Selamat membaca
Sahara memegang dadanya yang naik turun, napasnya terengah-engah karena ia berlari sekuat tenaga. Jantungnya berdetak sangat kencang. Ia merasa seperti habis dikejar-kejar oleh sekelompok penjahat. Beruntung ia masih bisa melarikan diri.
Saat ini Sahara sudah tiba di rumahnya. Rumah yang sudah ia sewa untuk dua tahun ke depan. Setelah ia menyelesaikan kuliahnya di Amerika, ia akan segera kembali ke negara asalnya Indonesia.
Sahara mengembuskan napas lega.
Ia mulai merasa gelisah. Bagaimana jika laki-laki itu mengetahui tempat tinggalnya? Atau mencari tau semua tentangnya? Sahara tau jika laki-laki itu sangat berbahaya. Ia harus menghindarinya dan jangan sampai berurusan dengan dia.
Sahara mengusap wajahnya frustasi. Dari awal ia sudah mengira jika laki-laki itu tidak akan pernah bisa percaya dengan penjelasannya. Terlihat sekali dari raut wajahnya jika dia sangat keras kepala dan seenaknya sendiri.
Sekarang ia harus bagaimana?
Laki-laki itu bisa saja mencari di universitasnya dan bertanya alamat rumahnya kepada dosen.
Mungkin untuk beberapa hari ini, ia tidak akan masuk kuliah dan terus bersembunyi di dalam rumah. Biarpun Sahara ingin pergi, ia harus menyiapkan barang-barang yang bisa digunakan untuk senjata jika ia dalam keadaan berbahaya.
Sahara memijat pelan pelipisnya yang berdenyut. Memikirkan laki-laki itu benar-benar membuatnya sakit kepala.
Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
*****
"Bagaimana? Sudah dapat informasinya?"
Victor mengangguk. "Semua sudah lengkap, Tuan. Biodata, negara asal, termasuk alamat rumahnya yang sekarang."
Brandon tersenyum tipis. "Bagus, nanti malam bawa wanita itu ke sini."
"Baik, Tuan," ucapnya hormat dan pamit pergi dari ruangan kerja Brandon.
"Aku tidak akan pernah membiarkan orang yang menyakiti adikku hidup dengan tenang!" desisnya dengan nada berat sembari mengepalkan tangannya kuat.
*****
Jam sudah menunjukkan pukul 23.47. Sahara mengerjapkan matanya saat mendengar suara pintu terbuka dan disusul dengan suara langkah kaki seseorang yang terdengar samar-samar di telinganya.
Langkah kaki?
Sahara terperanjat kaget dan segera bangun dari tidurnya. Ia ingat jika ia sudah mengunci pintu depan, tidak mungkin jika ada orang lain yang bisa masuk diam-diam ke dalam rumahnya.
Tapi ketika suara langkah kaki itu semakin terdengar jelas di telinganya. Sahara mulai menyadari jika sekarang ia sedang dalam bahaya. Ia semakin merasa cemas dan was-was.
Sahara mengigit bibirnya keras.
Ia bergegas beranjak dari ranjang dan berlari mengunci pintu kamarnya dari dalam.
Ia mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk memukul.
Beruntung di dalam kamarnya ada tongkat baseball milik Elis yang tertinggal.
Tiba-tiba ada seseorang yang ingin membuka pintu kamarnya.
Sahara segera bersembunyi di balik lemari dekat pintu. Ia sudah bersiap-siap untuk memukul orang itu.
Orang itu masih berusaha untuk mendobrak pintu.
Brakkkkk
Sahara memukul orang itu dengan sekuat tenaga sampai-sampai orang itu terjatuh di lantai. Saat ia ingin memukulnya lagi, tiba-tiba ada yang membekap mulutnya dari belakang. Dan setelah itu, ia tidak tau apa yang terjadi.
*****
Keesokan harinya.
Sahara terbangun saat sinar matahari menerpa wajahnya. Ia membuka matanya perlahan sembari memegang kepalanya yang terasa sakit dan pening.
Ia langsung teringat jika tadi malam ada seseorang yang mendobrak pintu kamarnya, dan ia bersembunyi di balik lemari untuk memukul orang itu. Setelah itu, ia memukulnya dan ternyata ada yang membekap mulutnya dari belakang, dan—.
Sahara membelalakkan matanya lebar sembari melihat seluruh penjuru kamar yang saat ini terasa asing baginya.
"Sudah bangun?" Suara seorang mengejutkan Sahara.
Sahara tersentak kaget. Ia menoleh ke arah sumber suara dan medapati seorang laki-laki sedang melipat d**a sembari menatapnya tajam.
Raut wajah Sahara seketika berubah pucat pasi saat orang itu semakin mendekat sembari tersenyum tipis ke arahnya.
Sahara menelan salivanya. Tenggorokannya terasa kering saat melihat orang itu menatapnya dengan tatapan ingin membunuh.
"Sudah kubilang, kamu harus merasakan apa yang adikku rasakan!" desisnya tajam sembari menjambak rambut Sahara kasar secara tiba-tiba.
"Aaaaaa!!" pekik Sahara kesakitan sembari memegangi rambutnya yang ditarik oleh Brandon.
"Lepas! b******k!!"
Brandon tertegun ketika mendengar umpatan Sahara. Pasalnya selama ini tidak ada satu orang pun yang berani mengumpati dirinya.
"Berani juga kamu," tukas tersenyum sinis.
Brandon melepas rambut Sahara, lalu tangannya mendekat ke leher untuk mencekik Sahara.
Sahara yang merasa dirinya terancam refleks menendang perut Brandon sekuat tenaga.
Brandon yang tidak siap menerima serangan dari Sahara, terjungkal ke belakang.
Saat Sahara ingin melarikan diri, kakinya tiba-tiba ditarik kasar oleh Brandon. Sontak saja Sahara langsung terjatuh ke lantai cukup keras.
Brandon menghampiri Sahara dan menindih tubuhnya.
"Dasar jalang!!" umpatnya kasar.
Sahara terhenyak. Hatinya seperti tertusuk ribuan jarum saat mendengar umpatan Brandon. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat sampai buku-buku jarinya memutih.
"Aku bukan jalang!!" teriaknya emosi dan berusaha untuk memberikan pukulan mentah ke arah wajah Brandon.
Nyaris saja pukulan itu mendarat ke wajah tampannya jika Brandon tidak cepat mencekal tangan Sahara.
"Jalang sepertimu memang harus diberi pelajaran!" desisnya sarkas.
Brandon memegang kedua tangan Sahara ke atas sembari melepas semua pakaian yang melekat di tubuh Sahara.
Sahara berteriak histeris. "Jangan!"
Ia terus meronta-ronta sekuat tenaga, tapi tangannya tidak bisa lepas dari genggaman Brandon.
Sontak saja tubuh Sahara gemetaran saat melihat Brandon melepas celana sembari mengeluarkan miliknya yang sudah mengeras.
Tangisnya pecah. "Tolong! Lepaskan aku! Kumohon," pintanya memohon dengan wajah memelas.
"Jangan! Jangan lakukan itu!" teriak Sahara semakin menangis histeris saat melihat Brandon ingin memasukkan miliknya ke dalam intinya.
Tapi Brandon sama sekali tidak memperdulikan teriakan Sahara, karena saat ini matanya sudah berkabut ditutupi gairah. Brandon memasukkan miliknya kasar tanpa pemanasan.
Napas Sahara tertahan. "Aaaaaaaa!! Sa—kit!" pekiknya kesakitan.
Sahara merasakan miliknya seperti teriris benda tajam dan dirobek secara paksa, sangat perih.
Seperti tidak mendengar apa-apa. Brandon terus memompa miliknya kasar. Tidak peduli dengan jeritan Sahara yang sangat tersiksa dengan permainannya yang begitu kasar.
Sahara mencakar tubuh Brandon untuk menahan sakit. "Tolong hentikan, ini sangat sakit," pintanya memelas.
Tapi Brandon tetap tidak menggubris Sahara.
Saat ia sudah mencapai klimaks, ia mengeluarkannya di dalam dan menghentak-hentakkan miliknya semakin dalam ke inti Sahara.
"Ahhhhhhh," desahnya nikmat.
Setelah selesai, Brandon merapikan kembali celananya dan pergi begitu saja meninggalkan Sahara yang tengah menangis histeris.
Sahara berlari ke kamar mandi dan menyalakan shower. Ia menjambak rambutnya kencang sampai beberapa helai rambutnya rontok di tangannya.
Ia merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Keperawanan yang sudah ia jaga selama ini sudah dirampas paksa oleh laki-laki b******n itu.
Ia menggosok-gosokan sabun ke seluruh tubuhnya kasar, berulang kali Sahara membilas tubuhnya. Tapi tetap saja itu tidak akan membuatnya suci kembali. Sahara merasa tubuhnya sangat kotor.
Ia memukul-mukul tembok kamar mandi dan terus berteriak histeris.
Ia tidak terima apa yang sudah laki-laki b******n itu lakukan terhadap dirinya.
Sahara mengepalkan tangannya erat.
Aku akan membunuhmu!
TBC.