14. Mr. Quick

809 Kata
Seminggu rasa sebulan, itulah yang dirasakan Afrain. Dia tidak pernah absen menelpon Bunga membuat wanita itu kesal dan mematikan ponselnya. Afrain menimbang apakah dia harus menemui Bunga sekarang saja, dia berdecak kesal karena akan ada pertemuan penting besok di perusahaannya. Tapi dia sangat merindukan Bunga, sangat. Afrain kini bagaikan anak-anak yang tidak dibelikan mainan oleh orangtuanya. Wajah jutek Bunga, senyuman Bunga malam itu untuknya membuat tekad Afrain menjadikan Bunga istrinya semakin bulat. Tidak mau menunggu terlalu lama Afrain meminta orang kepercayaannya untuk menyiapkan helikopter di atas gedung Derson Group ini. Dari sana Afrain menaiki helikopter menuju Yorkshire. Dia tidak sabar ingin melihat wajah terkejut Bunga. Setelah tiga puluh menit di udara, akhirnya helikopter itu mendarat di landasan udara milik angkatan militer. Pilot tersebut sudah ijin terlebih dahulu, dan karena ini milik keluarga Derson mereka pun menginjinkannya. Afrain menyalami Jendral yang ada disana untuk mengucapkan terimakasih. Lalu segera pergi dengan mobil yang sudah menunggu menuju rumah orang terkasihnya. *** Bunga sedang sibuk menyiapkan pesanan kue dari pelanggan yang semalam baru saja memesan kue untuk acara ulang tahun anaknya. Bel pintu toko kue miliknya berbunyi dan dia baru saja memasang senyum lebar untuk pelanggan langsung tidak jadi mempertahankan senyum itu lebih lama. Dia hanya berdecak tidak percaya Afrain datang dengan senyuman yang sudah mengembang di wajah pria itu. "Hai calon istri, merindukanku?" Sapa Afrain yang hanya dijawab dengan gelengan kepala Bunga. Afrain mengerucutkan bibirnya membuat Bunga diam-diam gemas dengan tingkah pria itu. "Kenapa datang hari ini ? Bukankah besok ?" Afrain tidak menjawab langsung pertanyaan itu. Dia memeluk Bunga dari belakang yang masih sibuk membuat adonan kue. Menghirup dalam aroma tubuh Bunga, lalu menenggelamkan wajahnya di curuk leher Bunga. "Kau mematikan ponselmu, jadi aku putuskan kesini." "Jika aku terus membalas pesanmu dan terus menjawab telpon yang setiap sepuluh menit berdering darimu aku tidak akan bisa  menyelesaikan pekerjaanku." Afrain hanya bisa menahan sedih atas jawaban Bunga. Ya walau memang dia yang sangat konyol. "Afrain berhenti memelukku, aku harus bergegas membuat ini." Afrain yang tidak mau menjauh semakin erat memeluk Bunga. "Afrain lepaskan atau aku___," Bunga tidak jadi melanjutkan kalimatnya karena Afrain memutar tubuhnya dengan tiba-tiba. Posisi mereka yang sekarang saling berhadapan memperjelas betapa tampannya Afrain dan Bunga mulai tidak waras karena dia menatap terus menerus wajah itu hingga tak sadar wajah Afrain sudah tidak berjarak lagi dari wajahnya. Sebuah kecupan lembut diberikan Afrain dibibir Bunga memberikan sengatan kecil yang belum lagi pernah Bunga rasakan. Jantung Bunga berpacu seirama dengan hatinya yang menyebutkan nama Afrain. Senyuman Afrain sendirilah yang mampu membuat detakan jantunganya kembali normal. "I love you," kata Afrain tepat di depan wajah Bunga, sangat berbekas dalam pahatan memori yang ia miliki. Bunga membalik tubuhnya tak lagi ingin terus menatap mata dan wajah Afrain. "Aku tunggu di rumah ya." Afrain tidak ingin mengganggu pekerjaan Bunga jadi dia berniat membuatkan mereka berdua makan malam. "Afrain jangan membuat rumah ku berantakan ya," teriak Bunga yang tidak dijawab pria itu. Bunga yang takut Afrain membuat kekacauan didalam rumahnya memilih bergegas mengerjakan kue. **** Selesai menutup toko, Bunga masuk kedalam rumah dan melihat tubuh Afrain yang terbaring di sofa. Bunga mendekat dan tersenyum saat wajah Afrain dia lihat sangat tenang. Bunga mendekat dan dengan jahil dia menyentil kening Afrain. "Ayo bangun, ini sudah malam." Bunga buru-buru pergi sebelum Afrain melakukan hal lain yang berpotensi membuat otaknya berhenti bekerja. Bunga berjalan kearah dapur lalu dia terpaku dengan meja makan yang sudah tersedia masakan ala western tertata rapi dilengkapi dengan lilin sebagai pemanisnya. "Terkesima hon ?" Bunga tidak berkata apapun selain berjalan perlahan mendekat kearah meja. Dia meneliti semua masakan itu dan Afrain benar-benar keren pikirnya. "Kau bisa memasak ?" "Tentu saja, aku dulu bercita-cita menjadi koki. Namun tidak bisa karena, ya dengan keadaan seperti ini. Makanya nanti saat kita menikah aku ingin kita memiliki banyak anak. Jadi tidak perlu repot seperti ku, mengurus perusahaan sendiri." Bunga membulatkan mata tak percaya dengan semua rencana Afrain. Dia saja belum yakin akan menikah dengan Afrain atau tidak. "Ayo makan. Aku sudah lapar." Bunga mengangguk setuju, senyumnya ikut terbit saat Afrain menyuapkan dia sepotong sosis bakar. Masakan Afrain memang lezat. "Kau suka ?" Bunga mengangguk dan mereka melanjutkan makan sambil membicarakan masa lalu. Bukan Bunga yang menceritakan semuanya tapi Afrain. Pria itu terlihat sangat serius dengan apa yang dia mulai. "Kau tahu, hanya kau satu-satunya wanita yang aku ceritakan kebiasaan semua keluarga ku." Bunga menatap mata elang itu dengan seksama. "Masa laluku buruk tentang wanita Bunga, aku akui itu. Tapi saat aku sudah serius memulai sesuatu yang aku inginkan, aku tidak akan pernah melepaskan impianku." Bunga menelan potongan daging yang dia makan dengan susah payah. Entah kenapa dia merasa tatapan mata Afrain saat ini begitu menyeramkan. "Dan impianku tentang masa depan ada bersamamu. Maka kau tahu kelanjutan kalimatnya bukan ?" Afrain kembali tersenyum tapi Bunga masih luar biasa tegang. "Aku tidak akan melepaskanmu." Gumam Bunga dalam hatinya. TBC Koment dong saiyangggg
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN