"Makasih ya Rik." Dara tersenyum tipis kearah Riki.
Pemuda itu membalas dengan senyuman manis, mengusap lembut rambut Dara. "Hm, langsung tidur jangan main HP mulu." Tegur nya, disambut pukulan pelan Dara.
"Tau aja lo."
"Apasih yang gak gue tau soal lo."
Dara cuma terkekeh, melepas seatbelt nya dan membuka pintu mobil. Namun Riki mencekal pergelangan tangannya saat Dara ingin keluar.
"Kenapa?" Dara mengangkat sebelah alisnya.
Riki tanpa diduga menampilkan raut kebahagian yang tertahan. "Makasih buat tadi." Lirihnya.
Deg.
Dara merasa semakin buruk.
"I-iya, yaudah gue masuk dulu, lo hati-hati udah malem."
Riki mengangguk patuh, setelah melepaskan cekalan tangannya, Dara langsung melangkah cepat masuk rumahnya. Sepanjang jalan gadis itu terus meyakinkan hatinya, kalau cinta pasti datang karena terbiasa.
Bukannya ada pepatah Jawa yang mengatakan kalau 'witing tresna jalaran saka kulina' (?)
Jadi semoga dengan terbiasanya ia dengan Riki, makan perasaan cinta itu akan tumbuh. Dan ia dapat melupakan Om Bagas.
Om Bagas, ya?
Kenapa Dara tiba-tiba merindukan lelaki duda itu.
***
"Dara, kesini dulu."
Dara yang berjalan melewati ruang tamu terpaksa menghentikan langkah saat Mamahnya memanggilnya. Dengan sedikit bingung gadis itu melangkah mendekati orang tuanya.
"Kenapa Mah?"
"Duduk dulu Dar." Nah Dara makin mengernyit heran saat Papah nya menyuruhnya duduk, widih tumben-tumbenan ngajak ngumpul begini.
Mau ada gerangan apa nih?
Dara hanya duduk patuh di depan orang tuanya, menatap Mamah dan Papah nya bergantian dengan curiga.
"Jadi kita akan pindah ke Jakarta lagi."
"WHATTT??!" Pekik Dara pakai triple 'T' saking kaget nya. Gadis yang kini rambutnya sudah panjang sepunggung itu sontak menatap nyalang kearah orang tuanya, "Papah sama Mamah gak bercanda kan? Kita ini sebenarnya lagi camping apa gimana sih, pindah-pindah mulu! Dikira pindah rumah semudah kura-kura apa?!"
"Loh bukannya kamu harusnya seneng ya, bisa ngapelin Om-om Ganteng mu itu." Sahut Papah nya sekalian mengejek karena tau kalau anak gadisnya seperti kena pelet duda tetangganya.
Dara menggeram, beneran sebal setengah mampus. "Papah kira aku mudah gitu adaptasi di Sulawesi tanpa kenalan satupun, dan begitu aku mulai nyaman Papah malah dengan entengnya bilang mau balik ke Jakarta. Ini tuh definisi pergi pas lagi sayang-sayangnya!"
"Halah lebeey." Cibir Papah nya membuat Dara makin menghentak-hentakkan kakinya kesal.
"Mamah setuju buat pindah?" Sekarang Dara sedang meminta dukungan dari Mamahnya.
"Hehe, maaf ya sayang. Tapi Mamah selalu ngikut kemanapun Papahmu pergi. Kita kan soulmate." Ujar Mamah Dara malu-malu meong.
"Sayaaang ... " Papah Dara terlihat sangat terharu, langsung memeluk dan menciumi pucuk kepala istrinya mesra.
Kelopak mata Dara berkedut sebelah melihatnya.
Harus banget ya gue lahir di keluarga seperti ini?
"Tapi kalau kamu gak mau pindah juga gak papa sih, Papah sama Mamah sudah diskusi dan kami bakal dukung keputusanmu kalaupun kamu mau lanjut kuliah disini."
Dara tersentak. "K-kenapa?"
Papahnya terlihat menyunggingkan senyuman tulus khas ke Bapakan. "Karena kami tau kamu sudah dewasa, kamu bisa memutuskan mana yang baik dan yang buruk untuk diri kamu sendiri."
Dara tertegun tak menyangka, baru pertama kali terpukau dengan Papah nya sendiri.
"Tapi .. " Papah nya sengaja menggantung ucapannya membuat Dara mengerjap penasaran, tanpa diduga Papah nya malah cengar-cengir misterius.
" ... emangnya kamu gak kangen sama Om Ganteng mu~"
***
BRAK!
"Pah-pah aku ada kabar baik!!!"
Bagas yang sedang berkutat dengan komputernya di ruang kerja itu mengernyit kaget. "Pelan-pelan sayang, nanti jatuh—"
Gedubrak!
Bagas melongo cengo melihat Fina yang sudah nyungsep nyium ubin lantai, tapi hanya sesaat, karena sedetik setelahnya Fina kembali berdiri dan justru lompat-lompat heboh dengan tak karuan nya.
"Kenapa sih sayang?" Tanya Bagas jadi ikut kepo.
Fina menutup mulutnya antusias sambil memukul-mukul lengan Papah nya gemas. "Dara Pah! Dia bakal balik kesini!!!" Seru Fina terlampau keras.
Deg.
Bagas tanpa sadar mengalihkan tatapannya kearah Fina sepenuhnya. "Dia pindah kesini lagi?"
Fina mengangguk semangat. "Tadi aku lihat rumah Dara mulai dibersihin sama penjaganya, pas aku tanya katanya keluarganya Dara bakal balik lagi kesini!" Jelas Fina meluap-luap, karena tetanggaan membuat Fina dengan mudah mengetahui kondisi kediaman Dara.
Bagas mengangkat ujung alisnya sebelah, sebelum menipiskan bibir. "Yah ... si perusuh balik lagi." Gerutunya pelan.
Fina menonjok lengan Papah nya tanpa sungkan-sungkan. "Temen aku Pah! Temen akuuu!" Koarnya mirip singa betina.
Bagas mengaduh lebay. "Ish kayaknya kamu lebih sayang ke cewek petakilan itu deh ketimbang Papah." Ujar Bagas dengan nada dibuat sok sedih.
"IYADOONG HA-HA-HA!!" Lalu Fina sudah beranjak keluar dari ruangan Bagas dengan tawa patah-patah nya.
Bagas menggeleng tak habis pikir, bertopang dagu dengan dahi berkerut. "Gadis itu balik lagi?" Gumamnya bermonolog.
Dan tanpa sadar lengkungan bibirnya naik beberapa senti dari tempatnya.
***
Fina yang sengaja ngejogrok di depan rumah menunggu kedatangan sahabat karibnya itu terlihat sudah menggigiti jarinya tak sabaran. Tepat sebulan lalu setelah Fina mendapat kabar kepindahan keluarga Dara gadis itu sudah menanti-nanti hari ini.
Hari dimana Dara akan kembali.
Suara derum mobil mengalihkan atensinya, Fina menegak, berbinar antusias melihat mobil pick up yang membawa beberapa barang dan disusul mobil BMW hitam mengkilap di belakangnya.
"Om Tanteee!!"
Mamah dan Papah Dara terlonjak kaget saat menemukan Fina sudah berlarian sambil lompat-lompat salto (canda salto).
"Eh Fina sayang ya ampun apa kabar??!" Tanya Mamah Dara terdengar begitu antusias.
"Baik Tan!!" Fina tersenyum lebar, disambut kekehan geli dari kedua orang tua Dara. Tak lama Fina mengedarkan kepalanya, meneliti lebih jauh. "Loh Dara nya kemana?" Tanya Fina karena tidak menemukan kehadiran Dara.
Mamah dan Papah Dara terlihat saling tatap penuh arti. "Maaf ya sayang.." lirih Mamah Dara terdengar menyesal.
Fina menegang kaku. "D-dara gak ikut pindah Tan?"
Mamah Dara cuma bisa menampilkan raut bersalah, kedua bola mata Fina sudah mulai berkaca-kaca ingin menumpahkan air mata.
"Hiks-hiks ... k-kenapa Dara gak ikut pindah? Hiks ... D-ara gak mau ya ketemu Fina?" Fina menangis sesenggukan.
"Sayang.." Mamah Dara terlihat ingin memeluknya tapi gadis itu keburu berlari masuk ke dalam rumah.
Bruk!
"Fina?!" Bagas tersentak kaget melihat keadaan kacau anaknya.
Fina mendongak, menatap Papah nya dengan air mata dan ingus yang sudah meluber kemana-mana. "D-dara Pah, hiks ... dia t-ternyata gak ... ikut pindah." Jelas Fina makin kencang menangis.
Bagas mengerjap, terlihat sama kaget nya. "Sssh ... pasti ada alasannya." Bagas mencoba menenangkan Putrinya.
Fina tidak mau dengar. "Huaaa .. hiks-hiks p-padahal aku udah siapin hadiah Pah, k-kenapa ... Dara gak jadi pindah?"
"Wah beneran ya, tapi hadiahnya harus segepok uang warna merah."
Bagas dan Fina sama terkejut nya, makin syok lagi saat melihat penampakan Dara yang bersandar di daun pintu sambil menyengir santai. Dara terkekeh geli, "mana hadiah gue?" Tagihnya mengulurkan telapak tangannya.
"Ddd-dddr ... DARAAAAAAAA!!!" Satu rumah langsung menggema suara toa Fina yang berlari kearah Dara, naas nya Bagas yang tadi memeluk Fina justru di dorong begitu saja.
Untung sabar Bagas turah-turah.
Dara langsung memeluk erat tubuh Fina yang sudah berhambur memeluknya, dengan senyuman tulus gadis itu mengelus belakang kepala Fina lembut.
"Kangen gue gak?"
"Ya kangen lah yakali nggak!"
Lalu keduanya malah terkekeh bersamaan. Bagas tanpa sadar tersenyum hangat melihat persahabatan dua gadis itu, sambil bersedekap lelaki itu meneliti Dara dari ujung rambut sampai kaki.
Gadis itu tidak banyak berubah, kecuali rambutnya saja yang makin panjang.
"Udah ih, mau sampe kapan lo nempel-nempel gue mulu? Ingus lo kena baju gue nih!" Gerutu Dara, Fina malah sengaja mengelap ingus nya ke kaos Dara.
Lalu keduanya sudah gelud seperti biasa. Bagas jadi menggeleng tak habis pikir, apa semua perempuan seaneh mereka?
"Nanti lo nginep disini ya, gak ada penolakan pokoknya!"
"Siap Ndhoro Ayu~"
Fina tertawa sumbang, melirik ke belakang diam-diam. "Eum gue mau ke atas dulu, lo ngobrol gih sama Bokap gue." Belum sempat Dara membalas Fina sudah melipir pergi dengan santai nya.
Dara membasahi kerongkongan nya yang tiba-tiba kering, mendekat canggung kearah Bagas. Sialan, padahal Dara yakin kalau ia akan bisa bersikap biasa saja saat bertemu dengan lelaki ini, tapi nyatanya kenapa dadanya malah berdebar kencang.
"Dar?" Panggil Bagas melihat gadis itu hanya diam mematung.
Dara mengerjap, dengan kikuk sedikit menundukkan kepala untuk menyapa Bagas. "Om." Ujarnya pelan dengan sopan.
Bagas tanpa diduga mengacak rambut Dara, memang cuma gerakan spontan tapi berefek luar biasa ke tubuh Dara. "Akhirnya bisa sopan ya sama saya." Kekehnya ringan.
Dara meringis kaku, mencoba senatural mungkin untuk bersikap. "Om mah gitu, saya gak sopan diejek giliran udah sopan juga masih diejek." Ujarnya memasang wajah ngambek.
Bagas menggeleng geli, menarik gadis itu untuk duduk. "Jadi gimana selama kamu di Sulawesi?"
Dara menelan saliva nya susah payah. "G-gimana apanya Om?"
"Ya kehidupan kamu disana, kuliah kamu misalnya."
"Oh." Dara tanpa sadar bernapas lega. "Gak gimana-gimana sih Om, saya ambil jurusan arsitektur."
"Wah keren dong." Puji Bagas tidak membuat Dara tersanjung sama sekali.
"Iya keren kalau saya ada bakat, nilai saya aja jeblok-jeblok kayak telur ceplok." Ucap Dara ngelantur malah disahut tawa geli Bagas.
Lalu tak lama hening melanda, Dara melirik Bagas secara diam-diam. Tapi ia sungguh tidak tahan, Dara menghembuskan napas keras.
"Saya boleh ijin peluk Om nggak?" Lantang Dara bukan main beraninya.
Bagas terlihat tak menduga dengan pertanyaan gadis itu, bibirnya terbungkam rapat dengan mata menatap lurus iris mata Dara.
"Boleh."
Dara menggigit bibirnya agar tidak kelihatan senyum bodoh, dengan pelan gadis itu berjalan mendekat kearah Bagas dan melingkarkan kedua tangannya ke perut rata Bagas.
Tanpa diduga Bagas membalas pelukannya.
Dara menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Bagas, memejamkan mata menikmati suasana. Ini bukan pertama kalinya ia berpelukan dengan Bagas, namun dulu ia selalu diam-diam ambil kesempatan untuk memeluk Bagas, jadi rasa yang tercipta sangatlah berbeda. Tiba-tiba napas Dara tertahan, menyadari sesuatu.
Kalau perasaannya tidak pernah berubah terhadap Om Bagas.
"Kangen Om .... " Bisik Dara pelan membuat Bagas memejamkan matanya.
***
"Apa nih?" Heran Dara melihat Fina melemparkan kotak kearahnya.
Fina yang terlihat masih skincare-an itu melirik sok cuek padahal aslinya peduli. "Hadiah lo, gue pungut dari tong sampah depan rumah."
"Wah bajigur sekali lo!" Entah kenapa Dara malah sebut nama minuman. "Btw kalo jelek gue buang ah." Ujarnya cuma bercanda.
"Awas lo sampe dibuang, gue mutilasi tubuh lo."
"Ih atutt~"
Dara tersenyum geli sambil membuka selotip yang menutup kotaknya, untuk ukurannya tidak terlalu besar tapi cukup berat, Dara jadi penasaran dengan isinya.
Bola mata Dara membulat utuh begitu melihat isinya.
"Njir, tong sampah mana bisa dapet barang mehong begini?" Guyon Dara terlihat takjub melihat jam tangan branded, harganya ia tebak pasti mahal sekali.
"Beneran buat gue Fin?"
Fina menoleh, mengangguk. "Buat lo." Ujarnya geli melihat wajah berbinar Dara.
Dara reflek memeluk kencang tubuh Fina, tak ayal membuat Fina mencibir. "Kalo ada maunya aja baru gue disayang-sayang."
"Hehehe ... "
Lalu keduanya sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing, Dara yang lagi poto-poto jam barunya buat pamer ke medsos, sedangkan Fina yang lagi skincare-an yang belibet banget menurut Dara.
"Oh ya Fin gue mau kasih tau lo sesuatu."
"Hm?" Gumam Fina karena sedang pakai masker.
Dara rebahan diatas kasur. "Gue udah pacaran sama Riki." Terangnya santai.
"HAH?!" Pekik Fina kaget.
Sampai maskernya retak.
***
TBC.