Chapter 4

725 Kata
Selamat membaca Dua Minggu kemudian. Brandon memukul meja kerjanya kasar. Akhir akhir ini, ia sama sekali tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Luka di perutnya sudah dijahit. Beruntung luka tusukannya tidak terlalu dalam, sehingga Brandon bisa pulih dengan cepat. Dua Minggu ini, anak buahnya sudah mencari Sahara kemana-mana, tapi mereka sama sekali belum menemukan petunjuk apa pun. Sontak saja itu membuat Brandon frustasi karena tidak tau di mana tempat persembunyian Sahara. Brandon hanya menyuruh anak buahnya untuk mencari di pelosok kota. Karena ia yakin Sahara tidak mungkin kabur sampai ke luar negeri. Brandon tidak pernah berpikir untuk mencarinya di dalam hutan. Karena ia pikir, tidak mungkin seorang wanita berani bersembunyi di dalam hutan sendirian. Ia juga sudah melacak mobil yang dibawa oleh Sahara. Tapi entah kenapa lokasinya tidak bisa terdeteksi. Karena itu, sampai saat ini ia tidak bisa menemukan jejak Sahara. Brandon sudah seperti orang gila. Karena saat ini yang ada di dalam pikirannya hanyalah Sahara. Ia selalu membayangkan saat ia bercinta dengannya. Bahkan setiap malam ia tidak pernah bisa tidur dengan tenang. Karena itu, ia tidur di kamar yang pernah menjadi saksi bisu kekejamannya saat mengambil keperawanan Sahara. "Arrgghh!" teriaknya frustasi. Brandon mengusap wajahnya kasar. Sudah beberapa hari ini ia tidak pernah bernafsu melakukan apa pun. Brandon hanya terus marah-marah dan melampiaskan emosinya kepada para karyawannya. Sampai mereka terheran-heran. Sebenarnya apa yang membuat bos mereka jadi sering mengamuk hanya karena masalah kecil. Padahal Brandon terkenal dengan sikapnya yang tenang. Tangan Brandon terangkat menyentuh bibirnya. Tiba-tiba saja miliknya sudah mengeras saat mengingat tubuh sexy Sahara. Bahkan di dalam pikirannya penuh dengan adegan saat ia b******u dengan Sahara di kamar mandi. "Sialan!" umpatnya frustasi. "Beraninya wanita itu pergi di saat aku sedang b*******h," desisnya tajam sembari mengepalkan tangannya kuat. Brandon menyeringai. "Urusan di antara kita masih belum selesai. Saat kita bertemu nanti bersiap-siaplah, karena aku akan menjadikanmu pelacurku, Sahara." ***** Sahara tidak perlu pusing-pusing lagi memikirkan pakaian yang akan ia pakai. Karena dulu tas ranselnya tertinggal di gubuk itu bersama ponsel, power bank, dompet, dan barang-barang yang mungkin akan dibutuhkan saat di dalam hutan. Beruntung ponselnya masih dalam keadaan mati, jadi saat ia menghidupkannya masih ada baterai yang tersisa. Sahara ingin menghubungi dosennya jika ia tidak akan masuk kuliah untuk beberapa bulan ini. Tapi Sahara ragu, ia takut Brandon meminta nomer ponselnya dan melacaknya. Sahara membuang napas lelah. Untuk masalah ini ia sudah lepas tangan dan hanya bisa pasrah. Percuma saja jika ia menjelaskan keadaanya saat ini kepada dosennya, karena itu tetap tidak akan membantu. Lagipula jika ia terlalu lama tidak masuk kuliah, cepat atau lambat beasiswanya pasti akan dicabut. Tapi ia sudah tidak peduli lagi dengan hal itu, karena yang terpenting sekarang hanyalah bagaimana cara ia bisa segera pulang ke Negara asalnya. Karena itu, ia tidak menghubungi siapapun. Ia hanya mengabari ayah dan ibunya di Surabaya jika akhir-akhir ini ia akan sangat sibuk dan jarang menelepon mereka. Beruntungnya orang tua Sahara sama sekali tidak curiga. Mereka justru menyemangati putri satu-satunya itu agar tidak mudah menyerah dan terus berusaha. Sahara tepaksa berbohong karena ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir memikirkannya. Karena sudah mengabari kedua orang tuanya. Sahara mematikan kembali ponselnya agar baterainya tidak cepat habis. Ia akan menghidupkannya jika memang benar-benar butuh dan dalam keadaan mendesak. Saat ini Sahara dan Jack tengah menanam sayuran di lahan samping rumah. "Jack," panggil Sahara pelan. Jack menoleh ke arah Sahara. "Iya, Kak?" "Kamu tidak lelah setiap hari harus hidup seperti ini?" Sahara bertanya hati-hati. Jack menatap Sahara sendu. "Kakak bosan ya tinggal di sini?" tanyanya sedih dan menundukkan kepalanya lesu. Sahara menghampiri Jack. "Tidak, bukan seperti itu. Maksud Kakak, apa kamu tidak ingin seperti anak-anak lain yang bisa menghabiskan masa kecil mereka dengan bermain?" Jack tersenyum kecut. "Memang sudah jalan hidupku seperti ini, Kak. Tapi aku tetap bersyukur, karena Tuhan sudah menghadirkan Kakak dalam hidupku." Sahara tersenyum sayu. Sungguh demi apa pun, ia sangat menyayangi Jack. Ia ingin Jack hidup bahagia dan bebas seperti anak-anak pada umumnya. Bukan seperti ini yang harus bekerja keras untuk bertahan hidup. Sahara memeluk Jack erat. "Kakak menyayangimu, Jack," tuturnya begitu dalam. Hati Jack seketika menghangat. Ternyata di dunia ini masih ada orang yang peduli dengannya selain kakeknya. "Aku juga menyayangi, Kak Hara," lirihnya tulus sembari tersenyum lembut. TBC. Sorry readers chapter kali ini pendek Nggak sempet nulis panjang-panjang soalnya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN