Bab 1
"Nona Brianna?"
"Iya, Dok."
"Selamat atas kehamilan anda," ujar Dokter tersenyum.
"Hamil?" ulang Anna tidak percaya.
"Ya." Dokter tersebut meyakinkan dengan seulas senyum di wajahnya.
"Bagaimana bisa?" lirih Anna dalam hati.
Sebuah kabar membuat Brianna, atau gadis yang akrab disapa sebagai Anna begitu terkejut. Faktanya, dia sama sekali tidak menyangka, kejadian malam itu kini meninggalkan buah cinta di dalam rahimnya.
Anna menyeka air mata, entah itu pertanda bahagia atau petaka. Diambil ponsel di dalam tas kecilnya, lalu kemudian menghubungi kontak bernama 'Felix'. Dua panggilan tidak terjawab, tapi Anna tidak putus asa. Dia kembali memanggil ulang.
Karena lelah dengan harapan yang tidak berujung, Anna mengirim pesan singkat pada Felix, mengajaknya bertemu.
[Aku ingin bertemu, di tempat biasa]
Anna segera menuju tempat yang ia maksud. Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba percakapan beberapa orang membuatnya terpaku.
"Sudah dengar belum, kabar tentang Tuan Muda Felix dan Bella?"
"Apa benar mereka akan menikah? Aku kira itu hanya rumor semata."
"Sepertinya memang iya ... mereka akan segera menikah. Bukankah mereka akan mengumumkannya dalam minggu ini?"
"Wah … berarti ini akan menjadi berita utama yang menghebohkan."
"Bahkan, kekasih Felix yang tidak kunjung muncul itu akan segera tersingkir. Lagian … siapa yang akan percaya jika gadis itu benar-benar ada."
"Haha …."
Mereka tertawa ria di atas penderitaan batin Anna, yang mendengar semuanya dengan jelas. Anna tahu, kekasih yang dimaksud adalah dirinya. Felix memang menyembunyikan hubungan mereka dari awak media, dengan alasan, dunia tidak perlu tahu siapa orang yang dicintainya. Dengan begitu, Anna tidak perlu merasa namanya dibawa-bawa dalam berita apapun.
"Tidak, Anna. Kau jangan percaya apapun jika itu bukan pernyataan dari Felix."
Lantas Anna melanjutkan langkahnya, kali ini lebih tajam. Setajam pemikiran dan prasangkanya. Bukan belum mendengar, bahkan Anna sudah mendengar desas-desus tersebut beberapa minggu yang lalu. Tepat dimana pertemuan terakhirnya dengan Felix, yang hingga sekarang belum berjumpa dengannya.
Banyak bayangan yang dibayangkan Anna saat Felix menerima kabar darinya nanti, bahkan Anna menjadi tidak sabar untuk menunggu momen tersebut. Anna juga dengan sengaja telah menyiapkan rekaman yang disembunyikan di balik pot bunga, sebagai kenangan momen kebahagiaan mereka.
Menunggu hingga beberapa menit, akhirnya Felix datang dengan raut wajah yang sulit ditebak, tidak seceria biasanya bila bertemu dengan Anna.
"Hai …!" sapa Anna melambaikan tangannya dari kejauhan.
Felix datang dengan tangan hampa, tidak seperti biasanya yang akan membawa Anna sesuatu. Felix berhenti tepat di hadapan Anna, menyembunyikan tatapan di balik kacamata hitamnya.
"Kau tidak membawa ku sesuatu?" tanya Anna penuh harap. Seperti biasa, dia sangat mengharapkan kebiasaan Felix.
"Katakan saja untuk apa kita bertemu, Anna." Suara Felix terdengar menuntut, terlihat jika dia tidak begitu tertarik untuk bertemu.
"Ada apa?" tanya Anna yang mulai merasa aura lain. Bahkan Anna sendiri tidak bisa mengerti hal itu. "Kau baik-baik saja?" tanyanya cemas.
"Jika tidak, maka izinkan aku untuk memulai pembicaraan, Anna." Felix kembali membuat Anna bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba dingin.
"Felix, kau …."
"Mulai sekarang, kita tidak punya hubungan apa-apa lagi," potong Felix. Suaranya terdengar begitu tegas, Anna mampu membedakan mana yang serius dan mana candaan. Dia semakin tidak menyangka.
"Felix, kau benar-benar akan meninggalkan aku?" lirih Anna di hadapan kekasihnya, berharap itu hanya bualan semata. Atau, Felix akan memberinya kejutan dengan pernyataan lain yang tiba-tiba.
Felix menghela nafas berat. "Seperti yang kamu tahu, Anna. Aku dan Bella akan segera menikah."
Tanpa terasa, air mata mengalir begitu saja. Mengikuti surutnya rasa, jauh bersama harapan yang sirna. "Jadi rumor yang aku dengar itu memang benar?"
"Kau tentu tahu itu, jika tidak ada kabar hoaks yang menyangkut denganku."
"Lalu bagaimana dengan aku?" Anna masih memberanikan diri untuk bertanya, bahkan dia sangat tahu, jika Felix tidak akan mudah untuk membatalkan keputusan. Hanya saja, Anna berharap banyak kata maaf yang akan didengarnya sebagai sesuatu perpisahan yang patut dikenang.
"Kau pergilah dari hidupku, jangan pernah kembali."
Begitulah akhirnya mereka berpisah, bukan tanpa sebab, Felix hanya ingin bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Bella. Tanpa mengetahui, jika hal yang sama juga dialami oleh Anna.
Felix segera berlalu, meninggalkan luka membekas di hati Anna.
"Sadarlah, Anna, tidak ada perpisahan yang manis." Anna menguatkan hatinya beberapa kali, tangis mengiringi setiap langkah yang dipijak Felix. Semakin jauh, bersama kepingan hati yang dibawa pergi. Pria itu, dengan segala bekas tertinggal, meninggalkan seribu luka.
"Argh …!" Anna menangis frustasi, dipegang perutnya yang sudah berisi sebulan. Anna bahkan belum memberitahu Felix yang sebenarnya. Tapi setelah kejadian ini, akankah dia mengungkapkan segalanya? Atau, Anna akan menyimpannya sebagai rahasia yang hanya dirinya yang tahu.
Felix kembali ke rumahnya setelah bertemu dengan Anna, tidak ada penyesalan yang tergambar di wajahnya. Begitu juga kekecewaan, karena ia telah gagal membina hubungan erat dengan Anna. Seperti harapan sebelumnya.
"Felix, apa kau berjanji untuk tidak meninggalkan aku?" Di sebuah tempat, di bawah pohon sakura, mereka berdua berbaring di bawahnya.
"Apapun yang terjadi, Anna. Aku akan selalu ada di dekatmu," jawab Felix tersenyum tulus. Setulus segenap rasa yang dipercaya Anna.
"Lalu bagaimana jika seseorang mencoba untuk memisahkan?" tanya Anna khawatir. Karena hubungan keduanya belum mendapat restu dari kedua orang tua Felix, Anna juga tidak yakin jika Felix sudah memberitahu mereka tentang ini.
"Jika memang itu ada, maka hanya takdirlah yang pantas."
Perjanjian Felix begitu kuat, hingga membuat Anna percaya jika itu adalah ikatan yang tidak layak diragukan. Felix tidak menunjukkan adanya penyelewengan, yang ada hanyalah ketulusan yang bertubi-tubi. Hingga suatu malam, tepat di malam ulang tahun, Anna. Felix telah menodainya, dengan alasan cinta, akhirnya Anna rela memberikan segalanya.
Setelah kejadian tersebut, antara mereka tidak ada suasana yang berbeda. Malah keduanya terlihat kian akrab, bahkan mereka melakukannya berulang kali, dengan satu janji yang terucap, "Aku bersedia tanggung jawab apapun yang terjadi padamu, Anna."
Beberapa bulan kemudian, Felix dikejutkan dengan pengakuan Bella yang tiba-tiba mengatakan jika ia sedang mengandung anaknya. Felix tidak menyangkal hal tersebut, karena beberapa minggu yang lalu, dirinya sempat tidur seranjang dengan Bella. Tapi hal tersebut masih mengganjal di hati Felix, dia sama sekali tidak bisa mengingat apa yang mereka lakukan.
"Tenang saja, Felix, aku tidak akan mengekspos hubungan kita," kata Bella sebelum mereka berpisah.
"Tapi … bagaimana ini bisa terjadi, Bella? Aku … aku benar-benar tidak bisa mengingatnya."
"Kau berada di bawah pengaruh minuman, Felix. Aku rasa, kau memang benar-benar membutuhkan pelampiasan. Tapi jangan takut, aku bahkan tidak menyesalinya."
Begitulah malam singkat yang mereka lewati, yang sampai saat ini Felix meragukan. Namun demikian, Felix tidak ingin pergi begitu saja. Segala bukti mengarah padanya, walaupun Bella tidak menuntut pertanggungjawaban, tapi Felix tidak bisa mengabaikannya. Bahkan dia telah memutuskan untuk meninggalkan wanita satu-satunya yang paling ia cintai, hanya untuk anaknya yang akan lahir.
Setelah memarkirkan mobil, Felix masuk ke dalam, disertai dengan seulas senyum yang mengembang. Dia berharap seseorang akan berada di dalam, menunggu dirinya pulang.
"Dimana dia?" gumam Felix yang tidak mendapati seseorang yang diharapkan.
Tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. "Aku di sini," bisik suara itu lembut.