Selamat membaca
Brandon mengusap wajahnya frustasi. Rasa bersalah langsung menjalar melingkupi seluruh perasaannya.
Ia melirik ke arah jam dinding.
Jam sudah menunjukkan pukul 23.44. Tapi entah kenapa ia tidak berniat untuk pulang. Tidak! Bukan karena ia tidak ingin bertemu Sahara. Tapi ia takut tidak bisa mengontrol perasaannya.
Brandon menyenderkan tubuhnya lemas di kursi kebesarannya.
Tiba-tiba matanya memanas.
Flashback.
Tok tok tok.
"Masuk!" Suruh Brandon datar.
Saat pintu terbuka muncullah seorang laki-laki dengan kepala yang di tundukkan.
Brandon menaikkan alisnya sebelah.
"Ada apa?" Tanyanya heran. Karena tidak biasanya bodyguardnya seperti itu.
Victor mengembuskan napas panjang.
Ia memejamkan matanya dalam-dalam.
"Sebelumnya saya minta maaf tuan. Saya tidak bermaksud lancang. Tapi saya merasa ada yang janggal dengan kasus kecelakaan adik anda," ucapnya pelan setelah cukup lama terdiam.
"Apa maksud kamu?" Tanya Brandon dingin.
"Saya sudah menyelidiki semuanya. Dan yang menabrak adik anda adalah mantan kekasihnya sendiri, dan___" Victor berhenti. Ia ragu untuk melanjutkan ucapannya lagi.
"Dan apa?" Tanya Brandon tidak sabar.
"Nona Sahara sebenarnya tidak berniat mencelakai adik anda, tapi nona Sahara lah yang berusaha menyelamatkan nona Elis," jelas Victor sambil menyerahkan sebuah flashdisk kepada Brandon.
Jujur saja Brandon masih belum percaya dengan kata-kata Victor. Tapi ia sangat tau jika Victor tidak mungkin membohonginya.
"Lebih baik anda lihat sendiri. Itu adalah rekaman cctv saat kecelakaan terjadi."
Setelah itu Victor langsung pamit keluar dari ruang kerja Brandon.
Saat Victor sudah pergi dari ruangannya.
Brandon langsung melihat isi dari flashdisk yang diberikan Victor.
Deg
Ia merasa jantungnya dihantam benda tajam.
Napasnya tertahan. Brandon seperti kehilangan seluruh oksigen di dalam dadanya.
Ia tidak bisa merasakan apapun. Kecuali rasa sesak yang menggerogoti hatinya saat ini.
Apa yang sudah ia lakukan?
Kenapa ia bisa sebodoh ini? Menyiksa, dan memberikan penderitaan kepada seorang wanita yang sama sekali tidak bersalah.
Seharusnya ia selidiki dulu semuanya sebelum bertindak.
Pasti semua ini tidak akan pernah terjadi.
*****
Seorang laki-laki masuk mengendap-endap ke dalam kamar Sahara.
Tentu saja Sahara tidak sadar. Karena ia sudah tertidur pulas. Apalagi ini sudah tengah malam.
Laki-laki itu menatap Sahara intens. Pandangannya tidak pernah lepas dari wajah damai Sahara saat tertidur. Tapi itu tidak bisa menutupi wajahnya yang terlihat lelah dan kurang tidur. Sahara memang tidak melakukan pekerjaan yang berat. tapi semenjak hamil, setiap tengah malam ia selalu terbangun karena perutnya terasa mual. Diam-diam setiap malam Sahara selalu menangis setelah memuntahkan semua isi perutnya karena ia benar-benar merasa tersiksa.
Wajahnya yang damai berhasil menenangkan hati laki-laki itu yang sedang kacau.
Ia tersenyum sayu. Ia tidak pernah melihat wajah Sahara yang setenang ini karena setiap harinya Sahara selalu memasang wajah datar dan ketus dengannya.
Tiba-tiba rasa bersalah itu muncul kembali.
Brandon menatap Sahara sendu.
Ia mencengkeram dadanya yang terasa nyeri. Sungguh, ia tidak tahan saat mengingat sikapnya terhadap Sahara dulu.
Seharusnya ia tidak merampas masa depan wanita yang ada di depannya ini. Ia sadar jika sudah menghancurkan hidup seseorang. Seseorang yang sudah berhasil mengacaukan hatinya.
Brandon mengelus puncak kepala Sahara pelan. Bibirnya mendekat untuk mencium keningnya.
Ia mencium kening Sahara lama.
"Maafkan aku," lirihnya begitu dalam.
"Aku berjanji akan membayar semua kesalahanku dan akan berusaha membuatmu bahagia," ucapnya pelan dan tersenyum hangat ke arah Sahara.
"Sungguh, aku sangat menyesal membuatmu menderita seperti ini. Tapi aku sangat bersyukur karena kamulah yang akan menjadi ibu dari anakku."
"Istirahatlah," ucapnya pelan dan langsung berjalan keluar dari kamar Sahara.
Saat Brandon ingin menutup pintu. Ia melihat Sahara berlari kencang ke arah kamar mandi.
Hoek
Hoek
Hoek
Raut wajah Brandon langsung berubah khawatir, ia juga berlari menyusul Sahara ke kamar mandi.
Setelah tiba di depan pintu, Brandon terhenti.
Hatinya seperti teriris saat melihat Sahara menangis sambil menyenderkan tubuhnya di tembok.
Sahara benar-benar terlihat sangat tersiksa. Sungguh Brandon tidak tega melihat Sahara yang seperti itu.
Saat Sahara mencuci wajahnya. Brandon menghampiri Sahara perlahan dan memeluknya lembut dari belakang.
"Aku mohon bertahanlah," lirihnya pilu
Sahara terlonjak kaget.
Ia langsung melepaskan tangan Brandon kasar.
"Lepas!!!" Bentak Sahara.
Brandon menatap Sahara sendu.
"Maafkan anakku yang selalu menyusahkanmu," lirihnya merasa bersalah.
Sahara menaikkan alisnya sebelah.
Kenapa malam ini sikap Brandon berbeda?
Sahara menyipitkan matanya.
Ia merasa curiga karena Brandon tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Bukankah kamu senang melihatku seperti ini?" Tanya Sahara tersenyum sinis.
Brandon langsung menggeleng-gelengkan kepalanya cepat.
"Aku tidak____"
"Sudah cukup! Aku mau istirahat. Toh setelah aku melahirkan anak ini, aku langsung pergi. Jadi aku rasa tidak masalah jika harus tersiksa beberapa bulan lagi," ucap Sahara tanpa dosa dan pergi meninggalkan Brandon yang langsung membatu mendengar ucapan Sahara.
Ucapan Sahara benar-benar sangat menyakitkan. Jujur itu membuat Brandon terluka. Apa dia memang sangat ingin pergi darinya?
Setelah tersadar, Brandon langsung keluar dari kamar mandi dan menghampiri Sahara yang sedang tiduran di ranjang.
"Lebih baik kamu balik ke kamar kamu," suruh Sahara ketus.
Brandon menghela napas pelan.
"Baiklah, tapi aku ingin mengelus anakku dulu," ucap Brandon pasrah dan duduk di samping ranjang.
Sahara menatap Brandon tidak suka.
"Ini sudah tengah malam," ucap Sahara sinis.
"Hanya sebentar," bujuk Brandon dengan nada lembut.
Sahara langsung membuang muka.
Ia tidak suka dengan Brandon yang selalu saja mencari kesempatan dengan alasan anak.
Brandon mengelus perut Sahara dengan penuh kasih sayang.
"Jaga Mommy ya sayang, jangan nakal," ucap Brandon lembut.
Sahara tertegun.
"Mommy?"
TBC.