Aksa sudah berulang kali menanyakan hal yang sama kepada kakek Monggo. Akan tetapi, tak satupun jawaban yang membuatnya puas. Bukan menjelaskannya malah memberikan banyak alasan agar Aksa tak kesana.
Aneh bukan? Bukankah kedatangan Aksa kemari adalah untuk mencari ayah dan kakeknya? Bagaimana ia bisa menemukan mereka jika dirinya terus saja di minta untuk berada di dalam rumah. Aksa bahkan tak bisa kemana mana karena kakek Monggo juga seperti tengah mengurungnya dalam 5 hari ini.
Ya, semenjak ketahuan kalau dirinya melakukan perjalanan seorang diri, kakek monggo tak membiarkan Aksa keluar rumah sampai saat ini. Benar benar membosankan.
"Tunggulah waktu yang tepat nak, semua butuh perencanaan. Jangan sampai ada yang tahu kalau kau bukan warga sini. Karena kalau sampai ada tetua yang tau akan kedatangan dirimu, maka kau akan kesulitan kembali ke tempatmu berasal." Jelas kakek Monggo yang selalu sama untuk menjawab pertanyaan Aksa.
"Tapi kek, bagaimana aku bisa segera kembali kalau ayah dan kakek tidak segera kutemui." Protes Aksa agar mendapat simpati lebih. Ia dengan gencar meminta kakek Monggo untuk segera memberi taunya.
Dengan pasrah kakek Monggo menghela nafas.
"Baiklah, besok aku akan memberitahumu sebuah petunjuk." Pasrah Kakek Monggo yang membuat Aksa sedikit lega mendengarnya.
Aksa lantas segera kembali ke tempat tidurnya. Kembali mengamati beberapa barang yang ia bawa. Tas ransel yang ia bawa bahkan mampu membawa isi lemarinya kemari. Ia mendapatkan tas tersebut dari guru Fisika saat ia memenangkan lomba kuis di kelasnya.
Aksa mengangkat beberapa kumpulan kotak kecil yang berisi cairan, ada pula yang bubuk. Lalu kembali meletakkannya. Kini pandanganya tertuju pada kotak kesehatan yang diberikan ibunya. Lalu ia berfikir mungkin bisa mengirim pesan w******p kepada mama Rere meskipun ia sama sekali tak yakin. Aksa tetap mencobanya. Dan benar saja. Pesannya tak terkirim.
Sejenak ia mengamati foto profil sang mama. Dirinya tengah tersenyum bersama sang ibu tercinta. Benar benar membuatnya rindu.
Setelah berjanji untuk tidak pergi kemana mana, Akhirnya Aksa di tinggal pergi oleh kakek Monggo. Sejenak aksa mulai berpikir kenapa dirinya tak boleh ikut kemana Kakek monggo pergi.
Sebelum pergi kakek monggo meninggalkan beberapa makanan untuk Aksa. Mulai dari ubi rebus, jagung rebus dan buah buahan seperti pisang dan pepaya.
Meskipun semua makanan tersebut mengenyangkan, namun membuat Aksa jadi ingin makan roti dengan olesan keju juga buah pir dan salad buah bikinan ibunya.
Semua bahan bahan antik yang berada di dalam rumah tersebut sudah tak lagi membuatnya menarik. Seketika Aksa teringat pohon tinggi yang menjulang di sisi rumah kakek Monggo.
Aksa memandang ke arah pohon kelapa dengan buahnya yang banyak. "Buset, pohon itu tinggi banget. "Aksa kembali kedalam rumah fan mengambil sebuah golok dan membuat pijakan di pohon kelapa tersebut sesuai jangkauan yang mampu ia daki.
Baru saja lima langkah ia menaiki pohon kelapa tersebut, ia menemukan sesuatu yang aneh. Sebuah kabel di dalam pohon kelapa. Tentu saja itu adalah penemuan yang aneh dan membuatnya heran.
Aksa ingin menelusurinya sebelum Kakek Monggo memanggilnya dari dalam rumah.
"Apa yang kamu lakukan, turunlah!" Serunya dari depan pintu yang membuat Aksa segera turun meninggalkan rasa heran dengan penemuannya tadi.
Aksa segera turun dan melihat tatapan tak suka dari kakek Monggo.
"Kalau kau ingin kelapa muda kenapa harus bersusah payah seperti itu?" Ucap kakek Monggo berjalan maju menuju pohon kelapa tersebut.
Dengan menengadahkan kedua tangannya tinggi tinggi, ia mengucap sebuah kalimat yang aksa tak mengerti. Namun sesaat kemudian ada dua buah kelapa yang jatuh dan anehnya tepat di kedua tangan kakek monggo.
"Keren!" Seru Aksa melihatnya. Bukan sulap bukan sihir tapi Aksa tau kalau dirinya bukan sedang bermimpi. Dirinya hanya bergumam kagum. "Andai gue bisa kayak gitu di kota gue." Gumam Aksa pelan lalu melangkah mendekati kakek Monggo.
Dengan senyum puas Aksa meminum kelapa yang menyegarkan.
"Apa kakek mau mengajariku seperti cara kakek memetik buah kelapa tadi?" Tanya Aksa penuh minat.
"Bisa saja." Jawab Kakek Monggo singkat dan membuat Aksa senang.
"Kamu harus memiliki banyak bekal untuk menjemput kakekmu." Tambah kakek Monggo menjelaskan.
Dan Aksa hanya menganggukkan kepalanya setuju.
***
Hari ini Aksa bersiap diri untuk pergi. Seperti yang di janjikan Kakek monggo yang akan memberitahu jalan untuk menemui kakeknya.
Aksa mengenakan celana pendek miliknya sendiri. Celana yang penuh dengan saku di sisi kanan, kiri, bahkan belakang. Ia memasukkan segala sesuatu yang ingin dibawanya.
Bersiap dengan banyak hal, sedangkan kakek Monggo hanya tangan kosong.
Mereka berdua berjalan beriringan dengan santai.
"Hari ini, kita hanya akan berjalan sampai perbatasan desa. Karena kamu harus belajar banyak hal. Jadi kamu harus kembali lagi, dan mempelajari ilmu dari kakek." Ucap kakek Monggo menasehati. "Aku akan mengajarimu banyak hal untukmu hidup di hutan liar." Dan tiba tiba lanjutan kalimat kakek monggo membuat Aksa minder. Ia ngeri mendengar hutan liar. Meskipun ia pernah melakukan camping di hutan, namun ia tahu kalau hutan yang di maksud kakek Monggo berbeda jauh dengan hutan yang pernah ia temui.
Melewati pohon rindang yang kemarin ia temui. Masih berjalan terus entah kapan berhenti. Aksa lelah sampai akhirnya menemukan sebuah plang kayu jati yang kuno. Tapi Aksa melihat itu bukanlah tulisan menggunakan huruf kapital. Melainkan aksara jawa yang sudah dimengerti olehnya sedikit.
'Perbatasan Desa Taling'
Seperti itulah yang di mengerti Aksa. Di depanya terpampang begitu luas hutan yang sepertinya tak terjamah. Hanya jalanan setapak yang terlihat kecil meliuk seperti tali. Lalu jalanan itu hilang tertutup rindangnya dedaunan. Selebihnya adalah pohon rindang yang menaungi jalanan tersebut.
"Setelah memasuki hutan ini, kau tak boleh membawa pedang , golok maupun s*****a lainya. Jika terlihat prajurit, kau akan di tangkap. Apalagi kalau sudah sampai di perbatasan Kambalang. Orang asing tak boleh terlihat membawa senjata." Ucap kakek Monggo mengingatkan. Dan di angguki oleh Aksa.
Kakek Monggo mengambil sebuah bambu kering berbentuk tabung yang tergantung di pinggangnya. Mendekati sebuah gentong yang Aksa tau itu adalah air minum.
"Kalau mau melakukan perjalanan, harus mempersiapkan air minum." Tukas kakek Monggo yang di balas senyuman oleh Aksa.
"Iya kek." Lanjut Aksa kemudian mengangkat sebuah botol plastik yang mampu menampung lebih banyak air daripada milik Kakek Monggo. Dan ia membuat tali yang ia selempang di lehernya.
Memandang dengan heran, kakek Monggo meminum air miliknya sebelum melanjutkan perjalanan.
"Sepertinya kamu memiliki banyak barang aneh?" Tanya Kakek Monggo heran.
Aksa tersenyum. "Ini hanya botol plastik yang kegunaannya hanya menampung air." Jawab Aksa yang hanya di angguki oleh kakek Monggo.
Mereka meneruskan perjalanan, memasuki hutan belantara yang Aksa pun tak tahu di mana ujungnya.
"Apa tak ada kuda atau semacamnya untuk menemani kita kek?" Ucap Aksa tersengal. Ia terlalu lelah dengan perjalanan yang menghabiskan lebih dari setengah hari ini.
"Kita harus membeli jika menginginkan kuda. Apa kau lelah?" Tanya kakek Monggo yang masih terlihat bugar meskipun usianya jauh lebih tua dari Aksa.
"Tentu saja, apa kakek tidak lelah?" Jawab Aksa masih dengan nafas yang memburu. Kakinya sudah pegal. Air minum yang di bawanya tinggal setengah.
"Baiklah kalau begitu. Kita istirahat sejenak." Seru kakek Monggo yang bertolak mengarah ke sebuah bebatuan besar yang berada di samping pohon rindang. Aksa hanya diam mengiyakan dan mengikuti kakek Monggo. Meneguk lagi botol air minumnya dan mulai mengatur pernafasan.
"Kamu tunggulah di sini, aku akan mencari sesuatu untuk di makan." Aksa hanya mengangguk. Karena ia butuh istirahat. Kalaupun ikut dengan kakek Monggo ia tak akan sanggup berjalan lagi. Dan sepertinya ia mulai lapar. Dan bodohnya ia tak terpikir untuk membawa beberapa mie instan atau buah buahan dari rumah. Ah s**l. Padahal Aksa memiliki banyak snack di kamarnya.