Hal. 4 Rasiel Ainsley ( Bad & Luck?)

1555 Kata
Note : Disarankan membaca cerita buku 1 dulu : IMPERFECT ME  :) . .  Karena banyak yang nggak tahu dimana sih klik love itu? Jangan lupa Klik tanda bentuk jantung terlebih dulu sampai berubah jadi warna putih, untuk pengguna Handphone agar masuk ke dalam library kalian  Untuk pengguna komputer cukup klik tulisan ADD menjadi ADDED yaa :D Nikmati dan jangan lupa Appreciate juga karyaku yaa , Terimakasih:* Selamat membaca :) Halaman 4 . . . Dentum musik yang beradu dengan lampu dansa berwarna-warni, aroma rokok dan alcohol menguar keras. Laki-laki dan wanita berdansa, menikmati suasana di dalam sana. Pakaian ketat, pendek, cenderung menggoda para laki-laki di tempat ini. Membayangkan kalau dulu dia sempat melakukan hal itu, membuat Rasi sedikit mengernyit kikuk. Baru satu tahun tidak bermain ke pub malam, begitu masuk ke sini Rasi bagaikan orang asing. Ditambah dengan style pakaiannya yang simple, bagaikan gadis desa masuk ke kota metropolitan. Gadis remaja polos tak tahu apa-apa. ‘Jangan sampai mereka berpikir aku sengaja datang ke sini untuk mencari uang tambahan dengan cara yang aneh-aneh,’ gerutu Rasi dalam hati. Kalau sampai ada. Rasanya dia ingin mematahkan leher siapapun yang berani mengatakan hal lancang seperti itu. Mendesah panjang, walapun baru pertama kali masuk ke tempat ini. Bisa dibilang cukup luas, dan besar. Ada beberapa ruangan khusus ditutupi pintu kayu, area bar, area dansa. ‘Kita hanya perlu pergi ke tempat VVIP saja ‘kan?’ pikir Rasi sekilas. Mencari ruangan tersebut, sembari mengikuti langkah Thomas. Mereka masuk cukup dalam, ruangan yang luas dengan penerangan yang temaram. Berjalan di samping Thomas, “Dimana kira-kira ruangannya, Kak?” tanya wanita itu polos. Thomas tersenyum kecil, menunjuk ke arah lantai dua. Beberapa orang tertentu saja yang bisa naik ke sana, sesuai dengan instruksi tertera. Berarti itu benar-benar ruangan yang khusus ‘kan? Thomas tidak berbohong. “Lantai dua itu ruangan khusus ya?” Thomas mengangguk, “Kau pasti suka, ada beberapa temanku juga sering main di sana. Akan kukenalkan nanti.” Ha? Tu-tunggu dulu, ada temannya juga? Thomas kenapa baru bilang sekarang? Alis Rasi tertekuk, menatap ke lantai atas dengan ragu. Ini benar-benar acara kencan mereka berdua saja, benar ‘kan? Tidak menjawab perkataan Thomas, berjalan pelan mengikuti langkah sang Marvelo. Dengan perasaan ragu, melangkah naik ke lantai dua. . . . . Reflek memegang pakaian Thomas, begitu sampai di lantai dua. Tubuh Rasi sedikit menegang, semakin ragu. Meneguk ludah tanpa sadar. Pasalnya saat mereka berdiri di dekat tangga. Tidak ada ruangan VVIP menyambut, melainkan pandangan beberapa orang terfokus pada mereka. Beberapa sofa yang dibentuk menjadi beberapa kelompok, aroma rokok menguar keras. Wanita-wanita berpakaian seksi tengah memeluk tubuh laki-laki di dekat mereka, semua menatap Rasi dengan pandangan bingung. Setengah menyeringai tipis. Mengeratkan genggaman tangannya pada pakaian Thomas, menatap laki-laki itu lagi. “Ka-kak Thomas, kau bilang tadi sudah memesan ruangan VVIP ‘kan? Kenapa di sini ramai sekali?” Anehnya, Thomas masih tersenyum santai. Memeluk pundak Rasi dan mulai berjalan, “Ruangannya ada di sana kok, kita harus perlu melewati mereka saja. Beberapa diantara mereka itu temanku, kau tak perlu takut.” Arah tunjukan Thomas bagaikan tanpa ujung pasti. Rasi bahkan tidak bisa melihat satu buah pintu pun di atas sini. Hanya area yang luas berisikan sekat, bukan pintu melainkan beberapa tirai hitam saja. Oke, karena Rasi sering ke tempat seperti ini jadi dia tahu apa arti ruangan VVIP itu. Ruangan khusus yang diatur jauh dari area dansa dan bar yang berisik. Kedap suara, pelanggan bisa menikmati waktu mereka yang santai dan tenang di sana. Tapi sekarang deskripsi ruangan itu tidak ada sama sekali di lantai dua?! Menghentikan langkahnya, masih dengan wajah tertekuk, menatap Thomas sanksi, “Kakak, tidak bohong ‘kan mengenai ruang VVIP itu? Harga satu ruangan saja bisa puluhan juta per malam.” Jika dipikir lagi, kenapa Rasi baru sadar. Hanya untuk satu kencan pertama mereka, Thomas menyewa ruangan berpuluh-puluh juta dalam semalam dan laki-laki itu hanya berniat mengajaknya karaoke? Tidak ada jawaban dari Thomas, sosok itu hanya berbalik memandang Rasi. Senyuman di wajah yang perlahan menghilang digantikan dengan tekukan kecil. “Kau benar-benar tidak mempercayaiku?” tanya Thomas, kali ini penuh nada tersinggung. “Bukan begitu, Kak. Hanya saja agak sedikit aneh kalau Kak Thomas mengajakku ke sini, apalagi ini ‘kan kencan pertama kita.” Sebelum menjawab pertanyaan Rasi, seseorang justru memanggil Thomas. Berasal dari arah sofa berkelompok tadi. “Oh, Tom! Kau datang juga! Kemarilah!” Sosok laki-laki paruh baya bertubuh tegap, ditemani oleh dua orang wanita berpakaian seksi dan tubuh menggoda. Thomas kembali tersenyum, tanpa sadar menggenggam pergelangan Rasi. “Kita ke sana dulu, baru setelah itu pergi ruangan khusus untuk kita, oke?” Melempar senyumnya pada Rasi. “Tu-tunggu dulu, Kak!” Tidak bisa melawan, tubuh Rasi bak diseret paksa, mendekati laki-laki paruh baya di seberang sana. Jantung sang Ainsley berdetak kencang, aroma rokok dan alcohol yang kuat semakin membuat Ia tidak nyaman. . . . “Selamat malam, Tuan Regin.” Tuan? Kembali alis Rasi tertekuk, baru saja Thomas mengatakan kalau beberapa orang di sini adalah temannya. Lalu kenapa ada panggilan formal segala? Ditambah lagi berteman dengan laki-laki besar penuh tato di sekitar tubuhnya. Terlihat cukup mengerikan. Haruskah dia bersikap biasa saja? “Hari ini kau datang sesuai janji rupanya, kukira kau akan kabur.” Sosok bernama Regin mendengus sinis. Menatap sosok Thomas lagi, laki-laki itu malah tersenyum kikuk. Semua sikap tegas dan wibawanya tadi seolah menghilang dalam sekejap. “Mana mungkin aku kabur darimu, Tuan. Malam ini sesuai dengan permintaan anda.” Tiba-tiba saja pandangan Regin menatap ke arah Rasi, menelisik dari bawah sampai atas. Kedua tangan sang Ainsley terkepal. ‘Ma-mau apa dia melihatku seperti itu?!’ Betapa inginnya Rasi menampar wajah m***m di depan sana. Berani menatap, seolah dia ini barang pajangan?! Kembali menarik pakaian Thomas, “Kak, lebih baik aku pulang saja,” Sang Marvelo juga diam saja saat melihat sosok Regin melihat Rasi dengan pandangan aneh. Tidak mendapat jawaban, sosok Thomas tetap tersenyum. Aura laki-laki itu berubah perlahan, “Tetaplah di sini, Rasi.” Menjawab dengan nada penuh tekanan. Sang Rasiel mulai takut, menggeleng cepat, “ Aku ingin pulang, Kak! Sejak tadi kau aneh,” Berusaha menaikkan suara, tepat di hadapan Regin. “Tom.” Regin mengambil alih suara, seolah memperingati sosok Thomas. Bisa Rasi lihat bagaimana tubuh laki-laki itu menegang. “Aku tidak suka dengan wanita pembangkang dan berisik.” Sebuah kalimat penuh arti terucap santai. Regin kembali terfokus dengan kedua wanita di sampingnya, pandangan Rasi sempat teralih, perlahan melepaskan jemarinya dari pakaian Thomas. ‘Aku harus pergi dari sini,’ Sebelum bergerak pergi, merasakan perih di bagian pipi. Manik Rasi melebar, baru saja Ia melihat Thomas menamparnya cepat. Bahkan tanpa bisa mengelak. Menggunakan seluruh kekuatan dan melukai pipi kiri. Rona merah nampak jelas. ‘Tu-tunggu dulu,’ Otak Rasi berhenti bekerja selama beberapa detik. Mencoba menatap Thomas. Tidak ada senyuman di wajah sang Marvelo. Tekukan di kening, dan manik mendelik penuh amarah. Reflek memegang pipinya yang terasa perih. “Ka-kak, menamparku?” tanya Rasi tak percaya. Thomas mendengus sinis, “Ini karena kau berani membentakku di depan, Tuan Regin! Seharusnya kau senang karena aku mengajakmu ke sini!” Suara yang naik, penuh desisan amarah. Tidak ada senyuman gentle, tingkah Thomas berubah drastis. Jantung Rasi serasa mencelos,  dia bermimpi? Tapi kenapa rasa  perih dan sakitnya terasa sekali. Memundurkan langkah tanpa sadar, sesekali menggeleng takut. Masih menyentuh pipi yang sakit, “A-aku harus pergi,” ujar Rasi takut, berbalik hendak lari. “Kau tidak bisa kabur setelah melihat sifat asliku, Rasi.” Thomas bergerak cepat mencengkram pergelangan Rasi, menarik tubuh wanita itu agar kembali menatapnya. Tidak memberikan waktu bagi Rasi untuk kabur. Alarm dalam diri sang Ainsley berdengung keras, “Lepas!!” Tidak segan-segan berteriak, menggunakan seluruh kekuatannya untuk lepas dari cengkraman Thomas. Tapi tidak bisa, kekuatannya masih kalah jauh, tak seperti Teresa yang kuat. Kekuatan Rasi hanya bisa menang jika dia berhadapan dengan lawan yang lebih lemah. Baru kali ini Rasi melawan laki-laki. Dia kalah jauh! “Lepas!! Lepaskan tanganmu, Kak! Kau mau apa?!” Panik, menahan diri agar tidak menangis. Pandangan Rasi mengedar, berharap ada seseorang yang mau menolong. “Tolong!!” Dia tidak bisa mengalahkan Thomas! Siapapun di sini, “Tolong!” Saat merasakan tubuhnya semakin tertarik menuju sofa di dekat sana. “Tom, berikan dia minuman itu, sebentar lagi pasti dia sendiri yang akan meminta kita menyentuh tubuhnya.” Menyentuh tubuhnya?!! Rasi tidak mau!! “LEPAS!! SIAPAPUN TOLONG!!” Menatap takut, diantara mereka. Tidak ada seorang pun yang bergerak, menatapnya dengan khawatir. Memanggil bantuan atau- Ah, kenapa Rasi lupa. Seringai yang nampak di wajah semua orang itu, seolah menikmati kondisinya sekarang. Tempat tabu dimana semua tamu bebas melampiaskan hasrat dan kepuasan mereka. Sejak kapan kau berubah menjadi wanita bodoh yang munafik, Rasiel Ainsley? . . . . Suara teriakan wanita bergema disela-sela musik yang berdentum keras, sosok tegap itu baru saja masuk ke dalam Pub. Menengadahkan wajah dan mendengus tipis, "Mereka sudah mulai rupanya." ["Tuan, saya sudah siapkan ruangan khusus untuk anda, silahkan."] Masih menghembuskan asap setelah menghisap cerutu kayu tersebut, menatap seorang laki-laki tegap berusia 40 tahun, dengan potongan rambut super pendek, seolah menunggu perintah dari sang Tuan. Sosok bagai anjing penjaga yang selalu setia, "Arthur, segera urus semua hutang keluarga Mataniel malam ini juga, aku yang akan melunasinya." tegas sosok itu. Arthur, dengan sedikit kerutan di wajah karena pengaruh usia menekuk alis bingung, "Tapi Tuan, semua masalah keluarga Mataniel bukan urusan anda." Menunjukkan ekspresi tersinggung, Arthur menutup bibirnya, menunduk kembali, "Kau berani membantahku?"  "Tidak, Tuan. Maafkan saya, baiklah akan segera saya urus dan lunasi semua hutang keluarga Mataniel malam ini juga." ujarnya patuh. Mendengus puas, kembali melangkah masuk. Kali ini dia tidak berjalan menuju ruangan yang sudah disediakan salah satu pelayan tadi. ["Tu-tuan, mau kemana? Ruangan anda di sebelah sana."] Sosok tampan itu menyeringai, "Aku ingin menyapa seseorang dulu." Mengalihkan pandangan, menatap ke arah lantai 2. "Wanita angkuh dan polos, yang tadi menyiramku dengan air dingin. Aku ingin melihat seperti apa ekspresi wajahnya sekarang," Kembali merasakan sakit di kepala, berdecak kesal. "Ck, kau tidak boleh keluar sekarang Chris, masih ada sesuatu yang perlu kupastikan lagi." desis sosok itu menahan diri, dengan suara yang berat.  "Apa benar, wanita itu sudah berubah sepenuhnya."  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN