Kirana terlihat fokus merancang beberapa kebaya yang dipesan oleh Kaivan untuk calon istrinya. Hingga saat ini pun, Kirana masih tidak menyangka jika dirinya akan memdapatkan kesempatan untuk merancang kebaya untuk hari berharga seseorang seperti Kaivan dan calon istrinya. Selain karena status Kaivan sebagai seorang pengusaha yang termasuk ke dalam jajaran orang terkaya di Asia, berita mengenai Kaivan selama ini sepertinya sangat jauh dari kabar bahwa ia memiliki hubungan serius dengan seorang wanita.
Sepertinya Kaivan benar-benar ingin merahasiakan hubungannya dengan sang kekasih, hingga media pun tidak bisa mengendus hubungan mereka sama sekali. Bukan kali ini saja, sepertinya sejak awal dirinya dikenal sebagai pengusaha muda yang tampan dan digandrungi oleh para wanita, Kaivan sama sekali tidak pernah terdengar memiliki hubungan dengan wanita mana pun. Seakan-akan dirinya memang tidak pernah memiliki hubungan dengan wanita mana pun. Perjalanan karirnya selama ini bersih dari skandal apa pun, dan hal itu membuat sosoknya semakin digandrungi oleh para wanita yang berharap menjadi kekasihnya. Hal ini pula yang membuat Kirana agak terkejut saat mendapatkan Kaivan sebagai kliennya yang akan segera menikah.
Itu artinya, Kaivan memang sudah berhasil menutupi hubungannya dengan sang kekasih yang mungkin saja sudah sangat lama, hingga dirinya memutuskan untuk melangkah ke pelaminan. Namun, sebagai orang biasa, Kirana tidak mengerti mengapa Kaivan harus menyembunyikan hubungannya hingga seperti ini. Bukankah wajar jika orang lain mengetahui hubungan mereka? Maksud Kirana adalah, Kaivan sendiri sudah bisa digolongkan sebagai publik figur. Namun kembali lagi, mungkin saja Kaivan memang tidak ingin sampai kisah percintaannya terungkap dan menjadi konsumsi publik.
“Apa kau masih sibuk?”
Kirana tersentak dan menoleh ke arah sumber suara. Ternyata itu adalah Kaivan. Kirana tersenyum profesional dan mempersilakan Kaivan untuk duduk di sofa yang berada di lantai dua yang ia fungsikan sebagai ruang kerja yang terhubung dengan ruang jahit di mana ia dan Tya banyak menghabiskan waktu di sana. “Tidak, saya tidak sibuk. Saya tengah menunggu kedatangan Anda,” ucap Kirana.
Kaivan memang sudah mengabari dirinya sebelumnya bahwa ia akan datang untuk membicarakan masalah kebaya dan pakaian untuknya. Kaivan menggumamkan terima kasih pada Tya yang menyajikan minuman untuknya. Setelah Tya turun kembali, Kaivan berkata, “Tidak perlu terlalu formal. Itu membuatku tidak nyaman. Bicaralan sesantai mungkin, karena kau bukan anak buahku.”
Kirana hanya tersenyum lalu menunjukkan beberapa desain yang sudah ia buat. Karena ini adalah alasan kedatangan Kaivan. “Ini beberapa desain yang sudah saya buat. Baik kebaya untuk Nona, atau pun jas untuk Tuan. Saya rasa, Nona juga perlu melihat hal ini agar bisa memilih mana yang paling sesuai dengan selera Nona,” ucap Kirana.
Kaivan tidak mengatakan apa pun. Ia memilih untuk melihat-lihat desain yang Kirana tunjukan padanya. Lalu tak lama, Kaivan bersandar dengan nyaman pada sandaran sofa lalu menyilangkan kakinya. “Menurutmu, mana yang paling cocok?” tanya Kaivan malah melemparkan pertanyaan yang tidak terduga tersebut.
“Ya?” tanya Kirana bingung. Ia sudah menyiapkan semua desain yang tentu saja akan cocok dikenakan oleh Kaivan dan calon istrinya. Kini hanya perlu Kaivan serta calon istrinya memilih mana model yang mereka sukai.
“Pilihkan mana yang cocok untuk kukenakan dan kebaya mana yang menurutmu paling indah,” ucap Kaivan membuat Kirana menyurutkan senyumnya. Kirana pikir, kali ini pembicaraan mereka akan lebih tenang dan mudah. Karena terakhir kali, Kirana sudah mati-matian berusaha untuk mengerti dengan permintaan macam-macam Kaivan dan calon istrinya.
Melihat ekspresi Kirana, Kaivan pun berkata, “Mulai saat ini, semua mengenai masalah persiapan pernikahan akan aku ambil alih. Jadi, kau tidak perlu cemas dengan selera calon istriku. Karena aku yakin dia akan menyukai apa pun yang kau siapkan. Sekarang, dia tengah menikmati waktunya dan menyiapkan diri sebaik mungkin.”
Dalam hati, Kirana memuji keberuntungan calon istri Kaivan. Tentu saja ia sangat beruntung mendapatkan Kaivan yang bahkan mau repot-repot mengurus semuanya sendiri, dan membiakan calon istrinya menikmati waktu dengan bersenang-senang sebelum pernikahan mereka. Kirana pun kembali tersenyum dan menunjuk sepasang rancangannya. Mau bagaimana lagi. Daripada Kirana stress, lebih baik Kirana mengikuti mau kliennya ini.
Kirana berkata, “Menurutku ini akan cocok untuk Tuan dan Nona. Desainnya memang simpel, tetapi akan menonjolkan keanggunan Nona dan Tuan juga akan terlihat lebih gagah dalam balutan pakaian adat ini.”
“Ya, aku rasa kebaya ini juga terlihat cantik. Kau juga akan cocok jika mengenakan kebaya itu,” ucap Kaivan membuat Kirana mengedipkan matanya kembali dibuat bingung.
“Ya?” tanya Kirana meminta Kaivan untuk mengulang perkataannya. Kirana menyangsikan pendengarannya.
Kaivan tidak menunjukan ekspresi apa pun dan berkata, “Tidak ada.”
Kirana merasakan sudut bibirnya berkedut, pria tampan di hadapannya ini sangat tidak terduga dan aneh. Namun, Kirana memilih untuk beranjak dan menunjukan beberapa bahan yang akan ia gunakan dalam pembuatan kebaya dan pakaian untuk Kaivan nantinya. “Ini beberapa bahan yang kemungkinan akan dipakai,” ucap Kirana lalu fokus menjelaskan apa yang memang perlu ia jelaskan pada Kaivan sebagai klien yang menggunakan jasanya.
Kaivan mungkin terlihat fokus mendengarkan penjelasan Kirana, dan hal itu yang membuat Kirana terus menjelaskan dengan detail. Namun pada dasarnya, Kaivan ternyata tidak mendengarkan penjelasan tersebut. Ia malah fokus memperhatikan wajah Kirana yang tampak lebih berseri-seri, saat dirinya menjelaskan rancangan yang sudah ia buat. Kaivan bisa menyadari, betapa besarnya kecitaan Kirana terhadap pekerjaannya ini. Ah, bukan. Kaivan sadar, bahwa ini bukan hanya pekerjaan bagi Kirana.
***
Tanpa sadar, keduanya terlibat dalam diskusi menyenangkan hingga waktu bergulir dan kini sudah menjelang malam. Waktu yang tepat di mana mereka bisa menikmati makan malam. Untungnya, diskusi mereka memang sudah selesai. Kini semuanya sudah diputuskan, dan Kirana hanya perlu memulai pengerjaan rancangannya. “Aku akan segera memulai pengerjaannya. Tapi jika memungkinkan, sesi fitting harus tetap dilakukan agar bisa memastikan jika semuanya sudah pas,” ucap Kirana sembari mengantarkan Kaivan menuju pintu ke luar.
Kini Kirana dan Kaivan memang sudah memutuskan berbicara lebih nyaman. Karena ke depannya keduanya akan sering berdiskusi mengenai semua keperluan pernikahan Kaivan. Ini juga salah satu keinginan Kaivan. Jelas, Kirana tidak memiliki peluang untuk menolaknya. Memangnya siapa yang bisa menolak keinginan Kaivan?
Namun, Kaivan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berkata, “Aku akan mencoba untuk membicarakan hal itu pada calon istriku. Kita lihat nanti saja. Ah, satu lagi. Terima kasih karena sudah bersabar menghadapi permintaanku macam-macam dariku dan calon istriku.”
Mendengar hal itu, Kirana pun tersenyum dan berkata, “Tidak perlu sungkan. Aku mengerti bahwa kalian pasti ingin hal yang terbaik untuk pernikahan kalian.”
“Tapi tetap saja, aku tidak merasa nyaman karena selama ini membuatmu tidak nyaman dengan permintaan macam-macam. Jadi, bagaimana kalau kita makan malam bersama? Anggap bahwa ini adalah salah satu cara bagiku untuk meminta maaf,” ucap Kaivan. Membuat Kirana agak terkejut dengan pertanyaan tersebut.
Rasanya, Kirana ingin menolak saat itu juga, rasanya ia lelah bukan main berhadapan dengan pria tampan yang memiliki sifat dingin yang menyebalkan itu. Namun, pada akhirnya Kirana pun tidak bisa menolak tawaran makan malam bersama tersebut, karena Kaivan memang tidak membiarkan dirinya menolak. Hanya saja, Kirana memberikan syarat, ia bisa memilih di mana mereka makan malam. Alhasil, kini keduanya tengah menikmati makanan lezat pinggir jalan, yang tak lain adalah pecel lele. Salah satu makanan yang memang Kirana sukai.
Berbeda dengan Kirana yang terlihat sangat menikmati santapan tersebut, Kaivan terlihat kikuk, seakan-akan dirinya jarang atau bahkan belum pernah mengunjungi tempat seperti itu untuk menyantap pecel lele. Kirana sendiri berpikir itu tidak aneh, mengingat Kaivan adalah orang kaya. Selama hidupnya, selama ini pasti makan makanan mewah dari restoran atau hotel bintang lima. Dia makan dengan peralatan makan mewah, bukannya menggunakan alas kertas nasi dan langsung makan menggunakan tangannya.
“Kau yakin ini cukup? Bukankah kita lebih baik ke hotel bintang lima terdekat? Sepertinya di sana juga ada menu seperti ini,” ucap Kaivan terlihat enggan menyentuh pecel lele di hadapannya.
Kirana yang mendengarnya berusaha untuk menyembunyikan senyumannya. “Dicoba dulu,” ucap Kirana lalu kembali menyantap makanannya dengan nikmat.
Kaivan menurut dan menyantapnya dengan ragu-ragu. Namun ternyata sepertinya makanan itu sesuai dengan selera Kaivan. Walaupun sesekali Kaivan harus minum, karena mungkin terlalu pedas baginya. “Apa itu sesuai dengan seleramu?” tanya Kirana.
Kaivan menatap Kirana dan mengangguk. Ekspresi pada wajahnya terlihat begitu jujur. “Padahal biasanya aku tidak menyukai makanan seperti ini. Entah memang karena makanan ini lebih spesial daripada yang lainnya, atau mungkin karena aku makan ditemani perempuan yang mempesona sepertimu,” ucap Kaivan lalu secara tiba-tiba tersenyum lepas membuat jantung Kirana berhenti berdetik untuk sepersekian detik, sebelum kembdali berdetak dengan hebatnya. Kirana sadar, ada hal yang salah di sini. Secara alami, otak Kirana memberikan peringatan bahwa dirinya harus berhati-hati.