"Telan!"
Lisa yang baru saja di urus oleh beberapa maid itu terdiam dan menelan apa yang di masukkan ke dalam mulutnya. Dia berharap semoga itu adalah racun yang bisa membuatnya mati saat ini juga.
Lama menunggu bahkan hingga subuh, tidak ada reaksi obat itu. Yang artinya itu bukan obat untuk mematikan Lisa malam ini.
Sepanjang malam Lisa tidak tidur. Terbaring terlentang menatap langit-langit kamar. Air matanya menetes saat teringat pada suaminya Tiar dan juga adik tirinya Sora di kampung. Saat Tiar menikahikahinya dan hendak membawa pergi dari desa, Sora menangis tidak mau melepaskan pelukannya dan merengek ingin ikut dengan Lisa. Dengan polosnya bocah itu berkata,
"Sora berjanji akan menjadi anak baik, akan mengurangi makan agar kakak tidak perlu kerja keras." Saat itu Lisa tertawa dan berjanji akan segera kembali untuk menjemputnya. Dengan berbagai iming-iming, Sora akhirnya melepaskan pelukannya dan melambaikan tangan dengan masih sesenggukan.
"Sora, maafkan mbakmu ini karena ingkar, mbak tidak akan menjemputmu sampai kapanpun, semoga kelak kamu menjadi orang sukses sayangku," ucap Lisa dengan mata memerah dan berkaca-kaca.
Lisa punya dua adik tiri, laki-laki bernama Lordi dan perempuan bernama Sora. Ibu tirinya juga membawa satu anak yang setahun lebih tua dari Lisa bernama Langgam. Saat di kampung halaman, tidak ada yang peduli pada Lisa kecuali Sora.
"Mas Tiar, semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu nanti, maafkan Lisa," lanjut Lisa lagi dan mulai menggeser tubuhnya.
"Ibu, siapa pun dan dimana pun kamu, semoga hidupmu tenang, hutangmu sudah kulunasi,"
"Ayah, aku harap setelah kepergianku dari rumah, ayah bisa menyadari kehadiranku selama ini dan menyesali karena tidak pernah menyayangiku,"
Lisa berusaha keras bergeser dan mencari apa pun yang bisa di gunakan untuk menuju kematian. Dia tidak tahu bahwa kamar ini sangat streril bahkan untuk air minum saja dia di kasih air botolan. Bukan Gelas yang bisa menjadi media untuk mati.
---------------
Pagi harinya Jason masuk ke kamar Lisa lalu menatap Lisa sejenak sebelum pergi meninggalkan rumah itu.
"Jika aku punya tenaga, sesungguhnya aku ingin sekali mencakar wajahnya dan mencongkel biji matanya. Semoga mobilnya kecelakaan nanti pas berangkat ke kantor atau ketika pulang. Dan aku berharap jika ada kejadian seperti itu, kau mati saja Jason," ucap Lisa pelan di depan maid yang bernama Rinde itu.
Rinde diam dan mengaminkan doa nona muda yang tidak di kenalnya itu. Perbuatan majikannya sungguh di luar batas. Bagaimana bisa ada pria yang tega mematahkan kaki seseorang yang tidak berdaya?
Selama satu minggu, Lisa tidak keluar kamar dan Jason juga tidak masuk kedalam kamarnya. Ada dokter yang datang untuk mengobati luka di tangan dan mengganti balutan di kaki Lisa. Maid bernama Rinde itu stanby mengurus Lisa termasuk mengobati lebam-lebam di sekujur tubuh Lisa.
Suatu sore saat Lisa sedang di suapi, pintu terbuka dan masuklah Jason. Pria itu melemparkan sebuah undangan pada Lisa dan itu adalah undangan pernikahan Tiar dengan Cyntia. Dan tanggal yang tertera adalah tiga minggu lagi dari sekarang.
Lisa hanya memandanginya, dadanya sesak dan pelupuk matanya menggenang. Mencoba berkedip beberapa kali untuk mencengah air mata turun. Tak sudi rasanya jika Jason melihatnya menangis. Bisa-bisa dia tertawa kegirangan.
"Kuatkan aku Tuhan. Jika takdirku harus berpisah dengan Bakhtiar, setidaknya jangan dengan cara seperti ini. Tapi jika pun dengan cara yang sudah terjadi ini. Tolong beri aku kekuatan," doa Lisa dalam hati.
Hari-hari berlalu dan keadaan Lisa sudah semakin sehat. Saat dia duduk di kursi roda menghadap ke jendela, matanya menoleh sejenak dan melihat undangan yang di antar Jason beberapa hari lalu. terlintas di benak Lisa. Apa statusnya saat ini? Apa sudah bercerai?
Sementara itu di luar sana,
Bakhtiar juga semakin depresi karena tekanan yang di berikan oleh Cyntia. Berita pernikahannya dengan Cyntia sudah tersebar di kantor pusat dan juga di kantor-kantor cabang. Ada satu orang di kantor pusat yang tahu status Bakhtiar akhirnya bertanya.
Bakhtiar berbohong, mengatakan bahwa Lisa sudah pulang kampung dan mereka bercerai. Maka dengan itu dia mau menikah dengan Cyntia. Bakhtiar juga mengingatkan temannya untuk tidak bercerita pada siapaun jika masih ingin bekerja di kantor itu.
"Kamu dalam bahaya jika membocorkan ini. Kamu kenal betul bos kita, kan?" ucapnya sedikit mengancam dengan membawa nama bosnya. Bakhtiar harus menjaga nama baik Jason untuk menjamin keselamatan istrinya Lisa dan juga ibunya.
Sampai hari ini, dia tidak tahu dimana keberadaan Lisa. Dan akhirnya dia berbohong pada ibunya bahwa dia dan Lisa sudah bercerai. Dia minta ampun dan mohon doa ibunya agar di beri kekuatan menghadapi Jason dan Cyntia.
Ibunya yang lumpuh tidak bisa berkata apapun selain mengangguk.Walau dia tahu apa yang di katakan oleh anaknya hanyalah kebohongan semata. Ibu Irma sudha bisa menyimpulkan apa yang terjadi sekarang ini dari kejadian beberapa minggu lalu di rumahnya. Di depannya sendiri, Cyntia calon menantunya itu dan juga Jason yang akan menjadi besannya menyiksa Bakhtiar dan Lisa. Memukuli Bakhtiar hingga babak belur dan juga Lisa hingga pingsan.
Sudah menerima pukulan, anak dan menantunya di bawa entah kemana. Setelah itu, Cyntia selalu datang berkunjung dan selalu berusaha baik padanya. Ibu Irma masih ingat betul bagaimana raut Cyntia malam itu.
"Bu, Cicin pulang dulu ya. Besok Cicin kesini lagi dan akan ajak ibu jalan-jalan untuk refresing, Cicin juga akan carikan dokter hebat untuk membantu ibu sembuh," ujar Cyntia hari itu dengan penuh kelembutan.
Cyntia berjongkok dan meraih tangan wanita itu. Awalnya ditolak, tapi karena tidak ada kekuatan, dia biarkan saja tangannya di genggaman Cyntia. Pandangannya diarahkan ke objek lain seperti enggan menatap Cyntia yang berjongkok di kakinya.
"Maaf ya, bu atas keributan malam ini, Cicin tidak bisa melepaskan Bakhtiar pada siapa pun. Kedepannya, Cicin akan berusaha lebih baik dari perempuan itu. Cicin akan merawat ibu dan juga melayani Bakhtiar dengan baik. Tolong terima Cicin ya, Bu. Tolong restui Cicin jadi menantu ibu." Ibu Irma menggeleng dan menolak semua apa yang Cyntia katakan padanya.
"Cicin tidak mau jadi istri kedua, perempuan itu juga pasti tidak mau di madu, jalan satu-satunya yah harus berpisah. Cicin yang lebih dulu kenal dan sayang sama Bakhtiar bu, waktu kuliah dulu Cicin sudah membayangkan kalau setelah lulus nanti Cicin akan bersanding dengan Bakhtiar, hanya saja Cicin terlambat ngomong ke Bakhtiar dan uncle. Bu, caraku memang salah, tapi Cicin bisa mati kalau tidak sama Bakhtiar, tolong maafkan Cicin yah," ucapnya Cyntia memelas.
Cyntia membawa tangan keriput wanita itu ke atas kepalanya sendiri, memandu tangan itu untuk mengelus-elus kepalanya. Walau wanita lansia itu menurut, tetapi tampak jelas keengganan dan penolakan di wajahnya.
Sejak saat itu, Cyntia rutin datang. Membawa ibu Irma ke rumah sakit untuk kontrol dan sesekali membawanya ke mall dan berkeliling mal dengan bantuan kursi roda. Tampak Cyntia tidak malu mendorong calon mertuanya itu. Dia bahkan senang memilih-milih pakaian untuk mertuanya. Kadang dia bertanya juga, apakah pakaian ini cocok untuknya. Apakah bagus di padankan dengan warna ini dan itu.Cyntia juga selalu membeli sesuatu untuk Bakhtiar. Menanyakan pada ibu Irma apa warna apa kesukaan Bakhtiar.
Walau ibu Irma tidak bisa bicara tetapi Cyntia selalu terlihat ramah padanya di luar rumah maupun di dalam rumah. Cyntia juga membawa ibu Irma ke Salon. Melakukan perawatan yang mahal. Sesekali di sore hari, mereka akan duduk di kursi taman. Cyntia akan bercerita banyak walau tidak di respon.
Apa yang di lakukan oleh Cyntia memang sangat baik bagi ibu Irma. tapi wanita lumpuh itu tahu. Bahwa apa yang di dapatkannya ini juga memakan korban yaitu menantunya Lisa.