Bab 3

1502 Kata
Bocah laki-laki berusia 12 tahun terlihat lesu dan berjalan pelan menuju ke dalam rumahnya setelah pulang dari sekolah. Bocah itu berharap mamanya tidak ada di rumah, sehingga tubuhnya tidak perlu merasakan pukulan lagi dan membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Namun harapan tinggallah harapan, saat memasuki rumahnya terlihat mamanya sedang berdiri bersama seorang pria dan wanita dewasa. Bocah itu sudah mengenal pria tersebut, ia adalah kekasih mamanya selama seminggu ini. Mamanya sering bergonta ganti pasangan hampir setiap minggu dan setiap malam dirinya harus mendengar suara-suara menjijikkan dari kamar mamanya. "Sini kamu Erlan," panggil mamanya tajam saat melihat bocah itu muncul dari pintu rumahnya. Dengan kaki gemetar bocah yang dipanggil mamanya itu berjalan pelan menuju ke arah wanita yang melahirkannya. "Ini anaknya," ucap mamanya sambil menatap ke arah seorang wanita dewasa yang menatap bocah tersebut dengan senyuman yang menakutkan. Wanita itu berlutut dan menatap Erlan dengan senyuman yang menurutnya sangat menakutkan. "Siapa namamu nak?" "Erlangga tante," jawab bocah itu dengan ketakutan. Dirinya meringis sakit saat merasakan cengkraman kuat pada bahunya yang dilakukan oleh mamanya sendiri. "Saya mau dia," ucap Wanita itu sambil memandang puas ke arah mamanya. Entah kenapa apa yang dibicarakan orang-orang dewasa dihadapannya ini terdengar sangat menyeramkan untuknya saat ini. Erlan kecil dengan tubuh lemah akibat pukulan mamanya selama ini diseret dalam sebuah kamar, kemudian wanita yang tadi berbicara dengan mamanya juga memasuki kamar sambil menatap lekat ke arah Erlan. Mamanya mendorong dirinya di kasur lalu melangkah keluar dari kamar. Erlan dengan perasaan takut hanya memeluk lututnya di atas ranjang sambil menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya saat ini. Wanita itu berjalan mendekatinya dan membuat bocah itu semakin berkeringat dingin. Semua terjadi secara mendadak, Erlan kecil menangis dan berteriak keras saat wanita itu mulai memaksa membuka bajunya. Wanita itu tidak segan-segan memukul Erlan saat ia terus berusaha memberontak. Erlan tidak bisa melawan karena tubuhnya sudah sangat lemah akibat pukulan dan siksaan mamanya selama ini. Ketika wanita tersebut melihat Erlan sudah tidak bisa melawan, ia tersenyum puas dan mulai kembali mecoba membuka baju Erlan. Sebelum benar-benar berhasil menanggalkan baju Erlan pintu kamar tersebut didobrak keras oleh seseorang di luar. Erlan kecil bisa melihat sosok Papanya muncul dari balik pintu bersama dengan dua orang polisi. Wanita yang menyiksa Erlan langsung ditahan oleh polisi dan Papa Erlan segera mendekati anaknya tersebut dan memeluknya sambil menangis. Erlan kecil bisa mendengar beberapa kali Papanya membisikkan kata maaf kepadanya. ***** Pria yang sedang tertidur itu tersentak kaget dari tidurnya dan langsung bangun dari pembaringannya. Keringat dingin membanjiri tubuh polosnya yang tidak memakai baju. Sedari dulu Erlan memang lebih suka tidur tanpa mengenakan atasan. Erlan meremas kepalanya kuat sambil menunduk dengan menghembuskan nafas pelan untuk menormalkan detak jantungnya yang menggila. Mimpi itu, selalu mimpi itu yang menghantui tidurnya setiap malam. Kenangan yang selalu ingin dilupakannya itu selalu saja menjadi trauma terbesar dalam dirinya. Erlan segera meraih obat penenangnya yang ada di nakas samping ranjangnya lalu menelannya tanpa bantuan air. Pria itu kembali berdiam diri menunggu perasaannya sedikit lebih tenang. Diliriknya jam yang ada di dinding kamarnya yang menunjukkan pukul empat subuh. Empat jam lagi dirinya ada meeting penting di kantor namun mimpi tadi membuat ia sudah tidak bisa memejamkan matanya lagi. Setelah merasa tubuhnya sedikit rileks, Erlan segera turun dari ranjangnya dan menuju ke kamar mandi. Dirinya berdiri di bawah shower dan membiarkan air dingin mengalir membasahi tubuhnya, berharap sengatan dingin dari air bisa sedikit merilekskan otot-ototnya yang menegang. Trauma masa lalu membuat Erlan membenci yang namanya wanita. Menurutnya semua wanita sama saja dengan mamanya, melakukan apapun demi uang. Menikah adalah hal yang tidak akan pernah dilakukan dirinya, karena baginya perempuan tidak bisa berkomitmen jika kamu tidak memiliki harta kekayaan yang cukup. Erlan kembali mengingat saat Pak Andi Wiguna Rahid menjodohkannya dengan putri tunggalnya. Erlan memang tidak menginginkan perjodohan itu, namun menolak pria yang sudah begitu baik dan percaya padanya tentu tidak akan ia lakukan. Erlan memilih menerima perjodohan itu dan bertunangan dengan Anjani Cicilia Rahid yang saat itu baru pulang dari kuliahnya di London. Dirinya mengenal bagaimana perangai putri bosnya itu dan yakin bahwa gadis itu pasti akan membatalkan perjodohan mereka tanpa Erlan perlu menolaknya. Betapa lega Erlan saat akhirnya pertunangan mereka di batalkan setelah satu tahun. Erlan mematikan keran air saat tubuhnya sudah tidak dapat mentolerir rasa dingin dari air yang membasahi tubuhnya. Pria itu segera meraih handuk yang tergantung di sampingnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk tersebut. Ia keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya menuju lemari untuk mengambil sebuah kaos dan celana kain untuk dikenakannya. Masih terlalu pagi bagi Erlan untuk bersiap-siap ke kantor. Sambil menunggu pria itu memutuskan untuk memasak sarapan pagi untuk dirinya, ia berjalan menuju dapur apartemennya dan mulai melihat bahan yang ada di kulkas. Hanya ada telur serta beberapa sayuran yang sudah mulai layu. Melihat bahan yang lumayan mengenaskan, sepertinya memasak menu yang rumit bukan pilihan yang bagus. Erlan pun memilih mengambil tiga butir telur dan beberapa sayur yang masih bisa dimakan, pria itu memutuskan membuat omlet. Setelah beberapa menit berkutat di dapur akhirnya omletnya sudah jadi, Erlan segera meletakkan masakannya di meja makan bersama segelas kopi yang baru dibuatnya. Setelah meletakkan semuanya di meja makan, pria itu pergi ke kamarnya sebentar dan kembali dengan membawa sebuah laptop. Erlan memutuskan menghabiskan makanan dan segelas kopinya sambil mengerjakan beberapa laporan serta memeriksa beberapa email. ***** Cici berjalan menuruni tangga rumahnya dengan mengenakan t-shirt warna putih serta celana jeans ketat yang melekat pada kaki jenjangnya dan rambut yang diikat tinggi dengan beberapa helai anak rambut yang jatuh di sekitaran lehernya . Gadis itu berjalan santai menuju meja makan dan bergabung dengan orang tuanya untuk sarapan. "Kamu mau kemana hari ini Ci?" tanya papanya yang masih sibuk dengan roti yang ada di piringnya dan secangkir kopi panas. "Ke tempat Spa bareng Raras," jawab Cici pelan dan terlihat sibuk mengolesi rotinya dengan selai coklat kesukaannya. "Kamu nggak punya kegiatan apa gitu Ci? Tiap hari nongkrong aja kerjaannya. Si Raras aja butiknya makin terkenal, heran mama kenapa dia masih mau temenan sama pengangguran kaya kamu." Cici melirik kesal pada mamanya yang mulut merconnya sudah keluar di pagi hari. "Aku sudah bekerja di salah satu restoran ternama di London setelah lulus kuliah. Kira-kira siapa orang yang menyuruhku pulang dua tahun lalu dan membuatku menjadi pengangguran disini?" ujar Cici kesal. Mamanya hanya diam mendengar sindiran cici padanya. Andi hanya menggeleng kepala mendengar perdebatan istri dan anaknya yang tiada henti. "Kamu masih belum mau terima tawaran papa?" Cici menatap papanya saat mendengar pertanyaan yang dikeluarkan pria kesayangannya ini. "Aku sekolah Chef dan itu gak berhubungan sama sekali dengan dunia bisnis, jadi aku sama sekali gak tertarik masuk perusahaan papa. Mending papa ngasih aja apa yang aku minta." "Papa gak bisa gitu aja ngasih kamu modal untuk bangun restoran. Kamu harus belajar dulu, makanya itu papa tawarin kerja di perusahaan. Setidaknya kamu bisa belajar bisnis sebelum membuka usaha, Erlangga bisa membantu kamu untuk belajar," jawab Andi mengingat minggu lalu putrinya ini meminta modal untuk membuka restoran. Cici mendengus kesal saat papanya mulai menyebut nama putra angkat kebanggaannya itu. Cici bisa membayangkan penderitaan seperti apa yang akan dijalaninya kalau bekerja di perusahaan papanya di bawah asuhan pria robot itu. "Ya udah, aku pikirin dulu deh," jawab Cici setengah hati. Cici segera meminum Jus jeruk yang ada di sampingnya kemudian melap bibirnya dengan tisu. "Aku berangkat dulu kalau gitu," pamit Cici sambil mencium pipi kedua orangtuanya bergantian lalu berlalu keluar dari rumah. Sampai di luar rumah Cici segera masuk ke dalam mobilnya di mana di dalam mobil sopirnya sudah menunggu. Mamanya masih saja belum membiarkan gadis itu menyetir sendiri keluar rumah. Sepuluh menit perjalanan mobil yang ditumpangi Cici berhenti di sebuah Butik. Cici segera keluar dari mobil setelah sebelumnya sudah meminta sopirnya untuk tidak menunggunya dan langsung kembali ke rumah. Butik yang ia datangi berada di sebuah ruko yang cukup besar dengan dua lantai. Setelah Cici masuk ke dalam butik seorang gadis muda yang duduk di meja kasir langsung tersenyum saat melihat Cici. "Selamat Pagi Mba Cici." "Pagi Ara. Raras di atas kan?" "Iya Mba, Mba Raras lagi di ruangannya." Setelah mendengar jawaban dari salah satu pegawai Raras tersebut, Cici segera berjalan menuju tangga dan naik ke lantai dua. Di lantai dua ini ada sekitar enam orang pegawai yang sedang bekerja, ada yang menggambar pola, menyusun kain-kain dan berkutat dengan mesin jahit. Saat melihat kehadiran Cici semua pegawai menyapanya dengan ramah. Cici membalas sapaan semua orang sambil berjalan menuju pintu yang berada di ujung ruangan. Setelah membuka pintu tersebut terlihat sosok Raras yang sedang berada di meja kerjanya sibuk berkutat dengan berbagai kertas yang berisi beberapa hasil desain pakaiannya. "Morning." "Loh pagi banget lo datangnya. Gue masih meriksa beberapa hasil desain gak bisa langsung berangkat sekarang," ujar Raras saat melihat kedatangan Cici. "Ya udah lo lanjutin aja, gue nunggu disini," jawab Cici sambil berjalan masuk ke ruangan Raras dan duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan tersebut. Hari ini Cici dan Raras sudah janjian untuk pergi ke tempat spa bersama. Sambil menunggu Raras, Cici memutuskan menikmati beberapa cemilan dalam toples yang di letakkan di meja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN