Sebuah Perjanjian

1182 Kata
Sonya kali ini menatap heran ke arah Vanilla, yang tengah asyik mengunyah sisa pizzanya. Pasalnya, jika biasanya Vanilla selalu menolak tawarannya, kali ini gadis itu malah dengan begitu PeDe menerimanya. Seolah bibirnya mengucapkan tanpa sebuah beban sama sekali. “Lo yakin?” Kali ini Vanilla hanya menjawab dengan sebuah anggukan diikuti dengan alisnya yang naik turun. “Tumben banget, biasanya juga di comblangin sama cowok aja lo nolak.” Vanilla menatap ke arah Sonya sembari memegang kedua pundak sahabatnya. Sementara Sonya terlihat menyimak dengan begitu serius. Bahkan dia juga menahan napasnya ketika Vanila berbicara, seolah ucapan gadis itu seperti mantra baginya. “Point satu, karena lo bilang dia Gay, point dua, mau sampai kapan gua begini terus. Hidup terus bertahan kali, Son. Gue butuh duit. Jadi kapan elo bawa gue ketemu sama Tuan Saga itu? Ngomongin sebutan Tuan nih ya, pasti dia udah tuwir dong ya. Ehm ... Oke sih, nggak lama meninggoy,” cerocos Vanilla. Sonya segera melepaskan tangan Vanila dan segera memundurkan dirinya sembari menaikkan jari telunjuknya ke depan wajah Vanila sembari menggerakkan ke kiri dan ke kanan. “Wait ... Wait ... No Best, dia masih muda banget tau.” “Umur?” sahut Vanilla cepat. “27 tahun, dan pointnya dia kaya,” ulang Sonya. “What? 27. Inisih di bilang Sugar Daddy juga masih jauh, Son. Nggak jadi deh, gue tadi cuma bercanda doang,” tolak Vanilla, yang secara tiba-tiba nyalinya mulai menciut. “Tadi lo bilang mau, ini penawaran limited tau. Dia bakal kasih fee 5 M setelah selesai kontrak. Cuma setahun aja lho, Van. Lagian hutang mendiang ortu lo juga masih ada kan. “Oke deal! Gue ambil,” jawab Vanila dengan lantang. Apalagi setelah mendengar nominal yang di sebutkan oleh Sonya yang cukup fantastis itu. Hutang yang terus berbunga membuat beban pikiran Vanilla semakin menyiksa. Dia pikir dengan cara ini semua akan teratasi. Namun dia jug tak menyadari jika ini bisa saja menjadi awal masalah baru baginya nanti. “Oke, gue jamin deh. Dia nggk bakalan apa-apain elo kok. Gue rasa sih pernikahan ini juga cuma buat penutup orientasinya aja yang belok,” jelas Sonya secara singkat. Ini adalah alasan Vanilla mengambil tawaran dari sahabatnya, entah pria seperti apa yang dijelaskan oleh Sonya, yang jelas uang 5 M itulah yang menjadi motivasi utamanya. Yah itung-itung biar bisa bayar uang kuliah dan bayar hutang. Begitulah yang ada dalam benak Vanilla. “jadi, kapan elo bakal bawa gue ketemu sama tuan Saga itu?” tanya Vanilla. “Entar sore,” jawab Sonya asal. . Seperti yang di katakan oleh Sonya jika dirinya akan membawa bertemu dengan tuan Saga, akhirnya Vanilla menagih janji kepada sahabatnya itu sepulang dirinya bekerja. Dia bahkan tak mau mengulur waktu lebih lama lagi. Bagi Vanilla lebih cepat akan jauh lebih baik. “Elo udah siap 'kan?” tanya Sonya di seberang telponnya yang sudah tersambung dengan Vanilla. Gadis itu bersiap menjawab sembari memakai flat shoes miliknya. “iya aman. Gue udah siap nih. Jemput dong!” rengek Vanilla keada sahabat yang sudah setia menemaninya sejak mereka masih duduk di taman kanak-kanak. “Iya sabar, jangan bawel-bawel. Gue lagi menuju ke situ. Lima menit lagi sampai,” jelas Sonya sembari mengakhiri panggilan teleponnya. Vanila sejujurnya masih penasaran bagaimana Sonya bisa menemukan manusia spesies tuan Saga. Sedikit unik namun sepertinya perlu dilestarikan agar tidak punah. Pikir Vanilla. Sonya akhirnya tiba sesuai dengan janjinya yang hanya lima menit. Vanilla segera menghampiri sahabatnya itu, “Ini langsung saja kan?” “Mau nunggu bulan depan juga boleh,” jawab Sonya sekenanya. Vanilla memutar bole matanya. “kelamaan, gue butuh money,” sahut Vanilla sambil menggesekkan jempol dan telunjuknya sembari menunjukkan kepada Sonya. “Emang dasar mata cuitan.” “Siapa sih yang nggak butuh duit, Son. Semua manusia butuh duit. Bullshit kalo sampe nggak.” “Ya udah ayo naik, keburu berubah pikiran elo,” sahut Sonya sembari membantu Vanilla membukakan pintu mobil dari dalam kursi kemudinya. Sonya segera melakukan kendaraannya menuju tempat di mana dirinya dan tuan Saga menaruh janji. “Lo yakin kita ketemuan di sini? Ini tempat mahal lho Son?” tanya Vanilla. Dia sadar jika hotel yang mereka datangi adalah saah satu hotel platinum di kota mereka. “Udah deh, kita nurut aja. Dia udah nunggu di atap,” jawab Sonya tanpa basa basi. Vanilla mengangguk dan segera mengekor di belakang Sonya. Mengikuti kemanapun langkah gadis itu tentunya. Sonya membawa Vanilla menuju lantai di mana Saga berada. “Tuan sudah menunggu anda, Nona,” sapa seorang pria mengenakan stelan jas hitam dengan sepatu kulit mengkilap menghiasi kakinya. “Baikla, maaf sedikit terlambat kami terjebak macet,” kata Sonya berdalih. “Tidak masalah, Nona. Mari ikuti saya!” Vanilla dan Sonya segera mengikuti langkah pria yang berusia 30 tahunan itu. “Kita mau ke mana sih?” tanya Vanilla sedikit berbisik. “Udah deh ikut aja!" Dua sahabat itu akhirnya sampai di lantai yang mereka tuju. Pria memakai jas itu mendekat ke arah seoran pria yang tengah duduk menghadap ke afah langit senja yang begitu menawan. Entah apa yang dia katakan kepada pria itu, Sonya dan Vanilla tak bisa mendengar apa yang mereka katakan. Pria itu lalu mendekat ke arah Vanilla dan meminta agar mereka segera mendekat keada Saga. “Silahkan duduk!” kata Saga keada Vanilla dan juga Sonya. Dua gadis itu akhirnya menuruti ucapan Saga. Saga tampak memerhatikan Vanilla dari atas hingga ke bawah dengan cepat. Lalu dia kembali fokus pada laptop yang ada di hadapannya. “Sonya sudah menjelaskan semua?” tanya Saga kepada Vanilla. Namun tampaknya dia belum mengerti yang di maksud oleh Saga saat ini. “Sudah, Tuan. Saya sudah menjelaskan sedikit. Mungkin Vanilla belum terlalu paham,” jelas Sonya. “Maksudnya yang mana ya?” tanya Vanilla tampak bingung, lebih tepatnya dia merasa gugub. Pria yang di katakan oleh Sonya ternyata adalah pria muda yang jauh dari kata tua. Sebenarnya Sonya juga tidak berbohong. Namun isi kepala Vanilla saat ini terasa penuh. Hingga dia lambat memahami Saga memberikan instruksi kepada pria ber jas hitam agar memberikan sebuah berkas dalam map berwarna hitam. “Ini tolong di baca dulu, nona!" kata pria itu. “Saya tidak mah bertele-tele, jika anda bersedia silahkan tanda tangani berkas itu. Anda akan masih bisa beraktivitas seerti sedia kala. Dan kita juga tidak akan memganggu aktivitas satu sama lain. Semua sudah di tuliskan keuntungan bagi pihak 1 dan 2," jelas Saga singkat. Vanilla membaca isi berkas itu dengan cepat namun teliti. Tanpa berpikir dua kali akhirnya dia langsung menandatangani surat perjanjian itu. “Saya siap." Vanilla mengembalikan berkas itu kepada Saga. "Oh iya, perkenalkan saya Saga dan dia adalah Kendra asisten pribadiku," jelas Saga singkat. “Saya Vanilla Aurora, mohon kerjasamanya,” jawab Vanilla. “Jika semua sudah jelas. Besok kita akan melakukan upacara pernikahan,” “Be-besok?” tanya Vanilla terbata. Dia bahkan tak menyangka jika akan secepat itu prosesnya. “Kenapa? Kamu keberatan?” tanya Saga sembari menaikan sebelah alisnya. Wajah pria itu tampak begitu tengil dan sedkit menyebalkan di mata Vanilla. “Ah ... Tidak, saya hanya terkejut. Baiklah jika begitu. Saya setuju,” jawab Vanilla tanpa ada rasa ragu.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN