Siapa yang tidak kenal Bayu Aksara. Laki-laki yang digilai banyak gadis saat kuliah, dulu. Dia memiliki tampang yang mampu mempesona kaum hawa hanya dengan senyum tipisnya. Tidak banyak bicara menjadi ciri khas Bayu yang justru membuat para gadis itu memburunya untuk sekadar ingin mengobrol. Sayangnya Bayu bersikap acuh tak acuh pada setiap perhatian yang ditunjukkan oleh para gadis, baik secara diam-diam maupun yang blak-blakan.
Setelah menamatkan kuliahnya di jenjang diploma tiga jurusan perpajakan, Bayu kembali melanjutkan kuliahnya ke jenjang strata satu. Hal tersebut dikarenakan dia tidak bisa mendapatkan promosi jabatan di perusahaan tempatnya bekerja bila pendidikan terakhirnya hanya sampai diploma tiga.
Baru kemudian setelah mendapatkan gelar sarjana ekonomi serta mendapat restu dari ibunya, Bayu akhirnya mengundurkan diri dari perusahaan yang menaungi dirinya selama satu tahun. Namun dia tidak mengundurkan diri begitu saja, karena sebelumnya telah mencoba peruntungan di perusahaan pembiayaan kredit lebih besar dari perusahaan sebelumnya.
Serangkaian tes telah dijalani oleh Bayu saat itu, hingga akhirnya dia resmi bekerja sebagai credit analist di PT. Auto International Finance, sebuah perusahaan yang memfokuskan usahanya ke pembiayaan sepeda motor dengan merek dagang tertentu pada bidang pembiayaan konsumen secara retail untuk kantor cabang pembantu kota Bandung. Hingga kini Bayu sudah satu tahun lebih bekerja di perusahaan milik asing tersebut.
"Bro! Minggu depan ada acara family gathering di Lembang. Ikutan nggak lo?" tanya teman kerja Bayu saat mereka sedang menghabiskan istirahat makan siang.
"Sibuk gue, Guh. Minggu ini jadwal survey lagi padet."
"Yaelah. Lo santai dikit napa kerja. Perusahaan nggak bakal patah hati berkepanjangan kalau lo tinggal mati."
Bayu hanya tertawa sambil mengumpat saat mendengar ucapan asal teman kerjanya yang bernama Teguh itu.
"Orang regional katanya juga pada ikutan family gathering. Stafnya bening-bening, bro! Kali aja ada yang lo demenin."
"Terus setelah itu?"
"Ya lo pacarin, anying."
"Kalau langsung gue kawinin aja gimana?"
"Bacot lo, Bambang! Nikah dulu baru kawin, woy!"
Bayu semakin terbahak mendengar ucapan-ucapan temannya yang makin lama makin nyeleneh dan ngelawak.
"Apalagi staf divisi marketing, Bro. Beuh..., dandanannya badai. Member kpop mah lewat."
"Anak marketing berisik, mana mulutnya penuh bisa beracun kayak elu," timpal Bayu, berusaha menahan senyumnya.
"Bangke si Bayu mah. Elo tuh orangnya nggak banyak omong, Bay. Jadi kudu cari yang seimbang. Minimal yang lebih berisik dari elo. Kalau sama-sama pendiam, trus entar pas pacaran mau ngapain?"
"Maen engklek aja, aman," jawab Bayu asal. Dia lantas beranjak dari kursi kayu di warteg tempatnya makan siang sejak setengah jam lalu.
"Jangan ngadi-ngadi dah lo, Bay."
Bayu hanya menggeleng lantas menyeret teman kantornya untuk bergegas kembali ke kantor. Pekerjaannya sedang menunggu untuk segera diselesaikan, sebelum kepala cabang yang turun tangan untuk ikut urusan di divisi Bayu.
(***)
Minggu berikutnya akhirnya Bayu ikut hadir dalam acara family gathering yang diadakan oleh AIF Group tingkat regional. Peserta family gathering dihadiri oleh seluruh karyawan yang berasal dari cabang-cabang pembantu yang masih berada dalam satu regional yaitu Regional Jawa Barat I.
Rombongan cabang Bayu datang paling akhir, karena masih harus menunggu Bayu membereskan rekapan laporan survey calon nasabah mingguannya, sebelum dikirim ke bagian managemen kredit tingkat regional untuk mendapat persetujuan kredit dari pimpinan tertinggi divisi managemen kredit tingkat regional. Kepala cabang lebih mementingkan pengajuan kredit pembiayaan segera terealisasi ketimbang ikut acara family gathering. Yang penting hadir, begitu kata kepala cabangnya saat Bayu mengingatkan kalau mereka sudah terlambat satu jam sejak acara dibuka oleh kepala regional.
Sudah satu jam Bayu berada di vila yang disewa untuk kepentingan acara family gathering. Dia mengeratkan jaket boombernya kala suasana Lembang dinginnya terasa menusuk hingga ke tulang-tulang, saat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul delapan malam.
"Bay! Lo ngapain di sana! Gabung sama anak-anak regional yuk. Lagi ada acara juga daripada di sini. Mati beku tahu rasa lo!" tegur Teguh setelah menemukan keberadaan Bayu yang sedang sendirian di bagian belakang vila.
"Lo ada rokok nggak? Rokok gue ketinggalan di kantor," jawab Bayu, sembari mengusap kedua telapak tangannya lalu menempelkan di pipinya sendiri.
"Rokok gue rokok murah. Nggak sama kayak punya lo, Bay."
"Bebas," jawab Bayu menyodorkan tangan meminta rokok milik Teguh.
Beberapa menit kemudian sebatang rokok sudah dihabiskan oleh Bayu. Namun tubuhnya masih menggigil kedinginan. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke dalam vila mencari kehangatan.
"Bayu, sini deh!" Seorang perempuan menegur Bayu, melambaikan tangannya dengan gerakan sedikit centil saat meminta Bayu untuk bergabung ke lingkaran tempat perempuan tersebut berada.
Ternyata Teguh juga berada di dalam lingkaran tersebut. Kemudian Bayu memutuskan duduk di samping Teguh. Satu per satu orang yang ada di dalam lingkaran tak luput dari perhatian Bayu. Dari delapan orang yang ada di sana Bayu kenal. Hanya ada satu orang saja yang terlihat asing di mata Bayu.
"Oiya, Bay. Kenalin, nih, temen gue orang regional. Dari divisi lo nih," ucap perempuan yang tadi mengajak Bayu bergabung, menyenggol dengan sikutnya teman perempuan yang berada di sampingmya.
"Melody.... Lo?" tanya Melody setelah menyebutkan namanya.
"Bayu... Jadi lo stafnya Pak Simon yang pulangnya paling akhir?" tanya Bayu sambil menilik penampilan Melody dari ujung rambut hingga kaki.
Malam ini Melody tidak memakai riasan wajah berlebihan, lebih tepatnya dia memang tidak suka berdandan, berbanding terbalik dengan kakak perempuannya. Rambut sebahu Melody diikat asal membentuk cepol. Melody saat ini mengenakan sweater berbahan rajut warna hijau mint dilengkapi celana rapped jeans warna hitam. Sobekannya tidak terlalu kentara. Hanya ada sebuah sobekan kecil di sekitar lutut yang membalut kaki jenjangnya. Perempuan yang santai dan entah kenapa menarik minat Bayu begitu saja.
"Iyes. Gue yang selalu pulang paling akhir gara-gara nungguin berkas hasil survey dari credit analyst cabang Bandung 1" seloroh Melody dengan santainya.
Keduanya lantas menertawai tingkah mereka yang ternyata sudah lebih dulu akrab melalui surel dan telepon. Hanya saja komunikasi mereka selama ini benar-benar untuk urusan pekerjaan. Tidak terlintas sedikitpun di benak Bayu untuk ingin tahu lebih jauh apalagi sampai nekat menggoda perempuan bernama Melody, yang kerap membantunya untuk urusan percepatan persetujuan kredit pembiayaan kendaraan bermotor yang diajukan oleh cabang.
Sepertinya orang-orang yang berada di lingkaran sana mengerti kalau Bayu dan Melody membutuhkan ruang dan waktu lebih untuk mengobrol lebih akrab. Satu per satu mereka semua menyingkir termasuk Teguh. Kini tinggallah Bayu berduaan saja dengan Melody.
Saat tinggal berduaan saja, Melody lantas mengambil gitar akustik yang berada di belakangnya. Dia mulai memetik senar gitar itu melantunkan melodi lagu milik Slank yang berjudul Terlalu Manis. Melody bermain gitar sekaligus menyanyi dengan apik. Seorang Bayu yang susah kagum pada sesuatu hal baru dibuatnya tertegun kala mendengar nyanyian dan permainan gitar dari Melody. Tidak banyak bertanya Bayu membiarkan saja Melody dengan gitarnya. Laki-laki itu hanya duduk sambil menyilangkan kedua tangan di depan d**a, menatap penuh kagum pada gadis yang baru pertama dilihat sosok aslinya itu. Sesekali Bayu menganggukkan kepalanya seolah sedang mengikuti lantunan gitar yang dimainkan oleh Bayu.
Bayu bertepuk tangan setelah Melody mengakhiri nyanyiannya. Sedangkan Melody menyodorkan tangan kanannya pada Bayu. "Sawerannya mana, A'?" ucap Melody, yang hanya disambut tawa oleh Bayu seraya meletakkan telapak tangannya di atas telapak tangan Melody yang masih terbuka.
Melody refleks menarik tangannya saat tanpa sengaja melakukan skinship dengan Bayu. Hal tersebut berhasil ditangkap oleh Bayu. Sadar Melody tidak nyaman akibat ulahnya, Bayu memilih memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong jaket bombernya.
"Mantan gitaris band, nih, kayaknya?" canda Bayu, setelah mendapat hiburan gratis dari Melody.
"Belum jadi mantan gitaris band, karena memang nggak pernah ngerasain rasanya jadi anak band," jawab Melody asal.
"Maksudnya?"
"Ya gitulah. Kopi gue habis nih. Lo mau kopi lagi nggak, Bayu?" tanya Melody sembari mengangkat gelas beling miliknya yang telah kosong, mengakhiri percakapan soal gitaris yang menjadi topik pembahasan mereka sesaat lalu.
"Boleh deh. Lo yang bikinin tapi ya?" pinta Bayu.
"Beres," ucap Melody kemudian beranjak menuju dapur vila. Bayu mengekori langkah Melody dan menunggu hingga perempuan itu selesai membuat kopi untuk mereka berdua.
Sesekali Bayu mengajak Melody mengobrol. Obrolan keduanya mengalir begitu saja. Bayu yang biasanya irit bicara terpancing jadi banyak bicara berkat Melody. Benar yang dikatakan oleh Teguh kalau Bayu itu membutuhkan yang berisik untuk mengimbangi dirinya yang pendiam. Namun di mata Bayu, meski Melody pandai bicara dia bukanlah wanita berisik seperti yang ada dalam pemikiran Bayu selama ini.
Bayu dan Melody kemudian memilih balkon yang kebetulan kosong sebagai tempat untuk melanjutkan obrolan mereka di dapur tadi. Hingga tanpa terasa malam telah larut dan jam tangan di pergelangan tangan masing-masing sudah menunjukkan pukul setengah satu malam.
"Masuk, yuk, Mel! Udah larut malam ini," ucap Bayu mengingatkan dirinya dan juga Melody yang hampir saja lupa waktu.
"Iya nih. Gue juga sudah ngantuk," jawab Melody beranjak dari kursi yang didudukinya sejak beberapa jam lalu.
Melody masuk ke dalam vila diikuti oleh Bayu. Bahkan Bayu mengantar Melody hingga ke kamar yang disediakan khusus tamu wanita. Setelah Melody masuk dan menutup pintu kamar barulah Bayu kembali ke kamar tamu khusus pria yang letaknya berbeda vila dengan tempatnya mengobrol semenjak tadi dengan Melody.
Sesampainya di kamar pria, Teguh segera menghampiri Bayu saat melihat temannya itu menutup pintu kamar.
"Betah amat ngobrol sama orang baru? Biasa juga mentok lima belas menit udah buru-buru ngajakin cabut lo?" sindir Teguh yang hanya dibalas senyum penuh arti oleh Bayu.
"Melody cantik ya. Meski wajahnya Indonesia banget tapi nggak mengurangi kadar kecantikannya," ujar Teguh, sengaja mengagumi Melody di depan Bayu. Ingin tahu reaksi temannya itu.
"Sebenarnya yang lebih cantik dari dia ada, banyak malah. Tapi yang seperti itu buat lo aja. Melody buat gue," ucap Bayu tak acuh, merebahkan kepalanya di atas bantal, mengeratkan jaket boombernya dan mencoba untuk memejamkan mata.
"Lo demen sama Melody? Secepat itu prosesnya?"
"Berisik lo! Udah bobog sana. Kalau nggak bisa bobok minta kelon sama Pak Karmin sono!" ujar Bayu, menyebutkan nama security kantor cabang pembantu Bandung.
Teguh hanya tertawa lalu membalas ucapan Bayu dengan melempar bantal ke kepala temannya itu. Bukannya marah Bayu malah tertawa lantas mendekap dan menjadikan guling, bantal yang dilemparkan oleh Teguh beberapa saat yang lalu.
"Selera lo tinggi juga, Bay. Orang cakep mah bebas ye," seloroh Teguh sebelum kemudian dia ikut terlelap dalam mimpi indah.
"Belum tidur udah ngigau aja lo!"
"Mau gue mintain nomor handphonenya, nggak?"
"Nggak perlu. Biar gue aja yang minta langsung ke orangnya."
"Woah! Gerak cepat ya, Anda?"
Bayu hanya tertawa lalu tidak menghiraukan lagi celotehan teman kantornya itu yang sebenarnya masih ingin mencari tahu soal isi hati Bayu pada Melody.
~~~
^vee^