Se-spesial Ketoprak

1116 Kata
“Boleh, mau minta apa, Jasmin?” jawab Nilam sembari menutup bibirnya yang sedang menguap. Efek dari paracetamol membuatnya merasa kantuk hampir sepanjang waktu. “Jasmin mau minta izin dari Mama untuk mengajak Aurora ke Yogyakarta. Tadi, Ayah mengirimkan pesan, meminta Jasmin untuk menyusulnya ke Yogyakarta. Di sana sedang ada acara hajatan, Ma. Ayah berangkat dari Bali, untuk itu, Jasmin meminta izin agar Aurora menemaniku. Untuk biaya, tenang saja, Ma. Aurora tidak perlu mengeluarkan uang, kok.” Jasmin menyalami tangan kanan Nilam untuk meluluhkan hatinya. “Boleh, kok. Tapi, ada syaratnya. Kalian carikan Mama ketoprak!” perintahnya sembari tersenyum tipis dibalik wajah pucatnya. “Tahun depan, kan?” tanya Aurora. “Enak saja, ya, sekarang.” Nilam menengok ke atas untuk melihat jam berwarna hitam yang terpasang di dinding. “Berangkat, gih. Sudah sore juga, pasti orangnya sudah mulai berdagang,” sambung Nilam. Aurora dan Jasmin pergi menggunakan sepeda motor. Mereka menyusuri jalan raya untuk mencari penjual ketoprak yang biasanya menggunakan gerobaknya. Akan tetapi, sore itu penjual ketoprak tidak terlihat batang hidungnya. Motor yang dikendarai Aurora hampir menabarak pengendara lain. Aurora memarkirkan motornya di tepi jalan. Mereka berjalan mendekat ke motor yang hampir mereka tabrak karena tidak fokus dalam mengendarai motornya. “Kak, maaf, tadi saya sedang tidak fokus. Apa ada yang luka dengan diri Kakak?” tanya Jasmin yang sudah sampai di tempat. Sedangkan, Aurora masih berjalan karena harus berbalik untuk menaruh helmnya. Tidak lama kemudian, Aurora telah sampai di tempat. Ia berdiri di samping Jasmin. “Kak, tidak ada yang terluka, kan?” tanya Aurora. “Hati saya yang terluka.” Aurora dan Jasmin saling bertatapan. Mereka bingung dengan jawaban pengendara itu. Apa ia baru saja mengonsumsi minuman keras? Kenapa tatapan dibalik helmnya sangat menyeramkan? Pengendara itu melepas helmnya. Aurora terkejut menatap wajah pengendara itu. “Kenapa?” tanyanya. “Tidak ada. Lu kenapa ada di sini?” tanya Aurora. “Tadi dari kantor Papa. Lu juga sore-sore di jalan mau mencari apa?” tanya laki-laki itu lagi. “Ketoprak. Kalau lu gak ada yang sakit dan motor juga tidak ada yang rusak, jadi gue pamit mau pergi dulu.” Aurora berjalan kembali ke motornya. Akan tetapi, belum sampai lima langkah, laki-laki itu mencekal baju Aurora bagian belakang. Karena hal itu, membuatnya menghentikan langkah kakinya. Jasmin pun ikut berhenti untuk menemani Aurora yang tengah berhadapan dengan laki-laki yang sering membuat Aurora merasa kesal. “Ikut gue.” Pengendara motor itu kembali naik ke motornya. Ia melajukan motornya dengan kecepatan di bawah rata-rata agar Aurora bisa mengikutinya. Alasan lain, agar ia bisa melihat wajah cantik Aurora dari kaca spion motornya. Aurora dan Jasmin mengikutinya sampai di sebuah warung bercat biru. Di sana terdapat banner bertuliskan ‘Warung Nasi dan Ketoprak Pak Yanto’. Aurora melenggang masuk ke dalam warung untuk memesan pesanan ibunya. Aurora memesan tiga ketoprak dengan satu porsi dibungkus. “Jas, duduk dulu. Gue sudah pesan dua porsi makan di sini.” Aurora menunjuk salah satu meja yang masih kosong. “Gue gak?” tanya laki-laki yang telah mengantarnya ke warung ini. “Lu beli sendiri.” Laki-laki itu berdiri dan memesan satu porsi ketoprak pedas untuk dinikmati bersama Aurora dan Jasmin. Setelah memesan, ia kembali duduk di tempatnya. “Ra, tugas sejarah sudah dikerjakan?” tanyanya. “Kita beda kelas.” Aurora menyeduh teh botol yang ia ambil dari kulkas. Lemari es yang terletak di ujung ruangan. Ia mengambil sekalian saat memesan makanannya. “Iya kita beda kelas, tapi kita satu tujuan, yaitu naik ke pelaminan.” Aurora bergumam tidak suka dengan rayuannya. Ia merasa jijik dengan ucapan gombalnya. Aurora salah satu tipe perempuan yang tidak suka dengan rayuan maut laki-laki berhidung belang. “Langit, jangan berisik!” teriak Jasmin dengan suara yang lebih keras. Beruntung, di warung itu tidak ada pengunjung selain mereka. Tidak lama kemudian, pesanan mereka telah sampai di meja. Aroma yang keluar dari kepulan asap berasal dari piring membuat perut berbunyi karena kelaparan, dengan lahapnya mereka memakan ketoprak. Aurora tidak ingat, jika ada Langit di tengah-tengah mereka. Aurora memesan ketoprak dengan cabai sebanyak lima biji. Ada rasa tidak nyaman yang menyerang dalam hatinya, hal itu membuat Aurora ragu untuk menyantap satu porsi ketoprak. Padahal, perutnya telah memintanya untuk segera menyantapnya. “Ra, kenapa tidak dimakan? Ketopraknya spesial, loh, kalau dimakan di depan kamu begini. Kan, lumayan, pedas campur manis-manis.” Langit mengedipkan matanya. “Lu kira minum mineral yang itu, ada manis-manisnya? Kalau gue sih, najis amat.” Aurora menyantap makanannya. Ia tidak bisa menatap ke atas karena menyembunyikan pipinya yang memerah akibat rayuan dari Langit. Entah kenapa, Langit begitu besarnya pengaruh dalam hidup Aurora. Aurora dalam waktu kurang dari sepuluh menit telah menghabiskan makanannya. Memang, ia kepedasan dengan porsi ketopraknya. Ia merasa aman dengan situasi saat ini, karena tidak ada tanda-tanda Langit akan mengeluarkan sendawa. Aurora meneguk air minum yang telah ia ambil tadi. Terdapat bunyi dering dari ponselnya. Ia merogoh ponsel dari saku celananya. Ternyata, Nilam telah mencarinya. Bukan hanya menanyakan keberadaan Aurora, tapi Nilam juga menanyakan perihal pesanannya. Pada saat Aurora mengetik untuk membalas pesan Nilam, tiba-tiba ia mendengar ada seseorang yang bersendawa sebanyak tiga kali. Ternyata, suara asal dari sendawa tersebut adalah laki-laki yang duduk di depannya. Aurora panik setelah mendengar hal itu. Bagaimana dengan tubuhnya? Secara mendadak pula, Aurora merasakan reaksi dari tubuhnya yang mulai aneh. Kulit ujung jemari tangannya yang mulai berubah warna menjadi merah mengkilap. Warna merah yang menyilaukan mata jika melihatnya. Tanpa menanyakan total harga yang harus ia bayar, Aurora meletakkan uang berwarna merah dan biru masing-masing satu lembar. Aurora menarik lengan Jasmin agar segera ikut dengannya kembali ke rumah. Aurora bingung untuk menutupi kulitnya yang tiba-tiba berubah menjadi merah menyala. Warna kulitnya yang berganti menjadi perpaduan selayaknya gradasi hasil matahari. Kulit Aurora bergradasi merah dan putih yang menyala. Beruntung, hari sudah gelap. Sehingga, orang-orang tidak menatapnya dengan serius. “Ra, ada apa?” tanya Jasmin ketika mereka telah dalam perjalanan pulang. “Tidak ada apa-apa. Mama sudah nagih ketopraknya.” Aurora menutup punggung telapak tangannya dengan lengan yang kepanjangan. Aurora sekarang memilih untuk mengenakan pakaian yang kedodoran. Alasannya, hanya untuk menutupi keanehan tubuhnya saat seperti ini. “Kirain ada apa. Padahal, ketoprakku belum habis, Ra. Seriusan, ketopraknya bikin nagih!” teriak Jasmin sembari tertawa. Benar-benar, Jasmin tidak mengetahui tentang perubahan tubuh Aurora. Hal itu membuat Aurora merasa lega, tapi juga merasa kesal. Sebab, di saat dirinya merasa kebingungan, Jasmin malah tertawa dengan cerianya. Setelah menempuh waktu sekitar lima belas menit, mereka telah sampai di halaman rumah. Aurora meminta kepada Jasmin untuk memasukkan motornya ke dalam garasi dan memberikan ketoprak kepada Nilam. Aurora beralasan keburu kebelet untuk masuk ke kamar mandi akibat panggilan alam. Sehingga, Jasmin tidak curiga dengannya. Untuk menghindari Nilam, Aurora masuk ke rumahnya melalui pintu belakang.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN