Aku terbangun saat terik matahari menyilaukan mata, cahaya masuk lewat celah gorden jendela kamarku. Aku menyipitkan kedua mata, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netraku.
Tubuhku terasa pegal dan sakit, namun saat ku sadari seseorang memeluk pinggulku. Aku baru ingat hal yang ku lakukan semalam, dan itu menjelaskan perih di selangkanganku.
Lengan kokoh itu masih melingkar di perutku, tak membiarkanku jauh darinya sedikit pun.
Aku menyunggingkan senyum, aroma tubuhnya yang khas mampu membuatku terhipnotis seperti aku ingin terus menghirupnya.
Aku membalikan tubuh menghadapnya, mengangkat sedikit lengan berat itu agar pemiliknya tidak terbangun dari tidurnya, aku tak ingin mengganggu tidur nyenyaknya.
Nafasnya terdengar begitu teratur, wajahnya terlihat begitu tenang dan aku gemas melihatnya.
"Morning princess..." ujarnya sedikit membuatku terkejut.
Ia membuka kedua matanya, rupanya ia tahu sedari tadi aku perhatikan.
Aku tersipu malu, sedikit menaikan selimut guna menutupi tubuh polosku. Namun ia menghentikan jemariku dengan menahannya, menggenggam erat jemariku dan aku dapat merasakan tangan besar itu menggenggam tanganku.
"Jangan!" Ujarnya, aku tidak mengerti maksudnya, apakah jangan menaikan selimutku atau bagaimana?
Berusaha menghindari tatapan mautnya yang selalu membuat jantungku berdebar, aku berniat untuk pergi ke kamar mandi guna membersihkan diri.
Aku berdeham sambil beranjak bangun, namun sakit di area s**********n membuatku sedikit merintih dan wajahku meringis.
Anthonio yang khawatir akhirnya membantuku berdiri, pada awalnya aku ingin berjalan sendiri. Namun seperti mengerti kesakitanku akhirnya ia menggendong tubuhku ala bridal style menuju kamar mandi.
Jujur saja, aku masih malu dengan ketelanjanganku ini. Namun sepertinya Anthonio sudah terbiasa dengan hal seperti ini, aku mengerti ia sudah sangat dewasa dengan hal intim seperti ini.
"Maafkan aku menyakitimu." gumamnya di telingaku, membuat hatiku merasa terharu mendengarnya. Di balik wajah sangarnya ternyata Anthonio adalah pribadi yang sangat lembut dan sopan.
Meski semalam ia bertindak kurang ajar, kenyataannya aku juga menyukainya.
Ia mendudukan diriku di atas kloset, lalu berjongkok tepat di hadapanku.
"Mengapa aku yang pertama? Tidak mungkin gadis cantik sepertimu tidak pernah memiliki kekasih." tanyanya.
Aku menggigit bibirku sendiri, apakah aku harus bilang kalau aku begitu menggilainya sejak pertama kali ia menginjakan kaki? Dan rela melakukan apapun demi pria yang rupawan ini.
"Aku hanya ingin dirimu, Anthonio." jawabku malu, mungkin sekarang wajahku sudah memerah bagaikan tomat.
Ia menyunggingkan senyum, mengecup bibirku dengan intens dan aku membalasnya dengan senang hati.
Ciumannya turun keleherku, membuatku sedikit geli namun aku begitu menyukainya.
Lalu turun kedadaku, aku makin mendesah ketika bibirnya tak berhenti membuat kiss mark di sana.
"Oh, Anthonio..." aku meremas rambutnya, ia menekan pinggulku dan meremasnya sesekali. Aku menyukai momen ini tapi milikku terasa masih sakit dan perih sehingga aku memilih untuk menyudahinya.
Nafas kami saling berderu, ia menempelkan dahinya kedadaku dan aku memeluknya seraya menghirup aroma tubuhnya yang begitu maskulin.
Sungguh, aku tidak akan melepaskan pria yang ternyata memiliki perasaan yang sama terhadapku ini.
"Jika kakakmu tahu..."
"Daisy tidak akan tahu!" Potongku, sebelum ia melanjutkan kalimatnya.
Tidak...
Tidak akan kubiarkan Daisy mengganggu hidupku kali ini, telah lama aku mengagumi pria ini. Sekarang telah aku dapatkan dan tak akan kubiarkan seorang pun mengganggu kami.
"Baiklah princess, mungkin aku akan sering mengunjungimu kemari." ujarnya menatapku seraya mengelus pelan rambutku, aku merasa begitu spesial di matanya. Caranya memperlakukan diriku dengan penuh kasih sayang dan perhatian, caranya berbicara padaku dengan segala kelembutan layaknya memperlakukan bayi.
Hari-hariku sepertinya akan bahagia jika melihatnya setiap hari, karena hari esok dan seterusnya, akan berbeda dari hari sebelum-sebelumnya di mana aku belum menjalin kasih dengannya.
...
Dari kejauhan, aku tersenyum manis kepada pemilik lengan besar itu, Anthonio.
Selama beberapa bulan terakhir aku menjalin hubungan secara diam-diam dengan Anthonio.
Entah akan bagaimana akhir kisah cintaku dengan pria itu, namun satu yang aku tahu, aku mencintai Anthonio...
"Stop it, Anthonio! Geli..." ujarku ketika ia terus bermain di lekukan leher dan dadaku, merasakan brewok tipis yang mulai tumbuh di rahangnya membuatku geli.
"Itu hukuman untukmu karena tak mengunjungiku semalam." balasnya masih menggelitik diriku.
"Oh, maafkan aku, tapi aku benar-benar lelah semalam." jawabku, ia mengangkat tubuhku. Aku memeluk lehernya dan sesekali memainkan rambutnya, ia suka melakukan itu padaku. Karena bobot tubuhku yang terbilang ringan dan tubuhnya yang kuat.
"Apa aku pernah bilang kau memiliki warna mata yang indah?" Tanyaku masih mengagumi netra indahnya tersebut.
"Kau lebih indah." ujarnya menurunkanku kembali dan merangkul pinggulku agar menempel dengannya.
"Aku ingin bermain denganmu." bisiknya di telingaku, oh aku mengerti apa artinya bermain.
Aku menarik jemarinya, mengendap masuk ke dalam kamarku ketika malam telah tiba.
Mansion ini begitu gelap ketika malam sudah larut, dan seperti biasa aku selalu melakukan itu dengan Anthonio hampir setiap malam.
Aku membuka jubah tidurku, menyisakan bra dan celana dalam dengan motif berenda yang sangat pas di tubuh langsingku. Semenjak berhubungan dengan Anthonio, aku menjadi sangat sering memakai pakaian minim persis seperti Daisy.
"Ouh.... Anthonio...."
"Yes baby, say my name." tubuhku melengking, ia terus membuka kedua pahaku dan bermain di sana cukup lama.
Aku meremas rambutnya, geli dan nikmat bercampur menjadi satu. Anthonio sangat pandai membuat orgasmeku datang sangat cepat, bahkan hingga berkali-kali membuatku sering kehabisan tenaga jika bersamanya.
"Harusnya kau bisa lebih cepat datang, Verone. Memudahkanku memasukimu." katanya vulgar, makin membuat darahku berdesir ingin segera dimasuki olehnya.
"Please Anthonio, lakukan saja." racauku tapi ia masih betah bermain di sana, rasa panas dari lidahnya membuat intiku makin berdenyut. Aku seperti orang gila merasakannya, hingga tubuhku menggeliat.
Anthonio menghentikan aksinya setelah orgasmeku, tak sampai di situ kini bibirnya menggelitik di sekitar pahaku dan naik ke perutku.
Anthonio selalu dapat membuat diriku kehilangan kendali, aku berani bertaruh ia sering melakukannya dengan wanita lain sebelum bersamaku. Karena ia begitu lihai dalam memainkan tubuh wanita dan membuat lawannya selalu menginginkannya lagi dan lagi.
"s**t Anthonio, f**k me!" Titahku, namun sepertinya itu tidak diindahkan oleh Anthonio.
Ia masih fokus dengan permainannya sendiri tanpa mengerti keinginan lawannya.
Entah sejak kapan aku mulai mengerti pasal seks.
Belaian jemari Anthonio di intiku, membuatku kembali menggelinjang namun ia menahan perutku agar tak bergerak terlalu banyak.
"s**t baby... kau terlalu sempit." racaunya, dan entah mengapa kalimatnya itu membuatku merinding seketika.
Jemari kasarnya keluar masuk dalam sana, gesekan demi gesekan dan Anthonio makin mempercepat gerakan jemarinya ketika aku menjerit dengan kencang seraya meremas kuat sprei ranjangku.
Ia tersenyum penuh kemenangan, ketika cairan tersebut akhirnya keluar disertai deru nafasku.
Anthonio memang benar-benar mengerti cara memainkan tubuh wanita.