Baik Kaniya dan Barons sama-sama membeku di tempat menatap Daniel yang kini telah berdiri di depan mereka, bersandar pada meja dengan kedua tangan yang melipat dengan santai, namun menyimpan aura penuh intimidasi yang begitu kental di sekeliling tubuhnya.
Kaniya diam-diam menelan air ludah dengan susah payah ketika pandangan mata mereka bertemu. Mata biru Daniel seolah berkilat penuh dengan aura membunuh kepadanya dan itu membuat Kaniya merasa takut. Muncul pemikiran konyol dalam kepalanya bahwa Daniel sebenarnya bukanlah manusia biasa, melihat bagaimana luar biasa mendominasinya kehadiran pria itu saat ini.
“Ah maaf, Tuan Daniel. Saya hanya ingin membantu Nona Kaniya saja,” ucap Barons mencoba menjelaskan keadaan mereka. Kenyataannya pria itu merasa tidak jauh berbeda takutnya dengan Kaniya. Bekerja sama selama beberapa tahun dengan Daniel tidak membuat Barons menjadi terbiasa ketika berhadapan dengan pria itu.
Ada saat di mana Barons tidak mengerti apa yang sebenarnya Daniel pikirkan atau pun lakukan, karena itu Barons memilih untuk memerhatikan lebih dulu sebelum melakukan tindakan sebelum dirinya mendapat peringatan dari Daniel secara langsung.
“Di mataku kalian terlihat mesra,” balas Daniel dengan pandangan mata yang masih sama dinginnya. Namun pria itu nampaknya tidak menyadari bahwa jawaban yang baru dilontarkannya itu telah membuat suatu pemikiran lain dalam kepala Barons.
Apa ini? Kau terlihat seperti orang yang merasa cemburu karena gadisnya tengah dekat dengan pria lain, batin Barons sembari menatap Daniel dengan wajah terkejut sekaligus heran. Dari Daniel, pandangan mata Barons beralih pada Kaniya yang kini tengah menundukkan kepala. Gadis itu terlihat gugup sekaligus takut di depan Daniel.
Tentu saja akan begitu. Tidak banyak orang yang bisa bertatapan mata dengan mudah dengan Daniel selama Barons bekerja di bawahnya, apa lagi untuk gadis biasa seperti Kaniya. Jelas dia akan mengkerut ketakutan di depan atasan superiornya itu.
“Tidak. Anda pasti telah salah paham, Tuan Daniel,” jawab Barons, kali ini dengan senyum ramahnya untuk mencairkan suasana tegang di antara mereka. Barons menoleh kembali ke arah Kaniya.
“Nona Kaniya, kau bisa meletakkan pecahan kaca ini di ruang sebelah, dan minta pada staff untuk aid pertama,” tuturnya. Kaniya menganggukkan kepala dan dengan patuh melakukan apa yang diperintahkannya. Kini tersisa Daniel dan Barons yang masih berada di ruangan itu.
“Tuan Daniel, jika kau bersikap terlalu kasar padanya, saya takut nona Kaniya akan memilih untuk menyerah dan mencari tempat lain di luar sana,” pesan Barons dengan senyuman bisnis yang masih terjaga di sudut bibirnya. Meski begitu Daniel tahu bahwa Barons mencoba memperingatinya.
“Lalu itu tugasmu untuk membuatnya tetap menginginkan tempat ini, Barons,” balas Daniel dengan tegas tidak ingin dibantah. Seketika Barons menghela napas panjang dalam diam. Itu sebuah perintah yang sulit. Barons tidak mengerti apa yang diinginkan Daniel.
Sejak awal pria itu menyuruhnya untuk menutup jalan Kaniya mendapatkan pekerjaan. Jelas Barons akan berpikir bahwa Daniel memiliki kebencian penuh pada gadis itu, meski dirinya tetap tidak menemukan alasan mengapa pria itu bisa membenci gadis lembut dan cantik seperti Kaniya. Justru banyak orang di luar sana akan langsung jatuh cinta pada gadis itu hanya dalam sekejab mata. Dirinya pun juga sejujurnya tidak luput mengagumi kecantikan Kaniya ketika pertama dirinya melihat secara langsung gadis itu.
Namun karena Barons memiliki tujuan lain yang telah diperintahkan kepadanya, hal itu membuat Barons sedikit menekan perasaan pribadinya pada Kaniya. Lalu perintah selanjutnya berhasil membuat Barons semakin tidak mengerti ketika Daniel menyuruhnya untuk membawa Kaniya masuk ke perusahaan mereka. Tidakkah pria itu sangat membenci Kaniya sehingga menyuruhnya untuk memblokir semua akses gadis itu dalam mendapatkan pekerjaan?
Lalu kenapa Daniel memberikan peluang untuk Kaniya masuk ke dalam perusahaan mereka? Hal itu membuat Barons berpikir bahwa sebenarnya Daniel bukan membencinya, tapi yang sbeenarnya adalah dia mencintai Kaniya. Memblokir akses gadis itu untuk pergi ke tempat lain dan memancingnya untuk datang ke sini adalah jelas suatu taktik Daniel untuk mendapatkan Kaniya di tangannya. Hanya itu yang bisa dipikirkan Barons.
Pertanyaannya adalah kenapa Daniel harus repot-repot melakukan hal ekstrim seperti ini hanya untuk mendapatkan Kaniya? Bersikap lebih lembut dan menjadi pahlawan untuk gadis itu akan menjadi cara yang lebih menjanjikan menurut Barons mengingat penampilan dan apa yang dimiliki Daniel saat ini sangat berhasil membuat semua gadis jatuh cinta dengan mudah kepadanya. Barons sangat yakin jika Daniel memperlakukan Kaniya dengan baik, gadis itu pasti juga tidak akan lama untuk jatuh dalam pelukannya.
Sayangnya sikap Daniel sangat di luar nalar. Dia terlihat begitu membenci Kaniya, tapi di satu sisi juga Daniel terlihat ingin mengikat gadis itu untuk tetap dalam jangkaun tangannya. Apakah ini hubungan antara cinta dan benci yang sedang populer di kalangan anak muda? Melihat bagaimana respon Kaniya sejak mereka bertemu, Barons bisa meliat bahwa gadis itu tidak mengenal Daniel.
Kaniya justru terlihat takut pada pria itu. Terang saja dia akan takut jika Daniel selalu memasang wajah dingin yang seolah siap membunuhnya kapan saja. Bukan tidak mungkin jika Kaniya memilih untuk melarikan diri ke tempat lain dibanding harus berurusan dengan atasan mengerikan seperti Daniel. Jika itu terjadi, jelas Barons yang akan kesulitan untuk membuat Kaniya kembali.
Memikirkan hal itu membuat Barons kembali menghela napas panjang. Jika begini, tentu saja dirinya harus siap menjadi tempat berlindung untuk Kaniya ketika mereka harus berhadapan dengan Daniel.
“Menyetir perasaan seseorang untuk menuruti keinginan kita itu tidak mudah, Tuan Daniel,” gerutu Barons dengan lemas. Walau Daniel mendengar ucapan pria itu, tapi Daniel memilih untuk tetap diam. Hingga tidak lama kemudian Kaniya datang setelah memberikan aid pertama pada luka di jarinya.
Gadis itu jelas terlihat nervous ketika datang mendekat dan berdiri di depan Daniel. Kaniya tidak berani menganggat wajahnya untuk menatap pria itu, sementara Daniel dengan mata tajam tetap memerhatikan Kaniya tanpa gadis itu sadari. Tidak ada siapa pun yang tahu bahwa pria itu memiliki banyak pikiran di kepalanya mengenai Kaniya.
Mungkin ini adalah pertemuan dirinya dengan gadis itu bagi Kaniya, tapi untuk Daniel, Kaniya adalah masa lalu yang penuh arti dalam hidupnya. Sampai kapan pun Daniel tidak akan melupakan bagaimana gadis itu mempermalukan dirinya di hadapan dunia.
Damian, jika aku bisa mengembalikan waktu, aku akan berharap untuk kita tidak saling bertemu. Akan lebih baik jika kau pergi dalam hidupku saja ...
Ucapan dari gadis yang telah dinobatkan menjadi gadis tercantik di dunia pada masanya, berhasil menikam jantung Daniel di kehidupan masa lalu dengan begitu dalam. Tempat di sekitar reruntuhan bangunan kuno, angin berhembus cukup kencang dan suara ombak menjadi pengganti sambaran petir karena ucapan tajam nan dingin itu.
Daniel begitu sakit hati, setelah apa yang telah dilakukannya untuk membahagiakan gadis itu, untuk mendapatkan hati Kaniya di masa lalu, lalu dengan mudahnya gadis itu membalikkan diri memunggunginya dengan begitu dingin.
Diamandis, kau adalah gadis terkutuk. Kau begitu membanggakan kecantikanmu hingga menolak perasaan suciku yang telah kubanggakan selama ini. Ketahuilah, bahwa pada dasarnya kau juga telah dibutakan oleh cinta yang lain, sama seperti butanya cintaku padamu. Tidak perduli bagaimana cantiknya rupamu, kau tidak berhak untuk mempermainkan hatiku, hati besar dari seorang Damian, sampai sedalam ini! Suatu saat, aku akan membalasmu, Diamandis. Ingat itu!
Dan saat ini Daniel akan membalas apa yang telah gadis itu lakukan padanya di masa lalu. Daniel telah menunggu saat-saat ini di mana reinkarnasi mereka berdua bertemu, dan dirinya bisa membalas sakit hati yang telah gadis itu lakukan padanya di masa lalu. Daniel tidak akan melepaskan Kaniya dengan begitu mudah, sama seperti Damian yang telah mengutuk Diamandis untuk selalu terikat bersama.
“Aku sangat kecewa dengan kemampuanmu itu, Nona Kaniya.” Daniel memulai pembicaraan di antara mereka. Kaniya semakin terlihat gelisah, dilihat dari kedua jemari gadis itu yang saling menekan satu sama lain.
“Apa hanya itu yang bisa kau lakukan? Apa kau pikir kau bisa saja menggunakan wajahmu untuk melayaniku? Banyak gadis cantik di luar sana yang ingin mendapatkan posisi ini. Bagaimana menurutmu?”
“Tolong berikan saya kesempatan sekali lagi, Tuan Daniel. Saya akan memberikan yang terbaik untuk memuaskan keinginan anda,” balas Kaniya dengan sepenuh hati. Kaniya menyadari bahwa banyak orang yang pasti menginginkan posisi tersebut. Karena itu Kaniya tidak bisa menyerah begitu saja. Tidak perduli bagaimana kerasnya Daniel menolak dan merendahkannya, Kaniya tetap tidak ingin menyerahkan posisi tersebut. Semua ini demi masa depan dirinya dan Kalio.
Setidaknya Kaniya memerlukan pekerjaan secepatnya untuk memenuhi kebutuhan Kalio yang sebentar lagi akan melewati masa kelulusan. Akan banyak biaya yang perlu disiapkan Kaniya untuk biaya kelulusan tersebut. Kaniya tidak ingin melihat Kalio harus putus sekolah pada detik-detik akhir. Dirinya tidak akan sanggup menghadapi kedua orang tua mereka di surga nanti, jika itu terjadi.
“Seperti apa?” tantang Daniel atas jawaban Kaniya itu. Daniel ingin mendengar usaha Kaniya yang harus memohon kepadanya demi mendapatkan pekerjaan ini. Jika perlu, Daniel ingin melihat bagaimana gadis itu harus berlutut di kakinya demi mendapatkan pekerjaan ini.
“Saya—saya akan melakukan apa pun yang anda perintahkan, Tuan Daniel. Saya akan belajar dengan sungguh-sungguh untuk bisa memuaskan keinginan anda!” Hanya itu yang bisa Kaniya katakan.
Bodoh sekali. Lihat betapa tidak perdulinya gadis ini pada kata-katanya sendiri. Begitu mudah dia melemparkan diri dengan pasrah pada pria asing demi memuaskan keinginannya sendiri! Batin Daniel semakin memanas melihat tanggapan Kaniya yang terlihat begitu pasrah di depan pria asing dengan begitu mudah.
Bagaimana jika Daniel menginginkan tubuhnya demi memuaskan keinginannya? Entah Kaniya yang tidak menyadari maksud dari ucapannya sendiri, ataukah Kaniya memang bermaksud pasrah seperti yang dipikirkan Daniel, yang jelas Daniel semakin membenci gadis itu.
“Dasar gadis rendah!” umpat Daniel dengan gumaman lirih sembari menatap Kaniya dengan tajam.
“Huh? Anda mengatakan sesuatu, Tuan Daniel?” tanya Barons yang kebetulan berdiri di samping Daniel dan tidak mendengar dengan jelas ucapan pria itu.
“Pergilah. Hasilnya akan diumumkan nanti lewat Email. Terima kasih atas partisipasimu, Nona Kaniya,” putus Daniel kemudian yang berhasil membuat Kaniya dan Barons terkejut karena tidak menduga jawaban tersebut. Mereka berdua sama-sama menoleh ke arah Daniel, sementara pria itu sendiri sudah berbalik menuju jendela, memunggungi mereka berdua.
Baik Barons dan Kaniya sama-sama tertegun di tempat melihat punggung Daniel yang terlihat begitu dingin dengan siluet bayangan yang membungkus tubuhnya. Mereka berdua saling berpandangan satu sama lain sebelum Barons kemudian memberikan isyarat untuk mengikuti ucapan Daniel. Kaniya akhirnya dengan pasrah menurutinya.
“Baiklah. Terima kasih, Tuan Daniel,” ucap Kaniya. Gadis itu memberikan salam perpisahan tanpa kata untuk Barons sebelum benar-benar pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan kedua bahu yang terlihat begitu lesu. Barons merasa kasihan melihat betapa lemasnya gadis itu melangkah pergi, meski begitu dirinya tetap tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya.
Barons beralih melihat Daniel yang tidak sedikit pun menoleh kepergian Kaniya, padahal pria itu sendiri yang ingin mengikat Kaniya di perusahaan ini. Sekali lagi Barons tidak mengerti apa yang sebenarnya diinginkan pria itu saat ini.