Kring! Kring!
Siswa-siswi SMA Galaksi berhamburan memasuki ruang kelasnya masing-masing. Termasuk Aurora dan Jasmin yang baru saja dari perpustakaan sekolah. Beruntung, guru belum masuk ke kelasnya.
“Ra, mau kaya apa sih kontennya?” tanya Jasmin.
“Sudah, jangan aneh-aneh. Pakai mau rilis kanal Youtube lagi,” ledek Jasmin.
Aurora tidak menanggapi pertanyaan dari sahabatnya itu. Ia melamun sembari memikirkan ide untuk membangun kanal Youtube. Sampai-sampai, ia tidak tahu kalau guru bahasa Indonesia—Pak Danu—telah memasuki kelas sejak lima menit yang lalu.
“AURORA!” bentaknya.
Ia mendongak lalu mengusap wajahnya yang tidak kotor. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Mulutnya hanya mampu mengeluarkan satu kata ‘iya’.
Pak Danu menghukumnya atas kesalahannya dengan keluar kelas. Aurora kembali ke perpustakaan dengan malas. Ia membuka ponselnya sembari duduk di pojok belakang. Membuka aplikasi yang menampilkan banyak video dari konten kreator yang sudah ahli.
Ah, sungguh enak sekali, ya, batinnya.
Jari jempolnya menggulir layarnya ke atas. Ia menemukan sebuah video yang menurutnya sangat menarik perhatian. Mukbang.
Aurora berpikir, kenapa tidak memakai konten itu saja? Tapi, itu sudah terlalu biasa. Ditambah, dengan makan dalam porsi yang besar, akan memberikan dampak yang buruk bagi tubuhnya.
“Aku punya ide, mukbang cabai rawit. Tapi, bahaya atau tidak, ya?” tanyanya pada diri sendiri.
Waktu pulang telah tiba. Aurora keluar gerbang sekolah dengan mobil mewahnya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Ia menghentikan mobilnya ketika sudah sampai di halaman rumahnya.
“Ma, mama .... “
“Apa, sih, teriak-teriak. Mama belum budek.”
“Rora, mau bikin konten buat Youtube.”
Mamanya yang bernama Nilam tertawa dengan ucapan anaknya itu. Ia meragukan anaknya. Toh, selama ini dia tidak pernah terlihat serius dengan apa pun yang ia kerjakan. Termasuk, sekolahnya.
“Mama, malah ketawa, ih!”
Mama menyuruh Aurora untuk pergi menikmati makan siangnya. Di meja makan telah tersedia ayam goreng dan sambal terasi, kesukaannya.
“Wah, enak, apa aku coba tambah cabai ya?”
Aurora berjalan menuju dapur untuk mengambil cabai rawit untuk bahan percobaan. Kalau saja, reaksi tubuhnya lemah, ya, mau tidak mau harus mencari ulang ide untuk konten.
“Astaga, Ra, itu cabai sebanyak itu buat apa?” tanya mama.
“Buat makan,” jawabnya santai.
Mamanya heran dengan sikap Aurora. Buat apa cabai sebanyak setengah kilo di meja makan, padahal sambal pun sudah pedas.
“Awas, ya kalau bilang perut sakit,” ancam mama.
Mama Nilam pergi melenggang ke belakang. Menyiram tanaman adalah rutinitasnya. Aurora melancarkan aksinya. Cabai sebanyak setengah kilo sudah tercuci bersih dan berada di atas nasi.
Ia menyantapnya dengan takut. Ya, mana sudah ada rambu-rambu lagi dari mama. Tapi, itu tidak membuatnya goyah. Aurora melahap satu per satu cabai itu dengan nasi serta ayam goreng yang sudah berlumur sambal terasi.
Aurora merasakan tubuhnya tidak bereaksi apa-apa. Perut mulas saja tidak. Bahkan, rasa kepedasan di lidahnya saja tidak ada sama sekali. Telinganya yang pengang saja juga tidak. Sebenarnya, dia ini manusia atau bukan?
“Oke, tubuhku tahan banting dengan cabai. Kepedasan saja tidak sama sekali. Tapi, kenapa malah rasanya kaya habis minum bergelas-gelas, ya,” rancaunya.
Aurora bersikeras untuk membuat konten itu. Selain unik, dia juga yakin akan banyak pengikutnya. Ya, jelaslah secara Aurora memiliki pesona layaknya Aurora di Selandia. Seakan memiliki warna yang memberikan pancaran cahaya, Aurora begitu cantik alami. Tubuhnya yang tinggi, matanya yang sipit layaknya artis Korea, dan kulitnya yang putih mirip tahu. Sudah pasti akan memiliki jumlah pengikut yang banyak hanya dalam beberapa waktu.
Sayangnya, ia tidak memiliki peralatan yang mendukung. Minta ke orang tua, tapi ia tidak mau menjadi bahan tawa mamanya.
“Oke, buka tabunganku saja,” putusnya.
Selama ini, ia memiliki tabungan sebanyak Rp25.000.000,00 . Uang sebanyak itu merupakan pemberian dari ayahnya. Dalam sebulan, Aurora selalu mendapatkan uang saku sebesar Rp1.500.000,00. Oleh karena itu, ia bisa memiliki tabungan yang jumlahnya cukup fantastis di kalangan anak sekolah.
“Jas hujan, anter Rora ya, besok.”
Jas hujan adalah panggilan sayangku untuk Jasmin. Ya, dia Jasmin Lavender Putri. Sahabatku dari pertama kali masuk SMA Galaksi. Ia yang selalu menurut dengan apa yang aku perintahkan.
“Iya, Warna-warni kelabu. Mau ke mana lagi?”
“Rora mau terbang ke Langit,” jawabku asal.
“Weh, kamu mau bergerilya ke rumah Langit? Jasmin ikut ya kalau ke rumah cowok tampan,” tawanya.
“Langit? Anak IPS 2? Hidih, malas.”
“AURORA, CABAI MAMA!?” teriaknya.
Waduh, bisa gawat darurat kalau mama sudah mulai mengamuk. Bagaimana tidak gawat, kalau Beliau sudah marah-marah, seisi rumah bisa kena mulutnya yang berbisa.
“Apa ih, Ma, jangan teriak-teriak. Suaranya sampai ke langit ke tujuh.”
“Mana cabai, Mama?”
“Kan tadi Rora sudah bilang, cabainya mau aku makan, Mama sayang.” Menunjukkan tatapan mata yang menggoda. Ya, berusaha merajuk.
“Perut kamu tidak mulas?”
“Ih, dikira Rora anak kucing apa, makan cabai setengah kilo terus tumbang,” jawabku.
Mama benar-benar marah karena cabai setengah kilo telah habis aku lahap. Bukan karena apa, mama marah karena saat ini harga cabai sedang mahal. Padahal, sebenarnya bukanlah hal yang sulit untuk membeli berkilo-kilo cabai untuk keluarga kami. Tapi, mama adalah seorang ibu yang pandai mengelola keuangan keluarga.
“Aurora, Mama pikir, kamu bohong,” katanya sendu.
“Ih, Ma, maaf ya, jangan menangis,” jawabku sembari mengusap punggungnya.
Mama kesal dengan Aurora. Bukan karena tidak ikhlas cabainya habis ditelannya, tapi mama takut jika terjadi sesuatu dengan Aurora. Apalagi, biji cabai yang telah masuk ke perutnya berjumlah ratusan biji.
Mama, melenggang pergi meninggalkan Aurora sendirian di ruang makan. Aurora berpikir lagi, apa iya dia harus membuat konten ini? Tapi, menurutnya ini adalah konten yang sangat menarik. Apalagi, reaksi tubuhnya sangat mendukung.
Suara bel rumah berbunyi dengan nyaring. Aurora beranjak dari duduknya untuk membukakan pintu untuk seseorang yang datang.
“Papa, kok tumben sih, sudah pulang.”
Papanya masuk ke dalam rumah dengan langkah kaki yang berat. Mungkin, Beliau kelelahan karena bekerja seharian. Aurora membuatkan minuman untuk papanya. Ia juga menyiapkan air hangat untuk mandi dan makanan yang sudah siap di meja makan. Piring-piring kotor juga sudah ia cuci dengan bersih.
“Pa, Rora, kan sudah membuat teh spesial, bikin nasi goreng terenak, terus cuci piring juga sudah. Rora, minta izin ya mau bikin kanal Youtube.”
Aurora menyeret kursinya untuk mendekat dengan papanya. Seperti inilah, cara Aurora untuk membujuk papanya. Aurora yakin, dengan cara seperti ini papanya akan menyetujuinya.
“Memang kamu ada alatnya?” tanyanya.
“Makanya Rora izin mau beli.”
“TIDAK BISA RORA!” sahut mama dengan nada yang tinggi.
“Papa sih, setuju asalkan sekolah kamu tetap nomor satu.”
“Memangnya Papa tahu konten yang bakal mengisi vlog-nya?”
ΠΠΠ
“Warna-warni kelabu, hai .... “
Aurora tampak menampar pelan lengan Jasmin. Ia tidak suka dengan sebutan itu, tapi dia sendiri juga menggunakan sebutan yang tidak seharusnya untuk Jasmin.
Kalau kalian tahu, wujud Aurora yang ada di Selandia, pasti kalian tahu bagaimana istimewanya Aurora Warna Abadi. Ya, dia memberikan warna untuk sekitar. Sikapnya yang ramah kepada orang lain, membuatnya banyak teman. Bahkan, seluruh warga SMA Galaksi pun sangat akrab dengannya, kecuali Langit. Tapi, memang sahabat terbaiknya hanya Jasmin.
“Apa Jas hujanku sayang?”
“Kamu jadi bikin kanal?”
“JADI, JAS HUJAN,” teriak bahagiaku.
Jasmin mengernyitkan dahinya, seakan tanya reaksi mama dan papa dengan keinginanku ini. Aurora mengerti itu, ia merangkul pundaknya.
“Santai, aku sudah izin dan papa mengizinkan.”
“Bukan itu, bagaimana kalau perutmu sakit?” khawatirnya.
Aurora menceritakan kejadian kemarin di saat ia mencoba menelan cabai sebanyak setengah kilo, jika dihitung bisa berpuluh-puluh biji.
“WHAT!?”
Tiba-tiba terdengar petir yang bertamu di bumi. Tidak lama kemudian, hujan turun dengan derasnya. Warga SMA Galaksi berhamburan mencari tempat berteduh. Masih pagi juga sudah hujan. Beruntung, Aurora sudah sampai di sekolahnya sejak tadi.
“Aku sendiri tidak paham dengan hal itu.”
“Bentar.” Jasmin meraih ponselnya yang berada di saku kemejanya.
“Kamu mau apa?”
“Google .... “
Aurora menepuk jidatnya sendiri. Ia saja tidak begitu penasaran dengan kejadian itu. Menurutnya, itu wajar saja. Tapi, kelewat wajar sebenarnya.
“Ra, ke rumah sakit sana ... takutnya kalau kena korona,”
“Heh, mulutmu jahat amat. Aku sehat tahu,”
“Ra, tapi di Google, ada gejala korona, salah satunya ya itu ... tidak merasakan kepedasan.”
Aurora pergi meninggalkan Jasmin. Enak, saja dikira kena korona. Vitamin saja selaku rutin dikonsumsi. Masker juga tidak pernah lepas.
Ya, memang sih SMA Galaksi mengadakan kelas tatap muka, tapi tetap protokol kesehatan sangat ketat. Bahkan, siswi yang berangkat saja di kelompokkan.
“Tidak mungkin, aku kena korona.” Berusaha meyakinkan diri sendiri.
Aurora pergi kembali ke kelas. Hujan juga sudah reda sejak tadi. Ia duduk di kelasnya sembari memikirkan tentang pernyataan Jasmin tadi. Kalaupun kena korona, kenapa dia tidak demam atau lainnya.
Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Waktunya untuk pulang sekolah. Aurora tidak jadi untuk pergi ke toko perlengkapan dan peralatannya membuat konten. Ia memilih mengemudikan mobilnya ke rumah sakit.
Aurora melakukan swab test- PCR. Tes yang digunakan untuk mengecek positif atau tidaknya seseorang terhadap virus yang mematikan itu. Ia mondar-mandir menunggu hasilnya. Dirinya tidak bisa tenang dengan itu.
“Mbak, ini hasilnya, ya. Mbak Aurora dinyatakan negatif. Jadi, tidak perlu khawatir.”
Ah, lega banget.
Memang, Jasmin benar-benar sering membuatnya ketar-ketir dilanda kegundahan. Tapi, sebenarnya memang janggal dengan kejadian waktu itu. Lalu, apa maksudnya?
Aurora kembali ke rumahnya dengan perasaan yang bahagia. Kekhawatirannya ternyata salah. Ternyata, ia hanya membuang waktu yang tidak berguna.
“HEH JAS, KAMU BIKIN AKU TAKUT, UNTUNGNYA GAK KENA KORONA!”
“Syukur kalau begitu. Jangan lupa syukuran.”
Dasar jas hujan tidak memiliki perasaan. Temannya takut setengah mati, dia malah meminta pajak sehat.
“Ra, Ra, masih napas kan?” tanyanya.
“Noh, emang temen titisan setan, ya,” candaku.
Aku mengubah posisi rebahanku dengan ponsel yang masih tersambung dengan Jasmin.
“Ra, mau tau news, gak?”
Aurora hanya diam tidak menjawab. Ia sudah hafal dengan sahabatnya, sudah pasti yang akan menjadi topik pembicaraannya adalah Langit. Si cowok cuek yang tidak memiliki rasa hangat.
“Ra, Langit ternyata anak dari atasan papamu. Dia itu, calon penerus perusahaan bapaknya. Kan, dia sama kaya kamu ... anak tunggal.”
“ AURORA TIDAK PEDULI!”
“Jas, besok pergi, ya. Aku mau beli tripod, kamera, dan anak-anaknya.”
“Hmm, dah ya, aku mau tidur. Ngantuk, Ra.”
Setelah satu jam lebih sambungan kami terhubung, ia memilih mematikan sambungannya. Mungkin, ia lelah atau sudah tidak ingin berbicara. Ya, dia berbeda dengan Aurora. Tidak suka banyak bicara adalah ciri khasnya Jasmin, kecuali gibah.
“Ra, bisa tidur tidak?”
ΠΠΠ
“Pagi, Mama sayang. Eh, Papa juga.”
“Mau ke mana?”
“Jalan sama Jasmin.
Mereka mengizinkanku pergi. Perlu diingat, Aurora boleh izin pergi hanya karena Jasmin. Ia jarang dibolehkan pergi sendirian.
Baru saja, Aurora mau masuk ke mobilnya, ada seorang cowok yang memanggilnya. Ya, dia Mario, sahabat Aurora dari kecil. Tapi, sudah bertahun-tahun mereka terpisah. Hari ini adalah pertemuannya kembali dengan sahabat kecilnya.
“Ra ...,” serunya sembari melambaikan tangannya.
“Rio?” jawabku ragu.
“Iya, ini aku, Mario.”
Aurora berjalan mendekat ke arah Mario. Ia mengajaknya untuk ikut pergi dengan Jasmin. Dia tidak mungkin masuk lagi ke dalam rumah atau izin dari orang tuanya akan dicabut.
“Ra, mau ke mana?”
“Oh iya, kamu jago mengedit, kan? Bantu aku ya. Jadi, aku mau bikin kanal Youtube.”
“Wow, kontennya apa?” Mario bergeser membenarkan duduknya yang mungkin kurang nyaman. Tangannya juga membenarkan rambutnya yang goyah karena angin. Ya, kaca jendela mobil yang disisinya tidak ditutup.
“Mukbang ... cabai.”
Sekilas, dia tampak kaget dengan perkataan Aurora. Bagaimana bisa tahan perut manusia diisi cabai berkilo-kilo dalam waktu yang singkat?
“Hah, kamu serius?”
“Ya, lihat aja lah nanti. Btw, kamu menetap di Jakarta lagi, kan?”
“Tenang, aku tidak akan pindah-pindah kek nenek moyang. Aku bakal di sini sama Aurora terus,” ucapnya sembari mengusap rambutku pelan.
“Ih, jangan diacak-acak rambutnya. Benerinnya susah, tahu,” kesalku.
Mario menyalakan musik. Ya, musik adalah kesukaannya. Dulu, waktu dia menembak Aurora juga dilatar belakangi dengan sebuah musik bermakna cinta. Tapi, sayangnya Aurora hanya menganggapnya sahabat tidak lebih.
Sebuah lagu mengalun merdu terdengar dari benda pipihnya. Ah, lagu itu benar-benar membuat Aurora merasa terjebak dalam situasi yang rumit. Lagu berjudul ‘Goodbye Rumbling Heart’ karya Sivia Azizah mengalun di sana.
Tak pandai pura-pura, tergoda senyummu.
Begitulah dua lirik utama yang membuka lagunya. Lirik yang benar adanya membuat Aurora teringat dengan Langit. Manusia es batu yang tidak memiliki rasa hangat. Ia sering kali mencoba menggangguku. Entah karena apa, ia menggangguku.
“Hai, Aurora .... “ Tangan kanannya ia lambaikan di depan mataku.
“E-h, iya. Ehm, Ri, kita ke rumahku dulu ya.”
Aku melajukan mobilku ke rumah Jasmin. Perjalanan kami masih ditemani oleh lagu itu. Lagu yang benar-benar membuatku terhanyut.
“Jas hujan, turunlah sebelum hujan!”
Tidak lama dari itu, Jasmin datang tepat di hadapan Aurora. Mereka berangkat ke salah satu toko elektronik yang terletak di Jakarta. Hidup di tengah pandemi seperti saat ini benar-benar menyusahkan seluruh aktivitas manusia. Sebelum masuk ke toko, kami harus menjalani pengecekan suhu badan dan mencuci tangan. Jangan lupakan, masker masih setia menempel di tempatnya.
“Ra, kok kamu punya teman setampan anggota BTS, sih,” bisiknya.
Aurora tidak membalas ucapan Jasmin. Aurora fokus mencari peralatan yang mungkin dibutuhkan. Keputusannya untuk membuat kanal Youtube sudah sangat bulat tidak dapat diganggu gugat.
Aurora, cewek berusia 16 tahun yang mandiri dan selalu berpegang pada pendiriannya. Hal itulah yang membuat dia menjadi perempuan tangguh dan tidak mudah putus asa. Semua keputusan yang ia buat, tidak pernah salah.
Merasa ucapannya tidak ditanggapi, Jasmin memilih jalan melihat-lihat kamera, laptop, dan lainnya. Ya, bisa dibilang cuci mata. Setelah berhari-hari hanya duduk di rumah mengerjakan tugasnya yang tak kunjung selesai. Benar, kemarin ia masuk ke sekolah. Tapi, itu hanya selama dua jam. Baginya, itu masih kurang untuk bisa memahami materi dan berkumpul dengan teman sekelasnya. Itu pun hanya beberapa yang bisa berjumpa setiap pertemuan luring. Beruntung, Aurora mengajaknya jalan, jadi ia bisa lepas dari ikatan sial matematika yang rumit.
Tangan Jasmin memegang kamera yang selama ini ia inginkan. Entah, kapan ia visa membelinya. Tiba-tiba Aurora datang dengan membuatnya sedikit terkejut. Aurora hadir tepat di belakangnya dengan tangan yang merengkuh pundaknya dan suara yang dibuat sedikit seram.
“Ra, mau aku jantungan, hmm?”
Aurora menggeleng dengan cepat. Ia mencari Jasmin untuk membantunya mencari seluruh barang yang akan ia perlukan. Sudah mencapai tiga jam mereka berkeliling toko, tapi belum juga mendapatkan satu pun barang. Mario menemui Aurora. Ia mengatakan bahwa ia telah lama menunggu di luar. Apalagi, perutnya sekarang telah kosong sempurna. Hal itu, ditandai dengan suara perutnya yang meminta diisi.
“Ra, terima kasih, ya, traktirannya.” Mario memegang perutnya yang telah kenyang.
Jasmin pun heran dengan Aurora, apa dia tidak takut kehabisan uangnya? Bahkan, barang yang ia cari saja belum didapatkan. Sekarang, Aurora malah membelikannya makanan lezat di restoran bintang lima.
Merek memutuskan untuk kembali ke toko. Tapi, bukan toko yang tadi. Dibantu oleh Mario yang memang mengerti dengan alat elektronik, akhirnya semua barang yang dibutuhkan sudah bisa diangkut ke kamarnya yang bernuansa abu-abu dan merah muda.
Membutuhkan waktu selama satu hari Aurora bisa mencari barang-barang itu. Kini, waktunya ia mencoba kamera barunya. Dia mencoba untuk membuat opening dari setiap vlog yang nantinya akan mengisi list dalam kanal Youtube-nya.
“Aurora, makan malam dulu, yuk,” ajak Mama Nilam dari barik pintu kamar anak semata wayangnya.
“Ra, Papa sudah menunggumu,” sambungnya.
Aurora mengemas barang-baranya kembali. Ia mencuci mukanya dengan sabun. Tidak lupa, kaki dan tangan pun ia mencucinya dengan bersih. Kemudian, ia menemui keluarganya di ruang makan.
“Ra, habis berapa belanjaanmu?”
“Ya, sepuluh juta, kayanya.”
“Ra, Papa mohon, gunakan dengan baik.”
Aurora menganggukkan kepalanya kemudian menyantap hidangan yang sudah disediakan oleh mama Nilam.
“Ra, makannya pelan-pelan. Oh iya, besok kamu berangkat ke sekolah?”
“Enggak, Ma. Besok daring. Jujur, aku sudah lelah dengan daring yang tidak kunjung usai,” keluhku di sela-sela mengunyah nasi.
Pandemi yang diakibatkan oleh virus korona membuatku semakin pusing dengan segala tuntutan. Seluruh aktivitasku dilakukan secara online. Untung, aku tidak memiliki pacar, jika iya, apa iya harus pacaran online juga?
“Sabar, Ra. Papa juga mulai minggu depan kerja dari rumah. Karena ada salah satu karyawan yang positif.”
Nah, kasus korona sudah bertambah. Ya, kita hanya bisa berpasrah dan terus berusaha. Tentu, dengan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku sesuai anjuran pemerintah.
“Oh iya, kalau sudah mulai bikin konten, jangan jauh-jauh dari rumah.”
“Siap, Pa.”
“Jasmin, Rio, bantu aku buat bikin video yang pertama.” Memandangi wajah mereka satu per satu.
Hari ini, adalah hari pertama Aurora membuat video untuk kanal Youtube-nya. Dibantu dengan kedua sahabatnya, ia memiliki konsep yang unik. Menikmati sekilo cabai rawit dengan dua buah sosis goreng sebagai pelengkap.
Pembuatan video dilakukan di dapur Aurora yang memang sudah di desain dengan cantik sejak awal rumah ini dibangun. Jadi, tidak heran jika hasil video yang dibuat semakin menarik.
“Oke, jadi, kalau ditanya rasanya .... Biasa saja, sih. Cuma, buat yang tidak suka pedas pasti akan merasakan sesuatu yang luar biasa,” tutupnya di akhir video sebelum diedit dengan video penutup yang akan menjadi ciri khasnya.
“Gila, Ra, perutmu?” tanya Mario.
“Ha ha ha, santai saja. Sebelum buat video hari ini, aku sudah melakukan uji coba dengan tubuhku.”
“Berapa kilo cabai, Ra?”
“Setengah kilo. Tapi, kejadiannya ya kaya gini. Air mata enggak keluar, hidung juga enggak mengeluarkan ingus, nafas juga tidak bau cabai. Perutku pun aman.”
Mario melongo dengan ucapan Aurora. Bagaimana bisa manusia biasa tidak terjadi apa-apa di saat makan cabai berkilo-kilo. Bahkan, Mario sendiri tidak tahan dengan pedasnya cabai yang hanya satu biji. Antara percaya dan tidak percaya, Mario mengangguk pelan.
“Ri, tolong diedit. Segera mau aku coba unggah di Youtube, i********:, dan V-Live.”
Mario menyanggupi permintaan Aurora. Dia bergegas memindahkan file ke laptop. Dia membuka software edit video yang memang sudah ia kuasai sejak lama. Dengan teliti, ia mengedit videonya dengan baik. Hasilnya pun, sangat memuaskan.
Aurora mengunggah video itu ke beberapa sosial media miliknya. Kanal Youtube-nya masih dibilang baru, jadi penontonnya baru sedikit. Aurora mempromosikannya di akun i********:. Melalui fitur feed di sana, ia mampu mendatangkan penonton IGTV-nya sebanyak puluhan juta. Serta, followers-nya pun naik secara drastis.
Tidak percuma Aurora membeli perlengkapan baru.
Di dalam kolom komentarnya banyak pengunjung yang meninggalkan jejaknya di sana. Banyak respons positif dan juga negatif. Tapi, perbandingannya jauh lebih banyak komentar positif.
AdindaRyt_ Wih, kok bisa gitu, Kak?
Rthrhm_ Kak Aurorawa_ putri angin matahari, Ya? Kaya yang pernah jadi cerita dongengnya nenekku dulu.
Anethar Viral nih pasti. Gila, itu asli atau memang dibuat untuk pan-sos, sih?
Rangga21 Aku kenal kamu. Kamu anak SMA Galaksi kan? Kelas XI IPS 1, tapi kok bisa sih ga kepedasan gitu?
Aurorawa1 Rangga21 Iyaps, aku Aurora anak SMA Galaksi. Buat apa aku pan-sos? Aku sendiri juga masih mencari tahu tentang itu ^ ^
Anggita2 Aku padamu, Mbak. Youtube namanya apa?
Bntrahm Gila rasanya ga percaya, itu seriusan?
Aurorawa1 Anggita2 akun youtubeku Aurorawa, yuk di subscribe.
Jasminlav Ra, semangat ya.
“Hah, siapa, dia? Gila, kata-katanya asoy sekali, Bung!” teriak Aurora ketika membaca salah satu komentar dari salah satu akun yang ada. Siapa sih, dia?