[7]

1566 Kata
Meski agak tegang, tapi Giselle tak bisa mundur dari acara di mana ia memang harus menemani Justin untuk dihadiri. Selain karena undangan khusus, ia juga butuh bersosialisasi dengan kalangan yang jauh berbeda dengan orang-orang yang dulu pernah ia temui. Bagaimana tidak? Giselle tak pernah menyangka akan menginjakkan kaki di tempat yang demikian mewah. “Apa kau bercanda? Ini ... sangat luar biasa, Tu—oke, Justin.” Giselle tersenyum lebar tapi matanya tak bisa ditutupi rasa takjub dan kagum saat turun dari Lexus hitam milik Justin. Tepat di depan gedung yang berpendaran kilau lampu kristal yang menggantung di lobby utama. “Tetap di dekatku dan sembunyikan kegembiraanmu.” Justin tertawa. Ia tak menertawakan sikap berlebihan yang Giselle utarakan secara terang-terangan. Giselle hanya mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Rasa kagumnya, serta apa yang tak pernah terbayang di dalam hidupnya, kini bisa terjadi dengan mudah. Setelah berhasil mengeluarkan gadis itu dari tempat yang menurutnya sangat buruk, juga menguras hampir seperempat tabungan masa depannya, tapi Justin tak menyesal. Justru ia menyesal jika kala itu ia meragu. Dua milyar ia kuras untuk membebaskan Giselle dari sana. Sebenarnya Justin agak terkejut juga dengan nominal yang diajukan oleh Jilly, lengkap dengan bunga serta perhitungan pinjaman berjalan karena Giselle menggunakan uang wanita ular itu untuk memberi napas kehidupan ibunya di rumah sakit. Apa yang dikatakan Jilly memang benar adanya, tapi biayanya? Tak semahal itu! Jilly memang keterlaluan! Tapi tak jadi soal, Justin percaya dengan keteguhan hatinya. Ia sudah bertekad dan yakin, jikalau nanti, nama Giselle akan merajai tahun-tahun kegemilangan di SEO. Bagaimana tidak. White Bird yang dibawakan Giselle di panggung utama, sukses mengantarkan nama Justin pada takhta desainer nomor satu di negaranya. Belum lagi penjualan koleksi pada musim itu, laris terjual. Bahkan sampai waiting list sebanyak lima ratus pieces dengan jenis serta model yang berbeda. Pencapaian yang sangat luar biasa untuk ukuran desainer muda yang baru berkecimpung di dunia yang penuh gegap gempita. Setidaknya, uang yang Justin keluarkan, kembali dalam wujud berkali-kali lipat dan ia dapatkan investasi jangka panjang; Giselle sebagai salah satu model utama SEO. “Tapi ini semua benar-benar tak bisa kupercaya, Justin,” kata Giselle sembari setengah berbisik. “Aku tak menyangka bisa memasuki gedung ini.” “Kau akan sering datang ke acara seperti ini.” Justin terkekeh. “Ingat yang Nico katakan; sembunyikan ekspresi aslimu. Tetap tampilkan senyum manis yang tipis menggoda. Kau jelmaan Dewi Kecantikan yang tak ingin kembali ke tempat asal.” “Kau melamun?” tanya Justin memecah kesunyian di antara mereka. padahal saat keluar dari area parkir, Giselle masih banyak bicara. Tapi seiring waktu berjalan, suaranya kian tenggelam dan hanya ditemani oleh suara musik yang keluar dari audio mobil yang Justin kendarai. “Tak perlu kau khawatir. Andrew dan Jilly bukan masalah besar.” Justin tebak, hilangnya kecerewetan Giselle karena dua nama tadi. “Aku tahu,” tukas Giselle segera. senyumnya pun kembali ada meski tipis. “Aku yakin kau pasti memenuhi janjimu. Tapi ...” “Tak ada tapi dalam pemenuhan janji, Giselle. Itu caraku memenuhi semua ucapanku untukmu.” Dari samping, sosok pria yang fokus pada setirnya ini tampak memukau sekali. Bagi Giselle, tak ada pria sebaik ini datang dalam hidupnya. Entah apa yang membuat Tuhan berbaik hati memberikannya takdir bertemu dengan Justin, juga ia sering bertanya-tanya, adakah kebaikannya yang begitu besar sampai dihadiahi pertemuan dengan Justin? Sepanjang ia mengingat apa yang telah terjadi dalam hidupnya, baik yang ia lakukan, sengaja atau tidak, belum ada satu pun ingatan mengenai kebaikan besar yang dilakukan. Terkecuali merawat ibunya penuh kasih sayang. sesekali ia bacakan cerita lama yang menjadi koleksi ibunya di rumah. Giselle tak pernah lupa, cara ibunya menyayangi koleksi buku tua yang ternyata pemberian pria yang paling dicintainya. Katanya, “Sekecil apa pun pemberian dari orang yang kita cintai, akan sangat berarti dalam hidup, Nami.” Mengingat sosok sang ibu, membuat hatinya mendadak nyeri. Tiba-tiba juga ia merindukan perjumpaan dengan wanita paruh baya itu meski terhalang kaca. “Kau hanya perlu melakukan yang terbaik malam ini.” Justin kembali bersuara, sedikit menoleh pada si penumpang yang tak bersuara. Tapi begitu mendapati sang lawan bicara hanya terdiam dengan wajah tertunduk dalam, Justin merasa ada sesuatu yang aneh. “Kau ... baik-baik saja?” Giselle segera mengusap sudut matanya yang mendadak basah. “Tidak apa-apa, Justin. Aku hanya teringat ibuku.” Kening Justin bertambah kerutannya. “Bagaimana bisa kau teringat ibumu di saat kita membicarakan Jilly dan Andrew?” Ia benar-benar tak menyangka secepat itu pemikiran Giselle bercabang dan tertuju ke satu tempat di luar prediksinya. Gadis itu terkekeh akhirnya. “Kau yang mengatakan sendiri, kan, aku tak perlu mengkhawatirkan mereka berdua. Kau bisa tangani mereka dengan mudah. Iya, kan?” “Itu benar,” sahut Justin segera. “Lalu kenapa kau murung?” “Aku teringat ibuku.” Giselle tersenyum miris. “Di saat semua yang ingin kutunjukkan padanya, justru ia pergi meninggalkanku selamanya.” Justin terdiam. “Aku hanya sempat memamerkan bagaimana pemberitaan tentangku setelah pagelaran itu sukses. Belum tentang hasil yang mulai kunikmati sedikit demi sedikit.” Giselle menahan sesak di dadaanya yang kian menyakitkan. Ia sampai mencengkeram tas tangannya kuat-kuat. “Padahal dokter bilang, tingkat kesembuhannya ada di angka enam puluh persen. Tapi ... tapi kenapa?” Usapan lembut Giselle terima di puncak kepalanya. “Kuharap kau bisa menahan air matamu, Giselle. Kita hampir tiba. Dan jika kau terus mempertanyakan kenapa dan kenapa, artinya kau tak memercayai jika Tuhan mengambil satu bagian penting dari hidup kita, Dia tengah persiapkan pengganti yang jauh baik. Kita hanya perlu menunggu agar segera dipertemukan.” Mata Giselle mengerjap heboh. “Saat libur minggu depan, aku temani kau berkunjung ke makam ibumu. Aku juga ingin mengunjungi seseorang di tempat yang sama.” Senyum Justin menyadarkan Giselle akan ucapan yang baru saja pria itu katakan. Pengganti yang jauh lebih baik? Seorang Justin Stokcholm untuk hidupnya, kan? *** Jilly berjalan sembari menggamit pria yang telah lama diincarnya. Beruntung, saat pria itu datang berkunjung ke klub, ia bisa mengakrabkan diri. Dan hubungan mereka berkembang hingga kini, meski hanya sebatas berakhir di ranjang tapi setidaknya, Jilly punya kesempatan untuk hadir di pesta semegah malam ini. “Terima kasih sudah mengajakku ke sini, Tuan.” Jilly tersenyum semanis madu. Sementara Andrew hanya melirik sekilas dan menyeringai penuh arti. “Pesta yang memuakkan sebenarnya untukku.” “Tapi semua yang datang bukankah berkaitan dengan bisnis Anda? Aku tahu dengan pasti bagaimana sepak terjang Anda di bisnis yang menurutku menyenangkan.” Andrew terkekeh. “Menurutmu begitu?” Tanpa ragu Jilly mengangguk. “Apalagi sampai bisa membongkar fakta mengenai beberapa nama-nama yang tersohor di negara ini, kan?” Pria itu melirik wanita berbalut dress ungu gelap ini. dari sisi samping wajahnya, Andrew akui seorang Jilly Adams adalah sosok wanita cantik berbalut seksi dengan takaran yang begitu sempurna. Meski pemilik klub di daerah tepian kota, tapi klub tersebut cukup dikenal banyak orang apalagi ada pertunjukan khusus sebagai wadah untuk memanjakan mata. Sayangnya ... sang bintang sudah tak lagi ikut pertunjukan. Walau diganti dengan gadis baru yang tak kalah mahir serta populer, bagi Andrew daya tarik pertunjukan itu ada di gadis bertopeng. Yang beberapa kali ia nikmati pertunjukkannya. Serta ingin sekali bicara panjang lebar dengan sang gadis bertopeng namun waktunya benar-benar sempit. Dan kini tak ada lagi kesempatan untuk Andrew bertemu gadis bertopeng itu. Jilly bilang, sang bintang sudah pergi meninggalkan panggungnya. Memilih dunia yang diterangi matahari ketimbang rembulan yang sama indahnya. “Sepertinya kau pandai menyulut kondisi yang menguntungkan.” Jilly tersenyum lebar. “Kau mengenal orang yang tepat.” Ia pun semakin mendekat pada sosok Andrew yang kini menjadi pusat perhatian. Tentu saja dari banyak wanita yang ada di ruang tempat berlangsungnya acara. Kebanyakan juga mereka memerhatikan Jilly. Mungkin bagi mereka semua, beruntung sekali Jilly bisa bersama pria yang diincar selain karena ketampanannya, juga apa yang Andrew miliki; popularitas. “Aku baru tahu pemilik Collage Media setampan itu!” “Astaga, Tuhan! Dia melirik ke arahku.” “beruntungnya wanita yang bisa mendekati Tuan Andrew.” Dan masih banyak lagi bisik-bisik yang cukup jelas terdengar oleh Jilly. Yang disuarakan kala kaki mereka melangkah melewati beberapa kerumunan wanita. Sesekali Jilly berhenti sekadar untuk menemani Andrew yang bersapa ramah dengan rekan bisnisnya. Setidaknya ini keuntungan tersendiri untuk Jilly. Ia harus mencari pijakan baru sebelum dibuang karena bosan oleh Andrew. “Ah ... itu Giselle!” “Di mana?” “Di sana!” “Wah ... ternyata dia benar-benar datang! Aku pikir masih ada jadwal pemotretan di Yazeran. Aku bertemu dengannya di bandara.” “Benarkah?” Andrew tak menggubris semua suara berisik di sekitarnya. Ia memilih fokus bicara dengan salah satu rekanan bisnisnya namun ... “Kau mencari gadis bertopeng?” tanya Jilly setengah berbisik. Dari ekor mata Andrew bisa terlihat jika Jilly memamerkan senyumnya yang tersirat makna tertentu. Hal itu membuat alis Andrew tampak menyatu. “Maksudnya?” “Nami. Kau mencari Nami, kan?” Jelas saja ucapan itu membuat Andrew menegakkan punggung. “Di mana dia?” “Pusat perhatian yang baru datang.” Bersamaan dengan ucapan itu juga, Andrew bertemu pandang dengan gadis yang baru saja memasuki ruangan. Senyumnya masih sama seperti yang pernah ia ingat meski ... tak mengenakan topeng hitam. Walau tersamarkan oleh temaramnya lampu klub tiap kali Andrew menikmati pertunjukan gadis itu, tapi instingnya sebagai laki-laki meyakini; dia lah gadis yang dicari. Namun semua kesenangan itu mendadak lenyap. “Jangan bilang kalau Giselle adalah ...” “Kau benar.” Jilly terkikik. “Kita semua tertipu, bukan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN