HYD - 3

1054 Kata
"Disya, jangan bercanda kaya tadi di depan kakekmu ya. Kakekmu jadi ngira kalau kamu itu beneran mau dinikahin. Dicariin suami beneran baru tau rasa kamu." Disya menatap mamanya dengan tatapan murung dan sendu. Dia juga gak sadar kalau tadi iya-iya aja, padahal gak denger jelas apa yang kakeknya katakan padanya. "Terus sekarang gimana?" Tanya Disya ragu. Mama menghela nafas, kemudian mengendikan bahunya. Mana tadi saat Kakeknya hendak pulang dia sempat bertanya pada Papa dan Mama mengenai kriteria menantu idaman yang diinginkan. Kalau dari praduga sih memang Kakek tidak akan pernah Main-main dengan apa yang dia ucapkannya. Mama jadi was-was sendiri. Anak bungsu kesayangan dinikahin sama pria pilihan kakeknya sendiri dalam waktu dekat. Tidak lama Papa ikut bergabung dengan raut wajah yang tidak mengenakan untuk dilihat. Disya bertanya-tanya apa Papa nya itu salah ambil nomer lotre? "Disya, kamu kalau bicara sama kakek jangan yang aneh-aneh. Gak tau aja Kakek itu serius mau nikahin kamu sama kenalannya. Kamu belum wisuda nanti kerepotan ngurus rumah tangga kamu lho," Peringat sang Papa. Disya cemberut sekaligus merasa bersalah pada sang Papa. Mengingat dia juga tadi tidak sempat berpikir dengan jernih dan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Kakeknya. "Maafin Disya pa. Sumpah deh! Disya aja gak tau nih apa yang Disya bilang ke Kakek." "Terlambat. Kakek kamu lagi cariin calon, yaudah siap-siap aja nikah muda. Itu kan yang kamu inginkan?" Disya mau nangis aja rasanya. Udah lelah body, lelah hati pula. Daritadi makan hati gara-gara teman sekelompok sialan yang cuma memberatkan satu tugas ke Disya. Rasa ingin menikah tinggi, namun setelah Papa memberikan peringatan Disya jadi ciut sendiri. Astaga! Kenapa Disya baru sadar sekarang. "Sudah-sudah, jangan dipikirkan lagi ya. Biarin aja, kalau emang udah takdirnya Disya nikah muda. Yaudah, Terima aja." Disya menggeleng kecil, lalu setelahnya mengangguk lagi. Papa menghela nafas melihat kelakuan Putri bungsunya itu. "Jadi sebenernya Disya mau nikah muda apa nggak? Tadi geleng sekarang ngangguk, kalau emang Disya gak mau Papa bilang ke Kakek sekarang." Disya mendengus namun setelah melihat pesan yang sempat dikirim di grup tadi. Disya jadi emosi, dan memilih untuk mengangguk. "Nikah ya nikah aja pa, Disya mau kok." Papa sama Mama saling pandang. Belum apa-apa anak mereka sudah labil begini. Apalagi kalau berumah tangga nanti, sepertinya Disya harus diberikan ceramah pranikah dulu ini. Keesokan siangnya Disya udah di kampus dan lagi nungguin dosen mata kuliah ekonomi pembangunan. Disya bahkan begadang ngerjain PPT dan Makalahnya, semoga aja itu dosen masuk. "Tegang banget Dis, santai aja." Gadis itu memutar bola matanya jengah. Dilihatnya Dito yang kini santai memainkan game online di ponsel pintarnya. Tentu saja hal itu membuat Disya jadi panas sendiri. "Dasar! Gue bahkan gak ada waktu buat skincareran lah elu malah main Game disaat orang mau presentasi gini!" Dengus Disya. Dito sempat menoleh kearah Disya kemudian mengangkat bahunya acuh. Benar-benar memancing Disya untuk menjambak rambutnya dan Disya benar-benar menuruti apa keinginan hatinya. "Aw!" Ringis Dito sembari menatap tak Terima kearah Disya. "Marah? Maaf ya, Disya refleks. Maklumin aja muka lo ngeselin sih, pengen tabok terus bawaannya." Dito berdecak, tak lama datanglah dosen dan juga beberapa temannya yang terlihat telat. Disya menghela nafas lega ketika dosen itu datang. "Saya cuma memberikan materi sebentar ya, karena ada rapat dosen penting nanti." Hati Disya bagai tersambar petir,  lalu hujan turun membasahi tekadnya, setelah mendengar ucapan Dosennya sendiri. Disya tentu tidak tinggal diam, Kemudian mengangkat tangannya dengan raut wajah kecewa. "Lalu presentasinya bagaimana pak?" "Untuk kelompok ini, kita batalkan presentasinya. Dilanjutkan oleh kelompok selanjutnya pada materi baru." Ketika banyak mahasiswa yang senang mendengarnya. Ada satu mahasiswi yang saat ini duduk dengan lemas dan perasaan berkecamuk. "Kan, udah gue bilang. Santai aja kali Dis." Banyak pasang mata yang melirik ke arah Disya sekarang. Gadis itu menangis di tengah keramaian kantin, tidak perduli banyak yang mungkin terganggu dengan suara tangisannya. Tapi itulah Disya, kalau sudah kesal sekali dia akan menangis alih-alih mengumpat ataupun melakukan hal gila seperti memukul orang. Tata yang menemaninya hanya bisa menghela nafas, lalu mengelus pelan punggung Disya. Gadis itu menangis sesenggukan setelah itu mengelap bekas air matanya dengan tisu makan. "Udah ya, cep... Jangan nangis lagi. Gak enak dilihatin banyak orang. Dikira habis di aniaya tau gak." "Biarin!" Balas Disya kesal. Hiiiiii~~~ Suara ingus yang dipancing keluar oleh Disya tentu membuat mereka yang sedang makan terganggu. Tata yang sadar akan hal itu segera menarik Disya untuk pergi dari area kantin sebelum mereka memangsa Disya dan Tata hidup-hidup. *** Sore harinya Disya dapat kabar dari sang Kakek kalau pria pilihan kakeknya sudah setuju untuk menikahi Disya. Tentu saja kabar itu membuat Papa dan Mama Disya syok. Jangan lupakan kedua kakaknya yang langsung mengambil tiket penerbangan untuk pulang. Keduanya tentu saja terkejut mendengar berita tentang pernikahan sang Adik yang akan dilangsungkan dalam waktu dekat. Sementara itu suasana hati Disya lagi gak benar-benar baik. Disya banyak pesen makanan untuk dia sendiri, karena memang pikirannya masih saja menyayangkan batalnya presentasi tadi. Apa yang Papa dan Namanya sedang katakan pada Disya, hanya dianggap angin lalu oleh gadis itu. Bukannya apa, tapi Disya itu suka banget kepikiran sama sesuatu hal yang bikin dia kecewa. "Disya, sekarang Mama tanya sama kamu. Udah siap berumah tangga kamu? Beneran kan, Mama gak mau ya, denger Disya nyesel pas udah nikah." Disya hanya mengangguk tanpa minat, kemudian melahap sayap krispi yang dia pesan. Papa menggeleng pelan melihat tingkah Putri bungsunya itu. "Disya... Dengerin Mama kamu tuh. Jangan makan-makan terus. Nanti kamu gendut kaya babi." Disya berdecak, "Gak apa-apa, babi itu imut kok pa." "Tuhkan! Dibilangin apa, jawabnya Apa. Kamu siap gak sih sebenernya mau nikah muda dis?" Mama terlihat khawatir. Bagaimana gak khawatir kalau tau anak sendiri makan aja masih belepotan, sering banget menaruh softex sembarangan, bahkan masih sangat labil. Mama jadi ragu anaknya bisa atau gak diajak berumah tangga. "Gak apa-apa ma, jangan khawatir. Disya pasti bisa kok, lagipula Kakek udah terlanjur bilang sama orangnya. Kecuali kalau pilihan kakek bukan kriteria Disya, ya mungkin langsung Disya batalin." "Nah ini... Jangan pernah memandang seseorang lewat fisiknya. Tapi kalau dia berhasil bikin kamu nyaman, baru kamu boleh merasa kalau dia adalah orang yang tepat untuk kamu." Disya mengangguk paham, "Baik bos!" "Dikasi tau juga ini anak, bandel banget dibilangin." Disya menyengir lebar. Ting! +62 859 6711 xxxx Selamat malam, saya Theodore calon suami kamu. Simpan saja nomor saya, maaf tidak bisa menemuimu dalam waktu dekat ini karena banyak kesibukan. DEG! "Pa, Ma, Disya boleh batalin gak?"

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN