau mau memahami apa yang aku katakan. Meskipun kau tak harus melakukannya, karena kau tak mungkin menjadi pengacara biasa sepertiku," kata Natali tanpa menatap Alvaro.
Sekali lagi - Alvaro jatuh pada pesona seorang Natalina Tjandrawinata.