"Terima kasih, karena sudah meninggalkan dia, dan putuskan untuk nikah sama aku.” Netra indah berbulu mata lentik milik Amara melebar mencoba mencari kesempatan untuk menatap Arkha yang kini tengah memejamkan mata tepat seperkian centi di hadapannya. Adakah kejujuran di sana saat ia mengatakan itu? Atau memang kata-kata hanya sebagai pelengkap semata. Arkha mendesah kesal tatkala lagi-lagi kesibukannya yang sedang melakukan penjelajahan ke bibir Amara selalu diganggu oleh suara ketukan pintu. Terhentinya aktivitas cowok itu memberi kesempatan Amara untuk menghirup napas banyak-banyak setelah hampir saja ia kehilangan oksigen sebab Arkha terus mengungkungnya tak memberi kesempatan untuk mengambil satu kali tarikan napas pun. “Nanti kita lanjut lagi.” Setelah berucap dan mempora-