Bab 11: Malam Yang Kacau

1071 Kata
"Akhhh, akhhh," suara Hazel semakin membuatku gila. Aku semakin kuat memacu di atasnya. "Kring, kring," ponselku berdering dan konsentrasiku sedikit ambyar karenanya. Tapi aku tak peduli. Kepalang tanggung. Setelah ponselku tak berdering kembali, aku lantas melanjutkan aktivitasku lebih hebat, memberi nafkah batin pada Hazel yang sudah mencapai pelepasannya dua kali dan masih terus berdesah di bawahku, membuatku semakin b*******h dibuatnya. "Kring, kring, kring," suara ponselku kembali mengema disela-sela desahan Hazel yang membuat konsentrasiku pecah. Sialan sekali! Siapa sih yang berani-beraninya meneleponku di tengah malam begini? Kurang ajar sekali dia! Aku masih bergerak di atas Hazel, mencoba tak peduli pada ponselku yang terus berdering, hingga akhirnya aku terpaksa menyudahi aktivitasku karena ponselku sangat mengganggu dan itu sungguh menyebalkan. "Halo?" sentakku kasar mengangkat ponselku tanpa mengetahui siapa yang meneleponku. "Bima! Ini ibu! Kamu bawa Amila ke Balikpapan?" tanya ibu di seberang sana yang cukup membuatku kaget. Ibu? Ibu selalu saja menggangguku di waktu yang tidak tepat. Dan apa ini? Kenapa dia sebut nama Amila? "Mas, kenapa kamu keluarkan di luar? Lihat tubuhku jadi lengket semua. Gimana kita mau punya anak jika kamu selalu mengeluarkannya di luar?" Hazel protes dan aku tak peduli. "Bima, jawab! Kenapa Amila ada di rumah mewah kamu sedangkan ibu di hotel kecil ini?" tanya Ibu padaku. "Tempat ibu menginap itu adalah hotel yang sudah cukup mahal, bu. Amila memang ke sini, aku tidak tahu kenapa ia bisa tiba-tiba ke sini," kataku menjelaskan. "Dan kamu manjakan dia dengan membelikan perhiasan, bukan begitu?" ibu nampak marah sedangkan Hazel menatapku sebal. Aku masih ingat ia memintaku terus memacunya lalu aku tiba-tiba berhenti, tentu saja itu membuatnya kesal. Aku pun kesal karena aku tak bisa menikmatinya dengan baik. Ah, sial! Kenapa malam-malamku dan Hazel selalu terganggu? "Bu, ini sudah malam? Tidak bisakah kita bicarakan ini besok saja?" tanyaku kesal. Mungkin karena aku belum puas dengan aktivitas seksualku bersama Hazel, rasa-rasanya aku ingin marah saja. Untung yang telepon Ibu, jika orang lain, sudah pasti aku akan memarahinya! "Tidak, Bima! Ingat ya, Bim, kamu itu anak lelaki ibu satu-satunya! Sudah kewajiban kamu buat berbakti kepada ibu! Meski kamu sudah punya istri sekalipun," kata ibu padaku. Entah mengapa aku merasa sedikit kesal, ibu menekanku karena perkara gender. Aku malas. "Aku akan bicara besok, bu. Untuk saat ini biarkan aku istirahat. Aku akan mengirimkan uang dua juta malam ini untuk ibu," kataku akhirnya. "Uang dua juta itu lain dari cincin emas, loh!" kata ibu padaku. Suaranya sudah mulai melunak tidak marah-marah seperti tadi saat pertama kali aku menjawab teleponnya. Miris sekali mendengarnya langsung dari mulut ibuku sendiri, tapi aku hanya bisa diam mendengarkan. "Ya," jawabku singkat seraya mematikan telepon tersebut dan lantas mengirimkan uang yang sudah kujanjikan pada ibuku tersebut. "Pake uang siapa buat transfer ibumu?" tanya Hazel yang sudah tiba-tiba datang dan bersendar di tembok di hadapanku dengan wajah sebal. "Kita sudah menikah, Hazel. Ibuku adalah ibumu. Jadi sudah sewajarnya kalau kita anak-anaknya ini yang memberikannya uang, bukan?" kataku sok bijak. Hazel lantas memasang wajah tak suka yang ketara sekali dan menatapku dengan heran. "Kamu muslim yang suka ceramah kebaikan di depanku, kan? Jadi pasti tahu dong kalau uang istri itu bukan uang milik suami!" kata Hazel kesal. "Tapi kamu menikahiku dan ibuku otomatis jadi ibumu, jadi kenapa kamu mempermasalahkannya? Begini saja, ayo kita ulangi malam ini," kataku mengajaknya agar ia melupakan uang dua juta yang kuberikan pada ibu. "Kembalikan ponselku," pinta Hazel padaku setelah menolak halus ajakanku ke atas ranjang. Aku mengembalikannya, ia terlihat mengotak atik ponselnya yang baru saja kugunakan untuk masuk ke dalam m-bankingnya dan mentransfer sejumlah uang kepada ibu. "Ayo sayang," ajakku merayunya seraya mendekap dari belakang. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas tanpa mengatakan apapun dan membuatku mulai melancarkan aksiku dengan meraba tubuhnya. Hazel sudah mendesah di bawahku sembari kepalanya bergerak-gerak ke kanan dan kiri. Aku terus melancarkan aksiku untuk membuatnya terbuai agar ia tetap berada dalam kendali di bawahku. Setelah ia terbuai, aku meraih ponselnya di atas nakas, aku mulai melancarkan aksiku berselancar di ponselnya. Kupikir ia telah mengunci ponselnya dengan kata sandi, nyatanya tidak dan aku senang. Sembari masih terus membuatnya terbuai, aku terus melancarkan aksiku menjelajah ponselnya dan ketika aku akan memasuki aplikasi mobile banking miliknya, tiba-tiba diperlukan pola untuk masuk ke dalam sana. "Hazel, kenapa kau harus memberi pola pada mobile bankingmu?" tanyaku. Tapi karena aku terus bergerak di atasnya, ia tidak bisa menjawab pertanyaanku dan malah makin mendesah saja. Aku sangat kesal hingga ketika ia akan sudah mencapai klimaksnya, aku sengaja menyudahi aktivitasku. Sialnya, ia ternyata mencapai pelepasannya dan aku harus menuntaskan hasratku di kamar mandi. Usai dari kamar mandi, aku keluar dan Hazel sudah bersandar di atas tempat tidur. "Kenapa aku tidak bisa mengakses mobile banking milikmu?" tanyaku. "Aku tidak ingin kita bertengkar, mulai sekarang kamu aku beri kartuku yang lain," katanya seraya meletakkan satu kartu miliknya di atas nakas. Aku meliriknya dan menyadari ada kartu ATM lainnya miliknya yang isinya tidak sampai dua ratus juta. "Aku akan tetap bawa atm kamu yang itu, kalau itu simpan saja," kataku menolak. Hazel tidak berkata apapun bahkan ketika aku keluar dari kamar untuk pulang saja. Aku kesal dan aku tak mau berdebat dengannya. Sampai di anak tangga rumahnya, ia tak menyusulku, aku pikir itu mungkin karena efek ia kelelahan. Jadi aku terus saja berjalan keluar rumah. Tujuanku saat ini adalah mesin atm dan memindahkan separuh uang miliknya ke rekening milikku dan mengembalikan ATM miliknya besok saja. Dari sepuluh miliar miliknya, lima miliar besok akan kuminta Hazel menaruhnya di rekeningku. Malam ini, aku akan mentransfer sejumlah yang aku butuhkan saja dan menarik sesuai batas maximum limit kartu saja. Aku bersiul saat pulang dan bahagia karena menemukan mesin ATM terdekat. Saat sudah berada di depan mesin ATM itu, aku mengeluarkan dompet dan kaget ketika menemukan kartu ATM Hazel yang ternyata sudah terpotong menjadi dua. Kurang ajar! Aku memukul mesin ATM di depanku dengan tak sadar lalu pergi dari sana menuju rumah dengan sedikit mengebut. Sampai di rumah aku segera mengetuk pintu dengan tak sabar dan terbuka tak lama kemudian. "Mas Bima?" panggil Amila dengan wajah terheran. Amarahku seketika menghilang ketika melihat dirinya memakai baju tidur sexy dan rambutnya yang indah tergerai. Aku hampir saja memarahinya perkara ibu yang meneleponku dan membuat kacau malamku bersama Hazel. Bahkan membuat aku dan Hazel bertengkar hingga aku tak bisa mengakses ATM Hazel lagi. "Kamu cantik sekali, Amila," kataku padanya. Ketika aku akan mendekapnya, ia melangkah mundur. "Itu noda lipstik siapa mas? Itu yang ada di bajumu?" tanyanya. Deg. Aku tidak boleh ketahuan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN