Paksaan Ayah

1287 Kata
“Apa? tidak ingin menikah dengan Regina, katamu? Kau punya kekasih dan mencintai kekasihmu? Kenapa kau baru mengatakan hal itu sekarang? setelah semua fasilitas mewah yang kau raskan ini. Ingat, semua ini hanya pinjaman yang sewaktu-waktu akan hilang. Apa kau yakin bisa bertahan hidup miskin?!” Roland tidak menjawab ia hanya tertunduk. Jika ayahnya sudah membahas tentang kemiskinan dan hidup susah, Roland pasti tidak akan bisa berkutik. Alasan ia menerima perjodohan itu adalah karena tidak ingin menjalani hidup miskin. Tapi sekarang, karena terbawa perasaan dan rasa cintanya yang besar terhadap kekasihnya, ia bahkan berani menetang perjanjian yang sudah ia sepakati. “Jawab!” bentak sang ayah. Roland tersentak mendengar suara keras ayahnya yang penuh emosi. Ia tidak tahu harus menjawab apa, karena jika dibandingkan keinginannya untuk mempertahankan kekasih dengan kemewahan yang ia miliki, ia masih memilih kemewahan. “Ma-maafkan aku, Pa. Aku tadi hanya asal bicara. Baiklah, aku akan menghubungi Regina sekarang,” ucap Roland akhirnya menyerah. Ia pun langsung menekan nomor kontak Regina. Setelah menunggu beberapa lama, telepon akhirnya tersambung. “Halo…” sapa suara Regina di seberang sana. Roland melirik ayahnya yang masih berdiri tidak jauh dari tempatnya lalu menjawab sapaan Regina sambil melagkah menjauh. “Ha-halo, kau sudah sampai rumah?” tanya Roland dengan sangat terpaksa. Sampai kapan ia harus melakukan kebohongan yang memuakkan ini? “Iya kenapa kau mau tahu? kau terpaksa menelpon karena disuruh ayahmu kan? beritahu beliau kalau aku baik-baik saja. Jadi jangan pernah menghubungiku lagi seperti ini!” Baru Roladn akan menjawab, sambungan telepon sudah terputus. ”Sial.. main putus aja. Memangnya aku sudi menelponnya? pede sekali dia, Hah…!” gerutunya kesal. Setelah menormalkan perasaannya, Roland pun melangkah menghampiri ayahnya. “Aku sudah menghubunginya, dia sudah ada di rumah,” ucap Roland. Sang ayah menatap Roland dengan tajam, pria itu lalu menghampiri putranya. “Kau ingat ini baik-baik, jika sekali lagi kau mengatakan hal seperti tadi, dan membuat malu keluarga kita, Papa tidak akan segang-segan mengusirmu dari rumah dan menyita semua fasilitas mewah yang kau rasakan sekarang, jadi jaga sikapmu!” Setelah mengatakan itu, ayah Roland langsung melangkah pergi meninggalkan Roland yang diselimuti oleh perasan gudah gulana. Regina yang baru ingin memejamkan matanya jadi terganggu karean tiba-tiba musuhnya itu menelpon dan menanyakan keberadaannya. Sejak kapan orang itu perhatian seperti itu? ini sudah pasti karena perintah orang tuanya. Regina kembali merebahkan tubuhnya dan menghela nafas, sebenarnya apa yang orang tua mereka harapakan dengan perjodohan ini? Kenapa mereka tidak mau mengerti kalau ini semua akan sia-sia. Roland memiliki kekasih dan ia sendiri juga tidak pernah berpikir ingin menikah. Mereka hanya semakin mempersulit kehidupannyaal dan Roland. Buat apa menyatukan air dengan minyak kalau pada akhirnya kita tahu kalau keduanya tidak akan pernah bisa menyatu, ia dan Roland bagai air dan minyak yang dipaksakan untuk menyatu, tidak mungkin akan menyatu. “Hah… lupakan saja.” Regina menjadi stress memikirkannya. Ia kembali memejamkan matanya dan akhirnya ia tertidur. Regina membuka mata setelah cahaya pagi masuk dan menyinari seluruh ruangan. Hari ini ia tidak berniat untuk keluar rumah. seperti yang di katakan Vina, semua orang pasti akan penasaran terhadapnya, sehingga akan sangat berbahaya jika ia bepergian. Ia juga sengaja tidak ingin membuka media sosialnya karena ia tahu sudah pasti akan ada banyak hal-hal baru yang akan ia lihat di sana setelah berita tentang pertunangannya tersebar. Tapi kerean penasaran, Regina berniat mengintip sedikit saja, ia ingin tahu seberapa hebohnya pemberitaan itu. “Ok, apa pun yang terjadi, aku harus siap. Huh…” gadis itu mengehembuskan nafas panjang lalu mulai membuka laman salah satu sosial medianya. Benar saja, barus aja ia online, serbuan pesan satu persatu masuk dan memenuhi inboxnya. “Hah…! biasannya gak sebanyak ini, apa separah inikah?” buka gak ya, tapi bagaimana kalau isinya semua bullyan? Sepertinya mentalku beum siap dengan serangan nitizen. Tapi aku penasaran, hmm…” Regina tampak berpikir. Setelah beberapa lama, ia pun memutuskan untuk membuka semua pesan itu. Akan tetapi belum sempat ia membuka semua pesannya, ponselnya berdering. “Vina?” gumannya sebelum mengangkat panggilan telepon. “Halo Vina, kau udahh di kampus?”sapa Regina. “Halo, iya. Kau masih di rumah kan, gak ke kampus?” tanya Vina. “Iya, ini aku baru bangun, emang kenapa? kau sudah di kampus?” tany Regina. “Ah, syukurlah kalau begitu. Iya ini aku udah di depan gerbang mau masuk, tapi kau tahu tidak, di sini ada banyak wartawan. Aku sampai kesulitan masuk karena mereka berkumpul di depan pagar. Karean jumlahnya banyak dan mengganggu, mereka tidak dibiarkan masuk oleh satpam. Untung kau gak datang, aku menelponmu untuk memastikan saja, kau benar tidak datang atau malah nekat. Untunglah kau masih di rumah,” terang Vina. “Yang bener, seheboh itu mereka? aku benar-benar gak nyangka,” ucap Regina terkejut. “Iya, kau pikir apa? kamu itu sekarang sudah terkenal. Tapi tidak perlu khawatir, selama tidak keluar kau masih aman untuk semenmtara waktu. Ya sudah aku matikan dulu, ya. Jangan khawatir. Aku akan kirim semua materi kuliah hari ini,” ucap Vina sebelum memutuskan sambungan telepon. “Hah… kenapa semuanya semakin rumit begini?” Reina pun bangkit dari rebahnya lalu berjalan masuk ke kamar mandi. Regina keluar menggunakan pakaian kimino mandi dengan rambut basah yang tergirai, tiba-tiba pintu kamar di ketuk. “Non, Regi…” “Iya, masuk,” serunya sambil mengeringkan rambutnya engan hair dryer. Pintu terbuka dan seorang pelayan wanita masuk. “Ada apa?” tanyanya. “Tuan menunggu Nona di meja makan,” ucap pelayan itu. “Oh, baiklah. Bilang sama Papa, sebentar lagi aku turun,” ucapnya. “Baik, non. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu kemudian keluar dari kamar dan kembali menutup pintu. Regina berjalan menuruni tangga, Ia tersenyum melihat ayahnya yang sudah menunggunya di meja makan. “Pagi, Papa,” sapanya sambil mencium pipi ayahnya. “Pagi sayang, loh kamu gak kuliah hari ini?” tanya ayahnya. “Gak dulu deh, Pa. di luar kan sedang hebohgara-gara berita pertungan itu tersebar,” ucap Regina sambil duduk di hadapan ayahnya. “Hmm, begitulah situasinya sekarang. Makanya Papa panggil kamu untuk membicarakan hal ini. Papa sudah prediksi kejadiannya akan seperti ini. Karena itulah Papa ingin mengadakan konferensi pers untuk mengklarifikasi kehebohan berita yang simpang siur. Jadi kau dan Roland harus bersiap. Papa sudah menyiapkan semuanya, besok komperensi pers akan di adakan dan semua wartawan yang di undang akan datang. Di sana Papa akan menjelaskan semuanya, dan kalian berdua akan muncul di depan publik sebagai pasangan. Ini juga baik untuk memperjelas hubungan kalian,” terag ayahnya. “Apa? kenapa mendadak begini, pa?” tanya Regina. Ia tidak menyangka jika ayahnya sampai akan menggelar konferensi pers untuk masalah ini. “Ini penting sayang, karena Roland ternyata sudah memiliki kekasih. jika Papa tidak mengendalikan semua pemberitaan yang sedang menjalar tidak terkendali, pengaruhnya akan besar. Hubungan Roladn dan kekasihnya itu akan dihentikan agar kalian bisa fokus satu sama lain!” ucap tuan Agata dengan penuh keseriusannya. “Tapi Papa, mereka tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan cara itu. Tidak adil bagi mereka, bagaimana pun mereka saling mencintai dan cinta tidak bisa hilang dengan hal seperti itu. Kenapa papa bisa sampia tidak berperasaan seperti ini? Pah, apa untungnya Papa memaksakan hubungan kami? ini tidak akan berjalan baik. Roland tidak menyukaiku dan sampai kapan pun tidak akan pernah menyukaiku, bahkan jika dia tidak memiliki kekasih sekalipun. Apalagi ternyata dia memiliki orang yang ia cintai. Semua ini justru akan membuat kami semakin menderita.” Regina mulai berani mengungkapakan ketidaksetujuannya terhadap rencana ayahnya itu. “Roland telah menutuskan untuk menyetujui perjodohan ini sejak awal, berarti ia tidak dipaksa. Dan Papa yakin, ia pasti tetap akan memilihmu dari pada kekasihnya itu jika diberikan pilihan, kau tenang saja sayang.” Sang ayah meyakinkan Regina. “Lalu bagiamana dengan keinginnaku sendiri, Pa? apakah Papa tidak pernah peduli dengan perasaanku?”

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN