Chapter 14

1383 Kata
Setelah kepergian Aifa. Ayesha berpindah posisi menjauhi Fandi. Ia memilih berdiri dengan perasaan tidak menentu. "Fan?" "Apa?" "Sahabatmu itu kenapa sih ember banget?!" "Siapa?" Ayesha mendecak kesal. Fandi hanya terkekeh geli lalu menarik pergelangan tangan Ayesha hingga akhirnya jatuh terduduk di pangkuan suaminya. "Ya Farhan lah! Siapa lagi?!" Fandi terkekeh geli. "Dia gak ember. Cuma keceplosan aja." "Ya tetap aja Fan! Sudahlah nikahin saja Aifa dengan Rex kenapa sih? Putrimu itu sudah kebelet pengen nikah." "Tidak semudah itu." "Kenapa?" "Dia belum dewasa. Badan saja besar tapi sifatnya kekanakan. Jangan sampai sahabatmu itu merendahkan putri kita." "Fan..." Ayesha menghela napas panjang. "Aku kenal banget Luna gak mungkin begitu. Justru dia malah sayang banget sama Aifa." "Aku hanya khawatir Rex akan kecewa dengan Aifa setelah menikah nanti itu saja Ay. Aifa harus berbenah diri dulu sebelum benar-benar siap untuk menjadi seorang istri." Dengan lembut Fandi membawa Ayesha kedalam pelukannya. "Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Aku tahu Rex masih mencintai Aifa." "Aku hanya khawatir karena Aifa adalah wanita. Dia butuh seseorang yang berada di dekatnya. Laurent saja belum cukup karena Aifa butuh seorang suami yang harus membimbing dia Fan." "Tapi Ay-" "Jangan sampai kamu mengulur-ulur waktu untuk menikahkan Aifa sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya." Setelah mengatakan hal itu Ayesha memilih melepaskan diri dari pelukan Fandi dengan perasaan marah karena Fandi menunda-nunda untuk menikahkan putrinya sendiri. Karena menikah merupakan Sunnah yang sangat dianjurkan, maka barang siapa yang sudah siap, dianjurkan untuk segera melaksanakan pernikahan. Jika sudah memilih calon pasangan namun menunda nunda pernikahan dikhawatirkan akan terjerumus kedalam kemaksiatan. Jika seorang yang dilamar dirasa cocok, maka bersegeralah menikah dalam rangka mengamalkan perkataan Nabi Shalallahu'alaihi wa Sallam dalam hadits shahih, "Wahai sekalian pemuda, apabila kalian mampu (lahir dan batin) untuk menikah, maka menikahlah. Hal tersebut akan menjaga pandangan dan kemaluan. Namun, bila kalian belum mampu berpuasalah. Karena di dalam puasa tersebut terdapat pengekang" (Muttafaqun 'Alaihi). "Angel." "Hm." "Bagaimana rasanya menikah?" Aulia mengemudikannya mobilnya dengan santai. Lampu di persimpangan 4 pun menyala merah sehingga membuatnya menoleh sejenak kearah Aifa yang berada di sampingnya. "Alhamdulillah bahagia. Kenapa?" "Tidak apa-apa." Aifa bermuram durja. "Hanya bertanya saja. Apakah sering mengalami cekcok dan perselisihan seperti di sinetron-sinetron FTV gitu?" "Maksudnya?" "Ya seperti suami buka tudung nasi. Makanan tidak ada. Terus dia marah. Lalu istri minta jatah bulanan. Suami gak ada uang, terus istri marah. Atau-" "Hush! Kamu ini ya Fa." tegur Aulia tiba-tiba. "Korban sinetron ya gini nih." Aifa menyengirkan bibirnya. "Ya habis gimana? Kan Aifa tanya." "Menikah itu ibadah terlama. Susah senang bersama. Saling menyokong. Tidak selamanya berjalan mulus karena roda kehidupan rumah tangga itu berputar. Ada kalanya baik-baik saja. Ada kalanya perselisihan. Salah satu harus ada yang mengalah jika perselisihan itu terjadi Aifa. Ntah itu si suami atau si istri. Jika sama-sama keras hati, maka perselisihan itu tidak akan berakhir. Kesabaran dan kedewasaan adalah hal paling di butuhkan untuk saling memahami kekurangan dan kelebihan pasangan kita. Ah satu lagi. Saling jujur dan saling percaya itu wajib." "Gitu ya?" "Iya." Aulia mengangguk. Lalu kembali mengemudikan mobilnya setelah lampu persimpangan berganti warna hijau. Sementara mobil Laurent ada dibelakang mengikuti aktivitas mereka. "Kita sebagai istri harus siap bangun pagi Fa. Ngurus rumah. Kebutuhan suami. Sarapannya dan lain-lain. Pastikan suami itu sudah sarapan dipagi hari sebelum bekerja. Jangan sampai telat makan apalagi sakit. Begitupun ke anak kita nanti." Aifa manggut-manggut mengerti. "Kamu perlu ingat. Ini yang paling penting. Seorang Suami.. kamu harus penuhi tiga hal ini." Aifa merasa tertarik mendengar semua wejangan Aulia. "Oh ya? Apa?" "Kamu wajib memenuhi kebutuhan isi perutnya supaya gak lapar. Melayani kebutuhan biologisnya. Karena suami butuh menyalurkan hasratnya. Lalu beri dia perhatian. Karena suami memiliki sisi manja juga. Jika tertimpa masalah, maka ia akan mendatangi istrinya setelah berdoa dengan Allah. Suami butuh istri yang perhatian dengannya. Itu yang paling penting." "Lalu bagaimana dengan kita sebagai istri?" Aulia tersenyum tipis. Waktu terus berjalan seiring obrolan mereka. Aulia pun mematikan mesin mobil begitu tiba di halaman parkiran mall. Ia melepas safety beltnya. "Istri hanya butuh dua. Perhatian dan kebutuhan perut." "Seks?" "Butuh juga. Tapi istri masih bisa menahan kebutuhan biologis Fa. Percayalah. Terkadang hormon seorang wanita bisa mempengaruhi hasrat seksualnya. Tapi tidak dengan seorang suami." "Kok gitu?" "Ya emang dari sononya mau gimana? Setahuku normal-normal aja." "Seorang wanita lebih butuh perhatian penuh kasih sayang dan kebutuhan keperluan hidupnya." "Bagaimana rasanya b******a?" tanya Aifa dengan polos. Aulia menatap Aifa dengan horor. "Rahasia lah! Kalau mau tahu nikah sana sama Rex!" "Gimana mau nikah kalau si Abang belum lamar adek Aifa?" "Ya berarti belum waktunya Aifa. Sabar aja. Aku yakin kalau Rex itu masih mencintaimu. Tenang aja." "Tapi-" "Kamu harus ingat ini Aifa. Jodoh yang tepat akan datang di waktu yang tepat. Serahkan semuanya pada Allah. Jodoh tidak akan kemana." "Iya deh iya Angel." "Aulia." "Oh iya lupa." "Asalamualaikum." "Wa'alaikumussalam." "Em maaf permisi." Seorang wanita manis dan sopan tengah berbicara dengan frontliner resepsionis yang kini menatapnya balik. "Ya mbak ada yang bisa saya bantu?" "Apakah Tuan Rex Davidson ada diruangannya? Saya ingin bertemu dengannya." "Sudah buat janji temu?" Wanita itu mengangguk. Hingga akhirnya frontliner resepsionis itu mulai memegang gagang telepon lalu melakukan panggilan. "Maaf kalau boleh tahu nama mbak siapa ya?" tanya frontliner resepsionis itu lagi. "Saya Aisyah." "Oke sebentar ya." Aisyah hanya mengangguk. Aisyah memilih menunggu sambil memperhatikan situasi perusahaan yang saat ini memang sibuk. Aisyah melihat kondisi lobby dan suasananya yang memang tidak banyak berubah setelah ia mengakhiri masa magang kuliahnya 2 tahun yang lalu di WK Group. "Mbak Aisyah langsung ke lantai atas ya. Kata Tuan Rex Davidson beliau sudah menunggu mbak diruangannya." Aisyah mengangguk. "Oke. Terima kasih." Aisyah segera memasuki sebuah lift untuk menuju ruangan petinggi perusahaan WK Group. Di tangan kanan Aisyah terdapat sebuah kotak makan siang buatannya. Sesampainya diatas. Aisyah mengetuk pintunya dengan sopan hingga suara Rex terdengar dari dalam untuk mengizinkannya masuk. "Asalamualaikum Mas Re." "Wa'alaikumussalam. Aisyah?" Aisyah tersenyum tipis. Wajahnya bersemu merah. Dan ia terlihat berbinar karena setelah sekian lama akhirnya ia kembali bertemu dengan Rex. "Alhamdulillah akhirnya ketemu lagi. Sama siapa?" tanya Rex sambil mempersilahkan Aisyah duduk di sofa. "Sendiri mas." "Masih jomblo? Ah sayang sekali." Aisyah mendecak sebal. "Cermin jangan ngomong sama cermin!" Rex terkekeh geli. Sudah lama sekali dia tidak serelaks ini. Apalagi jika bertemu dengan Aisyah. Sosok wanita muda yang kerap ia jahili. "Oh iya. Kamu bawa apa nih? Tiba-tiba aku lapar." Aisyah terkekeh geli. "Ini. Makanan spesial buat Mas Re." Aisyah mulai membuka kotak makanan lalu menghidangkannya didepan Rex bersama sendok dan sebotol air mineral. "Kan sesuai janji Aisyah. Kalau Mas Re balik ke Indonesia, Aisyah akan membuatkan Mas makan siang." "Alhamdulillah deh. Calon istri yang baik." Aisyah terkekeh. Ia menggelengkan kepalanya mendengar guyonan Rex sejak dulu. "Dia gak boleh jadi calon istri buat Rex!" Tiba-tiba Aifa hadir begitu saja dengan mengepalkan kedua tangannya dan membuat Rex beserta Aisyah menoleh ke ambang pintu. Dibelakang Aifa ada Aulia yang ikut terkejut bila ada sosok wanita yang tak pernah di lihatnya ada diruangan sepupunya. Aisyah terkejut. Namun tidak dengan Rex yang kini merubah ekspresi wajahnya menjadi dingin. Aifa melangkah mendekati sofa yang di tempati oleh Aisyah dan Rex. "Aku Aifa. Calon istrinya Rex dari 4 tahun yang lalu." "Kamu siapa?" tanya Aifa menyelidik kearah Aisyah. Aisyah tergagap. "Em. S-saya-" "Kamu gak boleh deket-deket sama Rex!" Aulia berusaha menghentikan Aifa. "Aifa.. jangan begitu-" "Aifa sayang sama Rex.. Angel.. Aifa sayang Rex!" "Aulia. Aku Aulia Fa.." "Oh iya lupa." Aisyah merasa tidak enak. "Em. Maaf mbak Aifa dan Mas Re. Saya.. saya harus pergi." "Aisyah kamu jangan pergi." sela Rex kemudian. "Biar dia saja yang pergi." Aifa memasang raut wajah sedih. "Kok Aifa di usir?" "Untuk apa disini?! Lebih baik kamu pulang. Angel bawa Aifa pulang." Aulia merasa jengah. "Sudah aku bilang aku ini Aulia! Kamu lupa ya Rex?" "Oh iya lupa." "Aifa cinta sama Rex!" suara Aifa kembali terdengar. "Cuma Aifa yang boleh perjuangin Rex." Aifa menoleh kearah Aisyah. "Bukan kamu. Bukan siapapun." Kedua mata Aifa berkaca-kaca. Ia menatap Aisyah dengan lekat. "Kita sama-sama seorang wanita. Kamu pasti tahu kan rasanya mencintai tapi tidak di cintai. Tolong jangan jadi penghalang diantara kami." "Dia bukan penghalang." Rex menatap Aifa dengan sinis. "Aku akan menikah dengannya. 10 hari lagi." "Oh iya lupa" Nyadar gak kalau Rex bilang gitu sama kayak Aifa? Kalau sehati mah susah. Tapi dia gitu nah. Sok ngelak. Untung ganteng Makasih sudah baca. Sehat selalu buat kalian. With Love LiaRezaVahlefi Instagram lia_rezaa_vahlefii
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN