Hari Baru

733 Kata
25 Juli 2016 "Ayah, ibu, apakah ayah dan ibu ada di sini? Ayaahh!! Ibuu!!" Kenapa semua ruangan ini kosong? Kenapa aku hanya berdiri di ruangan kosong seperti ini? Rasanya hampa, terlalu hampa. Ayah, ibu, aku tidak ingin sendi... Ntah kenapa bangun tidur pagi ini kepalaku terasa sangat berat. Aku tidak mengalami luka fisik sama sekali, tetapi rasanya badanku seperti hancur. Tiga hari sudah kejadian itu berlangsung, tetapi rasanya baru beberapa menit yang lalu hal itu terjadi. Hari ini aku meminta paman Juli untuk mengantarkanku ke dokter. Aku merasa tidak baik-baik saja. Ada satu hal yang aku lupa ceritakan kemarin. Mungkin karena efek kelelahan dan kondisi pikiranku yang sedang buruk sehingga aku melewatkan hal itu. Di dalam buku harian ini, aku harus menceritakan dengan rinci semua hal yang terjadi pada hidupku. Sekarang aku harus menuliskan keadaan rumah paman Juli dan bibi Ambar. Rumah yang sederhana di dalam perumahan sederhana juga. Bukan rumah yang istimewa bak istana seperti rumah tinggalku sebelumnya. Namun kehangatan keluarga sangat terasa dalam rumah ini. Sangat berbeda jika dibanding dengan keluargaku yang selalu sibuk dan seakan tidak memiliki waktu untuk anak mereka sendiri. Kehadiran paman Juli dan bibi Ambar sangat membantuku dalam mengatasi rasa trauma yang aku rasakan. Kunjunganku ke dokter dijadwalkan pukul 10.00 dan aku sampai di tempat praktek dokter pukul 10.20. Aku merasa ini adalah kebudayaan yang sangat baik, yaitu budaya mengulur waktu. Ah tidak, ini budaya buruk yang tidak patut ditiru. "Dokter, kenapa badan saya terasa remuk hari ini? Padahal saya tidak dalam kondisi kelelahan." Keluhku kepada dokter. "Aku sudah mendengar semua dari pamanmu, Rin. Kondisi yang kau alami kali ini bukan disebabkan oleh kelelahan fisik, melainkan efek dari trauma dan kelelahan mentalmu. Hal ini tidak akan berlangsung singkat. Kau akan merasa lebih baik secara bertahap. Saya harap kau sedikit bersabar. Saya beri obat penenang untuk membantumu." Jelas dokter. Setelah semua obat dibayar, aku dan paaman segera pulang dari tempat praktek dokter. Aku sangat menikmati perjalanan berangkat dan pulang dari tempat praktek dokter, karena aku bisa melihat pemandangan pinggir kota yang tidak bisa aku lihat di pusat kota. Gedung-gedung tinggi tergantikan oleh hamparan sawah dan ladang, sungai tercemar yang digantikan oleh sungai jernih dengan banyak anak-anak yang bermain di dalamnya, serta beberapa kali aku melewati hutan yang sedikit menyeramkan. Aku rasa suasana di pinggir kota seperti ini sangat membantuku melewati masa sulit seperti sekarang. Sesampainya aku di rumah, aku meminta izin untuk berkeliling desa. Desa di pinggir kota yang asri seperti ini memang memiliki daya tarik tersendiri. Para tetangga menyambutku dengan ramah ketika aku melewati rumah mereka. Bahkan banyak di antara mereka yang menawariku untuk mampir. Suasana yang sangat berbeda dengan pusat kota yang indivudualis, kehidupan sosial di sini terasa sangat kental. Belum lama aku berkeliling, paman Juli menelponku dan memintaku pulang karena aku ditunggu oleh seseorang di rumah paman. Ketika aku sampai di rumah paman, dua orang dari kepolisian pusat kota telah menungguku. Aku mengambil satu tempat duduk yang kosong di samping paman juli. Salah satu anggota polisi mengatakan jika olah tempat kejadian perkara telah selesai dilakukan, namun polisi tidak menemukan petunjuk apapun tentang pelaku pembunuhan. Kemudian anggota polisi tersebut bertanya kepadaku tentang semua hal yang aku ketahui tentang pembunuhan itu. Aku menceritakan semua yang aku ketahui, lalu aku bertanya apakah Daniel juga didatangi oleh anggota kepolisian, anggota tersebut mengiyakan pertanyaanku. Lalu anggota polisi tersebut memintaku untuk tanda tangan pada surat perrnyataan bahwa kesaksianku bukan sebuah kebohongan. Aku rasa hal ini adalah prosedur dasar penyelidikan. Setelah anggota kepolisian itu undur diri, paman Juli memanggil bibi Ambar untuk bergabung dengan kami di ruang tamu. Bibi Ambar datang dengan membawa satu piring penuh ubi rebus yang masih panas. Terlihat dari asap yang masih mengepul dari makanan tersebut. "Loh, pak polisi ke mana?" Ucap bibi Ambar kaget ketika tiba di ruang tamu. "Sudah pulang, Bu." Jawab paman Juli singkat. "Waduh, padahal Ibu sudah masak ubi," bibi Ambar terlihat kecewa. "Tidak masalah, Bu. Rin pasti bisa menghabiskan semuanya. Iya kan, Rin?" Goda paman Juli. Aku hanya terkekeh kecil mendengarnya. "Rin, dokumen kepindahan sekolahmu sudah paman dan pak George urus semuanya. Mulai senin depan Rin bisa mulai masuk ke sekolah baru di sini." Tutur paman Juli. "Baik, Paman." Jawabku singkat. Dear diary, aku mulai kehidupan baruku sebagai anak desa. Segalanya terasa sangat baik hari ini. Semoga ke depan aku dapat berbaur dengan lingkungan dan tidak membuat masalah. Kututup buku harianku dengan tetap menjaga cahaya harapan yang mulai bersinar lebih terang dari sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN