~NOW~
Ini sudah hitungan kelima Melody membaca resep puding mercon yang tertulis di selembar kertas. Resep itu dia dapatkan dari kakak iparnya yang juga merupakan owner dari Dara's Bakery. Sebuah toko kue modern yang dikelola Melody dan Jinan, kakak iparnya. Ditengoknya meja dapur untuk memastikan bahan-bahan yang dia butuhkan. Melody bertepuk tangan riang, semua bahan-bahan sudah lengkap tidak kurang satupun. Persis seperti yang tertulis di dalam resep. Kini saatnya dia bereksperimen sebelum sang buah hati yang memesan dessert andalan Dara's Bakery itu bangun dan berteriak histeris hingga mengguncang rumah karena mendapati apa yang dimintanya tiga hari lalu belum juga dipenuhi oleh Melody.
"Mau bikin apa?" tanya Arkan, suami Melody.
"Apa lagi? Puding mercon pesanan paduka cilik Levi Gautama Khawas," jawab Melody sambil melangkah cepat menuju lemari penyimpanan untuk mengambil mixer.
Arkan terbahak sembari meninggalkan dapur. Dia tidak ingin mengganggu kesibukan istrinya jika tidak ingin jadi pelampiasan kemarahan Melody bila sesuatu yang buruk terjadi pada eksperimennya kali ini.
"Aku makan siang apa?" tanya Arkan beberapa saat kemudian dari arah ruang makan. Melody lantas berseru memanggil pembantu rumah tangga yang bekerja di rumahnya.
Tidak lama kemudian datang seorang wanita paruh baya menghampiri Melody di dapur. "Kenapa, Bu?" tanya pembantu rumah tangga tersebut.
"Mbok Hartik, tolong siapkan makan siang untuk papinya Levi, dong. Saya lagi fokus sama ini," ujar Melody menunjukkan semua bahan kue yang digelarnya di atas meja dapur.
Mbok Hartik mengangguk, dengan sigap menghangatkan masakan yang telah dimasaknya pagi tadi dan disajikan di atas meja makan untuk tuan rumahnya. Tidak sampa lima belas menit kemudian meja makan sudah dipenuhi dengan pilihan menu masakan yang menggugah selera.
"Mas Levi apa perlu saya bangunkan juga, Bu?" tanya Mbok Hartik setelah kembali dari ruang makan.
"Jangaaan! Ini belum kelar. Nanti aja, biar Levi urusan saya. Makasih ya, Mbok," jawab Melody.
Mbok Hartik tidak banyak bertanya ataupun menjawab lagi. Dia menuruti perintah juragannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda. Mbok Hartik sebenarnya sudah menawarkan diri untuk membantu Melody, tetapi Melody menolak karena yakin kali ini bisa mengatasinya seorang diri. Melody hanya memerlukan Mbok Hartik untuk mencicipi hasil eksperimennya nanti. Karena dia alergi cokelat, sedangkan putra semata wayangnya adalah penggemar berat cokelat.
***
Arkan sudah mengambil posisi duduk di kursi makan. Dia menarik napas panjang karena mendapati istrinya tidak ikut nimbrung untuk sekadar menemaninya makan siang. Arkan memanggil Melody. Namun setelah panggilan ketiga, Melody tidak kunjung datang ke ruang makan. Dia pun berinisiatif menemui istrinya di dapur.
"Nggak bisa ditinggal bentar, temani aku makan siang," ujar Arkan dari seberang meja dapur.
Melody menggeleng. Matanya terus menatap catatan resep yang ada di atas meja, sambil menyamakan takaran bahan-bahan kue dengan yang di resep. Setelah semua bahan-bahan berada di dalam mangkok mikser, Melody mulai menekan tombol aktif tanpa menghiraukan pertanyaan Arkan.
"Mel? Kamu dengerin aku nggak, sih? Aku nggak tiap hari minta ditemani makan siang. Bikin kue untuk Levi bisa dilanjutkan setelah aku makan, kan?" ucap Arkan dengan nada bicara agak tinggi karena suaranya kalah oleh suara mikser yang sedang berputar.
"Nanti aku nyusul kalau udah selesai ngadon ini," jawab Melody akhirnya, setelah Arkan melempar pergelangan tangan kiri Melody yang bebas dari memegang alat-alat baking dengan kotak bekas cokelat bubuk.
Melody menuangkan adonan beraroma cokelat yang membuat perutnya mulai bergejolak di atas loyang. Dia bergegas menyelesaikan pekerjaannya dan memasukkan loyang ke dalam oven. Dia melirik jam dinding sekaligus mengatur waktu kerja oven sesuai dengan resep.
Setelah memastikan dapur dalam keadaan aman Melody bergegas menuju ruang makan. Dia duduk di samping kanan Arkan yang tengah menikmati makan siang dalam diamnya. Arkan sama sekali tidak memedulikan keberadaan Melody. Menjawab pertanyaan Melody pun dengan jawaban singkat-singkat. Selebihnya, Arkan makan sampai tuntas tanpa mengajak Melody berbincang santai seperti biasanya.
Arkan menyelesaikan acara makannya terlebih dulu. Dia meninggalkan ruang makan tanpa mengucap sepatah katapun pada Melody. Tanpa banyak protes Melody menyegerakan diri untuk menyelesaikan makan siangnya dan menyusul Arkan di kamar.
"Besok ada acara parenting di sekolah Levi. Kamu bisa hadir?" tanya Melody setelah menemukan keberadaan Arkan.
"Kamu lupa besok hari apa? Biasa juga kamu kan yang menghadiri setiap ada acara sekolah Levi?"
"Orang tua Arkan. Bukan mamanya doang. Guru walinya minta tolong kamu juga turut hadir karena ada yang harus dibicarakan tentang Levi," jelas Melody.
"Aku besok ada meeting dari pagi nggak tahu sampai jam berapa. Aku setuju ajalah dengan keputusan kamu. Aku yakin semua keputusan kamu pasti untuk kebaikan Levi," ujar Arkan.
"Setuju kamu bilang? Waktu aku masukin Levi di sentra musik kamu marah dan protes kenapa nggak dimasukin ke sentra sience aja anak kita? Sekarang kamu mau masrahin semuanya sama aku?" Emosi Melody mulai terpancing akibat respon tak acuh yang diberikan oleh Arkan.
"Oke, kali ini aku nggak akan marah seperti waktu itu. Aku janji," jawab Arkan, enggan melanjutkan perdebatan lagi dengan Melody.
"Sekali ini aja, Kan! Kamu ikut ambil andil dalam proses pendidikan Levi. Orang tuanya Levi itu masih lengkap tapi semua urusan kamu tangguhkan sama aku? Oke, aku tahu kamu kepala rumah tangga, bekerja monday to friday, bahkan weekend kamu juga jarang di rumah untuk meninjau proyek-proyek perusahaan yang sedang kejar target penyelesaian. Aku juga tahu banget kamu melakukan itu semua untuk keluarga ini. Tapi seenggaknya kamu ada pedulinya sedikit aja sama anak kamu."
"Mel! Jangan mulai deh. Kita sudah sering ya, membahas soal ini."
"Yeah, i know!" jawab Melody mengembuskan napas kasar dan keluar kamar begitu saja. Bila diteruskan maka tidak akan ada ujungnya. Dia khawatir percekcokannya dengan Arkan terdengar sampai ke telinga Mbok Hartik apalagi Levi.
***
"Assalamualaikum..." salam Bayu saat membuka pintu rumahnya.
Seorang anak perempuan berlari menuju pintu depan menyambut kedatangan Bayu. "Ayah bawa apa?" tanya anak tersebut setelah melompat ke gendongan ayahnya.
"Cake keju. Lody suka kan?" tanya Bayu sembari menciumi kedua pipi putrinya secara bergantian.
"Lody sukanya kan cake cokelat, Yah," jawab Lody dengan wajah cemberut yang menggemaskan.
"Oh..., itu. Tadi yang rasa cokelat abis. Adanya keju. Gimana dong?"
"Biar nanti Bunda saja yang ngabisin," sahut suara wanita dari balik pintu kamar yang baru saja terbuka.
"Untung Bunda suka semua jenis makanan. Coba kalau ada yang nggak disuka, pasti cake-nya kebuang," jawab Lody turun dari gendongan Bayu.
Bayu hanya tertawa lantas menyerahkan bungkusan yang dibahasnya tadi bersama Lody pada istrinya.
"Kok cepet pulangnya, A'?" tanya Jasmine, menerima pemberian dari Bayu.
"Tadi cuma perkenalan aja di kantor. Atasan aku lagi keluar kota, jadi acaranya nggak terlalu formal," jawab Bayu melenggang santai menuju kamar.
"Mau makan atau mandi dulu?" tanya Jasmine mengekori Bayu ke dalam kamar.
"Mandi dulu. Aku masih kenyang. Tadi banyak makanan di kantor. "
"Pakai air panas?"
"Nggak usah," jawab Bayu mulai menanggalkan pakaian yang tadi dipakainya keluar rumah dan menggantinya dengan kaus dan celana pendek.
"Oh iya, besok ada acara parenting di sekolah barunya Lody. A'a bisa hadir nggak?" tanya Jasmine setelah Bayu menyelesaikan acara mandinya.
"Kamu nggak bisa?" Bayu balik melontarkan pertanyaan untuk Jasmine.
"Besok hari Senin. Aku pasti hectic banget, takutnya jadi nggak fokus sama acara parenting itu," jawab Jasmine penuh penyesalan.
"Jam berapa acaranya?"
"Jam sembilan pagi sampai selesai."
"Ya udah biar aku aja yang datang. Lody gimana? Diajak juga atau nggak?"
"Aku sudah telepon Mirna untuk menemani Lody di daycare barunya."
"Kasihan anak itu. Dari usia tiga bulan sudah dipegang baby sitter. Umur dua tahun udah masuk daycare. Coba kamu pikirkan ulang keputusanmu untuk mengedepankan karier ketimbang mengasuh anak," ujar Bayu.
"A'..., kita sudah sering membahas soal ini kan? Ibu aku jauh di Pontianak, sedangkan ibu A'a nggak kuat pegang Lody. Kita di Jakarta nggak punya sanak saudara. Aku nggak mungkin berhenti kerja lalu membiarkan A'a mencari nafkah seorang diri. Aku paham A'a mampu melakukan itu, tapi akunya yang nggak bisa A'."
"Aku nggak minta kamu berhenti kerja. Tapi memikirkan ulang sekali lagi keputusan kamu waktu itu. Bisa dengan cara nggak mengambil promosi yang bisa membuat waktu di luarmu semakin padat. Ini hanya saran saja dariku. Selama ini aku kan nggak pernah ngekang apalagi melarang kamu melakukan apa pun. Yang penting tidak melewati batas norma," ucap Bayu, meninggalkan Jasmine di kamar. Dia menemui Lody yang sedang asyik bermain boneka barbie.
"Sudah punya teman belum di sekolah baru?" tanya Bayu ikut mengambil salah satu boneka barbie milik Lody.
"Ada satu, tapi cowok."
"Oh ya? Baik nggak anaknya? Kalau nakal jangan dilanjutin ya temenannya," nasehat Bayu untuk putrinya.
"Anaknya malah pendiem, tapi nggak pelit. Dia kasih Lody tempat duduk untuk Lody, pinjemin buku-bukunya dan juga bantu Lody kerjain prakarya bikin vas bunga. Mamanya juga baik. Mau temanin Lody waktu Teh Mirna telat jemput," celoteh Lody dengan suara khas anak perempuan usia enam tahun.
"Ya sudah kalau Lody anggap anak itu baik, lanjut berteman aja nggak apa-apa. Besok Ayah mau lihat sekolah barunya Lody. Nanti Ayah cari, deh, Mamanya dia untuk bilang terima kasih karena sudah menemani putri Ayah yang paling cantik ini," ujar Bayu, membelai puncak kepala Lody dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang.
"Oiya, nama anak itu Levi, Yah. Tapi Lody nggak tahu nama mamanya. Cuma disuruh panggil Aunty Mel aja," jelas Lody.
"Oke. Ini teteh barbienya namanya siapa, Lody?" tanya Bayu, tidak melanjutkan lagi pembahasan soal teman baru Lody.
"Namanya, Didy," jawab Lody, menyeringai kemudian. Bayu hanya mengangguk diiringi senyum geli, sembari memainkan rambut warna keemasan milik boneka barbie bernama Didy tersebut.
~~~
^vee^