Senja memasuki kamarnya dengan perasaan bahagia, untuk apa Senja gelisah lagian Rendra sudah tau semuanya bukan? Akan lebih baik jika Senja istirahat saja kemudian menjemput alam mimpi. Semuanya akan terus baik-baik saja seperti yang kedua orangtuanya ketahui.
Ia membaringkan badannya di ranjang, sprei bermotif senja tentunya adalah hal utama dalam kamarnya sesuai namanya sendiri. Langit-langit kamar yang dipenuhi hiasan cantik tentunya dan hal ini semua adalah keinginan Senja seorang.
Bagaimana perasaan kedua orangtuanya jika keduanya tau jika ternyata Senja telah kembali? Kejadian itu sudah teringat jelas dalam ingatannya atau bisa dikatakan tidak menghilang sesuai perkiraan mereka. Apa mereka akan melakukan operasi itu lagi? Atau menerimanya tanpa adanya perdebatan?
"Kak endra memang the best. Subhanallah. Pernikahan ini akan Indah sekali. Uuuhhh kak endra walaupun malas bicara. Tak apa. Aku tau semuanya "gumamnya, pikirannya berkelana mengingat satu sosok panutannya yang mustahil kembali.
"Kakak apa kabar? Apakah sedang tenang disana? Senja tau kalau kakak juga pasti kangen Senja kan? Ayo ngaku! Hihihi, Senja ngapain sih ngomong sendiri." Senja menutup mulutnya dengan telapak tangannya pikirannya berkelana kembali ke masa lalu.
Flashback on.
"Senja... Jangan nakal! Ayo pulang. Nanti bunda marah kalau kamu lambat pulang." ajak anak perempuan pada adiknya tetapi bukannya diikuti adiknya malah kembali sibuk bermain di taman.
"Senja... Ayo pulang! Ini sudah mau magrib nanti kita diculik kalau lambat pulang." teriaknya kesal, adiknya yang bernama Senja malah enggan peduli. Memilih bermain ayunan bersama anak-anak yang lain.
Andrea, menatap kesal adiknya. Dengan kaki yang dihentakkan serta wajah menekuk kesal ia berjalan kearah bangku taman memilih mendudukkan dirinya menunggu adiknya bosan bermain dan mengajaknya pulang segera.
Flashback off.
Lamunan Senja buyar saat ponselnya berdering. Dengan langkah malas ia berjalan kearah meja kemudian mengambil benda pipih tersebut tertera nomor salah satu teman sekelasnya.
"Assalamualaikum, ada apa nelpon Senja malam-malam? Senja kan selalu bilang jangan nelepon ini tuh udah masuk waktu istirahat tau. Keras kepala banget sih, Tadinya Senja pengen istirahat tapi kamu nelepon. Ihh! Engga pengertian banget sih."
"..."
"Senja engga cerewet ya, mana ada Senja cerewet kamu tuh yang kayak gitu. Ngapain nelepon? Pasti mau nanya tugas kan? Alah! Kamu mah gitu selalu aja nanya tugas sama Senja kan bisa tanya yang lain."
"..."
"Tidak perlu muji Senja cantik ya! Senja sudah tau maksud dan tujuan kamu ya. Udah! Besok itu dosen tidak masuk jadi tugas free. Senja mau istirahat jangan ganggu ya." Senja mematikan sambungan telepon serpihak, tidak memperdulikan teman sekalasnya yang pastinya masih ingin mengatakan sesuatu.
Senja menyimpan ponselnya, kemudian berjalan ke sudut kamar. Membuka mukenanya lalu menggantungnya disana, setelahnya berjalan kearah kamar mandi. Ingin mencuci muka dan gosok gigi, setelahnya membaringkan tubuhnya pada ranjang ternyamannya.
Sebelum tidur tanpa Senja sadari air matanya datang. Saat masa mengerikan itu kembali terbayang dalam ingatannya. Semuanya masih terasa nyata seakan baru saja terjadi kemarin tetapi nyatanya sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Jujur, Senja merindukan Andrea tetapi takdir malah memilih mengambil Andre-nya dan enggan membawanya kembali.
***
"Saya tak akan setuju Rendra menikah dengan gadis lugu tak berguna seperti itu, bukannya mendapatkan keuntungan malah akan menjadi bumerang sendiri untuknya."Geram seorang wanita dengan pakaian mewahnya, kuku-kuku jemarinya terpoles cantik, make-up yang sempurna.
"Kita tak bisa menghentikan semuanya sayang. Rendra bahkan tak menentang semuanya,lagian kita tidak mempunyai urusan dengan si Rendra itu. Bukankah dendammu hanya ada pada Senja saja? Lalu untuk apa kita memikirkan kehidupan laki-laki kurang beruntung itu." sahut seseorang, tentunya penampilannya tak jauh berbeda dengan perempuan sebelumnya.
"Kita hanya perlu melihatnya saja melihat sejauh mana Senja menciptakan kebahagiaannya sebelum kita rusak dan hancurkan. Akan lebih baik jika kita fokus pada rencana saja bukan?" lanjutnya lagi.
"Tidak. Saya akan melakukan apapun. Agar pernikahan ini tidak berjalan, aku ingin melihat kehancuran Senja tepat didepan mataku sendiri. Dia tidak akan bahagia diatas penderitaan yang aku alami.perempuan seperti Senja harus benar-benar hancur." Gumamnya lalu melempar pisau tepat kearah foto yang terpajang di dinding. Pisau itu tertancap sempurna pada wajah seseorang.
Kebencian yang begitu jelas terlihat dalam matanya, segala rencana harus terealisasikan dengan sempurna tanpa harus adanya kegagalan sama sekali. Seorang Senja harus benar-benar jatuh tepat didepan katanya, segala hal akan ia lakukan demi kehancuran perempuan itu.
"Gadis lugu itu akan pergi seperti yang kumau."lanjutnya lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan itu, sedangkan perempuan yang satunya hanya menatap iba kepergiannya.
***
"Assalamu'alaikum pak rendra. Ada seorang perempuan yang ingin menemui anda." Sekertaris itu berlalu setelah melihat atasannya mengangguk tanda setuju.
"Assalamu'alaikum kak endra. Senja datang. Kebetulan hari ini libur kuliah bukan libur sebenarnya hanya saja Dosennya sedang sibuk jadi kuliahnya di kooaomgkan,Senja bahagia dong karena hari ini Free tugas. Bunda tadi bilang kak rendra sedang sibuk Tapi senja pengen cerita jadi kesini." Ujarnya ceria lalu duduk di sofa. Menyimpan makanan yang ia bawa di meja dan menatap lawan bicaranya.
"Kak rendra. Laptopnya disimpan dulu okey. Ingat jawab salam itu wajib. Hentikan itu dulu." Ucapnya lagi sambil memainkan telunjuknya didepan wajahnya sendiri. Dan itu terlihat lucu dimata Rendra.
Pagi ini Senja memang bingung ingin melakukan apa tetapi setelah memikirkannya selama beberapa menit akhirnya Senja memutuskan untuk menemui Rendra saja. Bundanya sempat melarang karena katanya menganggu kesibukan Rendra tapi Senja tetaplah Senja ia akan melakukan sesuatu sesuai apa yang dia inginkan.
"Wa'alaikumussalam. "Jawabnya datar,tanpa peduli celotehan senja yang begitu panjang. Sebenarnya Rendra malah senang ada Senja kemari jadi segala sakit kepalanya bisa sedikit terobati.
Senja baru saja ingin berbicara tapi sekertaris sudah masuk kembali, Senja memilih diam memperhatikan apa yang ada didepannya saat ini.
"Maaf pak... 30 menit lagi waktunya meeting, saya hanya datang memperingatkan." Beritahunya sopan setelah sebelumnya menyapa Senja dengan senyuman formal.
"Astagfirullah... Kak endra belum makan. Hentikan itu dulu,makan itu penting dari apapun." Senja berdiri dan menuju meja kerja rendra. Berkacak pinggang. tapi Rendra tetap tidak mempedulikannya, tetap melakukan kerjaannya.
Senja maju selangkah menutup tiba-tiba leptop laki-laki itu tanpa takut sama Sekali lagian untuk apa Senja takut Rendra takkan memarahinya kan? Kalau sampai Rendra memarahinya maka Senja akan marah lebih lama dari yang Rendra perkirakan.
Sekertaris yang ada disana terkejut melihat tindakan Senja karena jika orang lain yang melakukan itu mereka pasti sudah di marahi abis-abisan oleh kepala perusahaan itu. Bukan dimarahi tetapi langsung dipecat jika mereka berstatus pegawai, sekertaris itu tanpa sadar menggeleng takjub melihat keberanian Senja.
"Stop! Dan ikuti aku kesofa untuk makan kalau tidak aku akan marah dan mogok berbicara padamu selama beberapa jam kedepan, jangan bilang Senja bercanda karena Senja memang sedang serius tidak main-main. Makan itu penting lebih dari apapun." Tuturnya dengan nada tegas.
Rendra menatap senja dan menaikkan sebelah alisnya,Heran mendengar ancaman senja tadi "Bisa?" tanyanya seolah sedang menantang Senja.
"Bisalah. Kenapa tidak? Jika kak Rendra tak mau menurutiku aku akan marah. Dan tak memperdulikan jika rendra datang. Pikirkan saja pekerjaan mu itu, jangan pikirkan apapun tentang Senka lagi pokoknya Senja ngambek sama Kak Endra, serius." Ujar senja lagi. Kembali duduk di sofa. Duduk membelakangi meja kerja rendra. Dan mengunci mulutnya dengan tangannya sendiri.
Rendra tersenyum samar. Bahkan tak terlihat. "Baik"ucapnya lagi. Lalu duduk di sofa single. Mengambil makanan yang dibawa senja memakannya dengan perlahan dengan mata sesekali menatap Senja yang sedang merajuk didepannya.
Sekertaris yang ada disana melongo.Bahkan sangat heran. Dan apa tadi. Bosnya tersenyum. Tersenyum? kata itu terulang dalam hatinya. Dan bosnya tak marah saat senja menutup laptopnya secara tiba-tiba. Ia semakin heran saat perempuan yang tadi kini berceloteh tanpa henti di hadapan ceo itu.
Dan jawabannya hanya hmm saja. Dan perempuan itu tak memperdulikan sikap itu. Bahkan binar ceria sangat kentara dilihatnya. Pasangan yang aneh. Batinnya. Berbalik dan berjalan keluar.
Mungkin alangkah baiknya baginya untuk tidak ikut campur dengan urusan bosnya, dan sepertinya perempuan tadi adalah perempuan yang sangat penting untuk bosnya, cukup cantik juga dan pastinya bisa menjadi pawang bosnya jika sedang marah. Apa perlu ia mengambil nomor ponsel perempuan itu? Untuk meminta bantuan jika sedang terjadi sesuatu?
Ia duduk kembali pada tempatnya, kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda tadi. Lagian berkas-berkas harus segera disiapkan untuk rapat nantinya.
"Bye Kak Endra, Senja pulang dulu. Maaf ya cuman sebentar soalnya teman-teman yang lain sudah menunggu di kafe. Hihihi, jangan kangen sama Senja nanti kalau sudah pulang kantor kita bisa bertemu kok, iyakan? Iyakan? Pa-"
"Pergilah."
"Jahat banget sih! Nanti pas kak Endra datang kerumah Senja engga bakal mau bertemu siapa suruh ngomong kayak gitu. Apa susahnya sih bilang bye Senja, sampai bertemu nanti. Malah usir Senja, jahat."
"Bye, see you."
"Hahaha, semangat kerjanya Kak Endra mukanya jangan seperti kulkas terus nanti bawahan Kak Endra ikutan kayak kulkas dinginnya ngalahin antartika sana. Senja masih pengen ngomong tapi teman Senja nelepon mulu kayak penagih hutang. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Walaikumussalam."
"Hai Mba Sekertaris, salam kenal dari Senja. Ingat muka Senja ya nanti bakal rajin kesini soalnya bentar lagi nikah sama Kak Endra nanti pas nikahan kami Mba datang ya. Aduh! Senja masih pengen ngajak Mba berbincang cuman teman Senja daritadi nelepon terus katanya harus menghadiri acara perkumpulan bebas, aneh kan? Bye."
Tepat setelah perempuan bernama Senja itu berlalu sekretaris itu masih terpaku. Tadinya ia melihat Senja berdiri didekat pintu kemudian berbicara dengan pak Rendra disana kemudian menyapanya dengan wajah ceria. Belum sempat ia membalasnya tapi perempuan itu telah berlalu dengan cepat.
Apakah Senja tidak capek berbicara dengan begitu panjang? Darimana perempuan itu mengambil kata begitu banyak? Ia saja baru berusaha mengolah katanya sedang perempuan itu telah menghilang dalam pandangannya.
Benar-benar pasangan ajaib, yang satunya sangat cerewet dan satunya lagi dinginnya entah bagaimana.