Setelah Aline pergi.
Darren mulai membuka matanya, di meraba ke sebelahnya dan merasa ada kekosongan disana.
Darren melihat jika Aline sudah tidak ada.
Darren langsung panik dan dia langsung duduk tegak.
"Aline! Kamu dimana?" Teriak Darren dan dia pun bangun dan mencari ke kamar mandi dan sudut lain dari kamar itu namun Darren tidak menemukan Aline.
Dia duduk kembali disisi tempat tidur sambil memijat dahinya.
"Hei, kamu pergi begitu saja Aline, aku sudah menolong kamu dan menemani kamu semalaman tapi kenapa kamu pergi begitu saja?" Ucap Darren dengan nada kesal.
Pertama kalinya dia ditinggalkan oleh seorang wanita dan pertama kalinya dia merasa kecewa karena ada wanita yang tidak menginginkannya.
"Arrghh … sialan! Berani-beraninya kamu meninggalkan aku Aline!" Teriak Darren sambil memukul tempat tidurnya dan tanpa sengaja matanya melihat kearah meja nakas yang berada telat disisi tempat tidurnya.
Di sana ada secarik kertas dan Darren pun mengambilnya.
Darren membaca surat itu yang isinya.
'terima kasih karena sudah mau menolong aku dan menemani aku tadi malam. Karena kamu sudah mengambil keuntungan dari tubuhku, jadi hutang kita sudah impas. Semoga kamu bahagia selamanya dan semoga kita tidak bertemu lagi. Aku minta maaf karena sudah melibatkan aku dalam semua masalah aku.'
Awalnya Darren tersenyum saat membaca kalimat awal dari surat itu tapi setelah membaca hingga habis Darren kembali marah.
Dia meremas kertas itu dan melemparnya dengan kasar.
"Sial! Dia bilang tidak mau bertemu lagi dengan aku?! Apakah dia tidak sadar jika dia sudah membuat aku semakin ingin memilikinya! Argghh... Aline kamu harus menjadi milikku, HARUS!" Teriak Darren sambil memijat dahinya.
Dia benar-benar tidak ingin melepaskan Aline, apapun yang terjadi dia harus membuat Aline menjadi miliknya dan tentunya mengikatnya disisinya.
Darren merasa frustasi dan suasana hatinya langsung berubah menjadi sangat buruk, Karena hanya satu orang wanita yang bernama Aline sudah membuat seorang Darren yang dingin terhadap wanita berubah menjadi gila karena wanita ini.
Darren mengambil ponselnya dan mendapat banyak pesan, Karena hari ini dia harus bekerja dan sebagai seorang CEO dia harus menjadi teladan untuk para karyawannya.
Darren langsung mengambil pakaiannya yang bersih dan masuk ke dalam kamar mandi.
Dia tidak bisa melupakan Aline dan bertekad akan menemukannya apapun yang terjadi.
***
Di tempat lain.
Aline baru saja turun dari dalam taksi. Dia menatap kearah rumah yang sebentar lagi hanya akan menjadi sebuah kenangan dalam ingatannya.
Aline menghela nafas panjang dan dengan langkah berat, dia pun berjalan masuk.
Saat Aline hendak masuk ke dalam rumahnya, nyonya Merry sudah berdiri sambil menaruh keduanya tangannya dipinggangnya.
Dia tertawa mengejek sambil melihat Aline yang baru saja datang dan memakai pakaian yang cukup mahal.
"Hahahhaha, untuk apa kamu kembali lagi w************n! Apakah urat malu kamu sudah putus dan ingin memohon agar Aldo membatalkan perceraian kalian? Jangan mimpi kamu Aline!" Ucap nyonya Merry dengan mata melotot dan tawanya yang penuh ejekan membuat Aline ingin sekali menampar mulut pedas mantan mertuanya.
Aline mengepalkan tangannya dan dia mencoba untuk menahan diri.
"Aku kesini hanya ingin mengambil barang-barang saja dan tidak Sudi untuk kembali ke putra anda nyonya Merry yang terhormat!" Ucap Aline dan dia membalas dengan senyuman sinis.
"Oh! Kamu mau mengambil barang-barang busuk kamu itu? Hahahha, sudah saya siapkan semua nya!" Ucap nyonya Merry.
Dia memanggil pelayan dan datanglah satu koper besar berisi pakaian Aline dan beberapa barang miliknya.
Nyonya Merry melemparkan koper itu kearah Aline, dia mengusirnya seperti seorang pengemis.
"Ambil semua barang busuk milik kamu! Hanya bisa mengotori rumah putraku yang mewah ini saja!" Teriak nyonya Merry dengan sombongnya.
Aline mengambil kopernya dan memeriksa beberapa barang miliknya dan yang paling penting untuknya adalah surat kelulusan akademiknya, itu yang menurutnya jauh lebih penting.
Aline memeriksanya dan ternyata masih ada, Aline merasa lega dan dia menutup kembali kopernya.
Dia menarik kopernya dan hendak pergi meninggalkan nyonya Merry, dia malas berdetak terlalu lama dengannya.
Saat Aline hendak pergi, nyonya Merry memanggilnya kembali.
"Hei Aline, tunggu dulu!"
Aline menoleh dan melihat kearah nyonya Merry.
"Ada apa lagi nyonya Merry yang terhormat?!" Jawab Aline dengan tatapan dinginnya.
Seakan tidak puas untuk menyiksa Aline, nyonya Merry pun melemparkan salinan surat cerai yang tadi malam dia tanda tangani.
"Baca ini! Kamu harus membayar kompensasi perceraian kamu!" Teriak nyonya Merry sambil tertawa keras.
Aline menaikkan alisnya, dia benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud nyonya Merry
Dia mengambil surat yang sudah jatuh di tanah dan langsung membacanya.
Aline terkejut dengan apa yang dia lihat saat ini.
Dia harus membayar biaya kuliahnya selama tiga tahun dan fasilitas yang Aldo berikan padanya dan dia harus membayar sebanyak 'seratus juta rupiah.'
Aline terkejut, karena dia tidak mungkin memiliki sebanyak itu.
Aline menatap kearah nyonya Merry dan dia benar-benar sangat marah dan api dendam didalam hatinya semakin mendalam.
Dia sudah dihancurkan hingga titik dimana dia harus berpisah dengan Aldo dan saat dia sudah berpisah Aline harus merasakan penderitaan lain untuk membayar hutang pada keluarga mantan suaminya.
Bibir Aline bergetar dan rasa sesak di dadanya semakin terasa.
Air matanya sudah kering dan tidak bisa lagi untuknya menangis.
Nyonya Merry tertawa keras dan berjalan mendekati Aline, dia berbisik ditelinganya.
"Saya tunggu kamu melunasinya, tidak mau tahu dengan cara apapun kamu harus membayarnya dan saya beri kamu waktu satu bulan untuk segera melunasinya. Jika tidak … kamu akan tahu akibatnya! " Ucap nyonya Merry, dia menepuk bahu Aline dan tertawa keras, dia merasa sangat puas melihat Aline menderita.
Dia berjalan pergi meninggalkan Aline yang berdiri kaku didepan pintu rumahnya.
Nyonya Merry menutup pintu rumahnya dan masuk dengan perasaan penuh gembira.
Dia merasa sangat bahagia melihat Aline yang menderita karena nyonya Merry sudah memendam rasa benci selama tiga tahun, tiga tahun dia harus melihat Aline yang tidak dia sukai harus menjadi benalu dalam keluarganya.
Aline menutup matanya sejenak.
Dia bingung harus mencari uang sebanyak itu dalam satu bulan.
Membuka matanya kembali dan pergi meninggalkan rumah Aldo untuk selamanya.
Dia berjalan pergi sambil menarik kopernya dengan tatapan kosong. Dia bingung harus berbuat apalagi.
Hati dan kehidupannya sudah hancur, ditambah hutang yang tidak seharusnya dia bayar, membuat Aline semakin merasa tertekan.
Berdiri dipinggir jalan sambil menarik kopernya Aline pun tiba-tiba berjongkok disana.
Dia kembali menangis, menangisi semua kejadian yang dia alami saat ini.
Dalam waktu singkat hidupnya berubah berantakan.
"Hiks… hiks …, kalian semua memang b******k! Apa dosaku pada mereka! Apakah karena aku menikah dengan si b******k itu, membuat kalian begitu membenci aku! Arghhhh... Ya Tuhan, kenapa engkau memberikan aku cobaan hidup seberat ini, kenapa!" Aline berteriak seperti orang gila dan sudah tidak peduli dengan beberapa orang yang melihatnya.
Yang dia pikirkan saat ini, hanya ingin mengakhiri semuanya, tapi mengingat ibu dan adiknya di rumah sederhananya, membuat Aline harus belajar kuat. Dia harus bisa bertahan demi mereka.
Dahulu Aldo lah yang membiayai hidup ibu dan adiknya tapi setelah perceraian ini, dia harus bekerja.
Aline menghapus air matanya dan bertekad untuk tidak terpuruk dengan semua perasaannya lagi.
Dia harus bangkit dan harus bersemangat demi ibu dan adiknya yang masih sekolah.
Dia anak SMU kelas Xl dan setahun lagi dia akan lulus dari sekolah menengah atasnya.
Aline bangun dari tempat duduknya dan menghentikan taksi, dia berjalan pergi menuju rumahnya dengan menaiki taksi.
Namun sebelum dia sampai, ada panggilan dari ponselnya dan itu adalah panggilan dari adiknya yang bernama Tama.
Aline terkejut dan langsung menekan tombol 'ok' dan menjawabnya.