Dimas memasuki rumahnya dengan langkah berat, pikiran masih menerawang oleh pertemuannya dengan Muna dan Ara. Saat Dimas akan menaiki tangga menuju kamarnya, sebuah suara terdengar dari ruang keluarga. Raisa, istrinya, duduk di sofa dengan raut wajah cemas. Ia sudah menunggu Dimas sejak lama, khawatir akan kepergian suaminya yang tak kunjung kembali. “Dimas, kamu dari mana saja?” tanya Raisa dengan nada yang menyiratkan kemarahan bercampur kecemasan. “Kamu nggak bisa dihubungi, aku bahkan telepon ke kampus tapi katanya kamu nggak mengajar hari ini.” Dimas hanya menghela nafas panjang. Dengan langkah pelan, Dimas berbalik menghampiri Raisa yang masih menatapnya dengan sorot mata menuntut jawaban. “Arum di mana?” tanyanya mengindahkan pertanyaan Raisa. Raisa mengernyit, tak percaya deng