Semua orang menyayanginya

1231 Kata
Zoya melihat pagar rumah Raksa yang masih tertutup rapat. Dia tidak mengerti, kenapa Raksa begitu marah karena ucapannya dua hari lalu. Laki-laki itu tidak membalas pesannya, dan seolah-olah sengaja menghindarinya di sekolah maupun di rumah.  "Apakah anak itu udah berangkat ke sekolah?" Dia agak sedih, karena biasanya Raksa selalu datang ke rumahnya, makan bersama keluarganya. Menemaninya workout atau mengerjakan tugas. Seperti ada yang hilang, dan dia tahu itu adalah keberadaan Raksa. "Ayo pak, jalan!" pinta Zoya pada sopirnya.  Hari ini Zoya memiliki jadwal yang padat, sepulang sekolah dia akan mengerjakan tugas di rumah Tisa, setelahnya langsung ke tempat les. Jadi dia membawa baju ganti.  Sampainya di sekolah, Zoya langsung berlari menunju kelasnya. Dia hampir terlambat, dengan membawa paper bag berisi pakaian gantinya, dia terus berlari melihat keadaan sekolah yang sudah sepi. Beruntung, saat dia sampai di kelasnya, gurunya belum ada. "Cantik, habis lari-larian ya. Tumben telat!" Ketua kelas menegur Zoya yang masih ngos-ngosan. "Iya, untung aja belum ada gurunya!" Zoya menjawab, dia tersenyum lega begitu duduk di kursinya.  "Minum dulu!" Tisa memberikan minum pada Zoya.  "Thanks!" Zoya sangat butuh hal tersebut, Tisa memang sangat peka. "Guru fisika kita katanya ganti. Semoga yang ini gak suka kasih tugas, udah mabok tugas gue!" Tisa mengeluhkan masalah yang dihadapi para siswa, jika guru terlalu bersemangat memberikan tugas.  "Yang ini sih harusnya gak!" jawab Zoya asal.  Tisa langsung membalikkan badannya. "Lo tahu dari mana? Emangnya udah tahu gurunya kayak apa?"  "Emhhh!" Zoya memastikan ingatannya tidak salah. Gurunya sudah cukup tua, jadi lebih bijaksana dan berpengalaman. Tahu kalau memberikan banyak tugas hanya akan membebani mental anak-anak. "Feeling gue aja!"  "Ih, kirain udah tahu gurunya kayak apa!" Tisa mengomel. Zoya tersenyum melihat ekspresi julid Tisa. Saat itu dia mengalihkan tatapannya pada sosok Lander. Laki-laki itu sepertinya tadi melihat kearahnya. Tapi saat dia melihatnya, ternyata tidak.  Tisa melihat arah tatapan Zoya. "Lander katanya tetep bakal kuliah di luar negeri!"  "Kata siapa?"  "Kata anak-anak yang ikut program beasiswa ke luar negeri lah. Lander mendapatkan undangan dari universitas luar negeri, jadi gak mungkin dia gak ambil!" Tisa tahu Lander memang sangat jenius, jadi wajar jika laki-laki itu mendapatkan undangan.  Zoya melihat pada punggung Lander, dia tahu bersekolah ke luar negeri adalah impian Lander. Tapi mimpi itu tidak bisa dicapainya. Apakah hal seperti itu juga akan berubah?  Melebarkan matanya, Zoya kaget saat Lander tiba-tiba menoleh ke belakang, tepat melihat padanya. Dia ketahuan tengah memperhatikannya. Lander pasti jadi besar kepala, dan benar saja, tak lama laki-laki itu menunjukkan seringaian.  "Sial!" Zoya buru-buru menundukkan kepalanya. — Saat akan mengembalikan buku ke perpustakaan tadi, Zoya melihat Raksa sedang bicara dengan temannya. Tapi, begitu tahu dirinya tengah melihat ke arahnya, Raksa langsung memalingkan wajahnya. Apa laki-laki itu masih marah. Tapi kenapa harus sampai menghindarinya?    Sekarang, mereka bertemu lagi di halaman depan sekolah, lagi-lagi Raksa pura-pura tidak melihatnya. Zoya jadi agak marah karenanya.  "b******n itu, kekanakan sekali!" Zoya mengumpati Raksa, tapi dia tidak bisa benar-benar membencinya. Laki-laki itu terlalu menggemaskan.  Menunggu Tisa, Zoya akan nebeng untuk pulang bersamanya. Toh mereka memang akan mengerjakan tugas bersama di rumahnya Tisa. Kemudian Tisa kembali lagi ke kelas katanya ada yang tertinggal dan memintanya untuk menunggunya.  "Ayo bareng gue aja!" Lander menghentikan motornya tepat di sebelah Zoya.  "Hah, Lo juga sekolompok sama gue?" Zoya tidak tahu siapa saja kelompoknya di pelajaran biologi ini, karena terlalu banyak kelompok yang dibuat di setiap mata pelajaran berbeda, dia hanya perlu mengingat apakah sekelompok dengan Tisa atau tidak.  "Lo makin begok aja tiap harinya!" Lander memegang kepala Zoya dengan tangan kanannya, kemudian menepuknya. "Pakai helm!" ujarnya. "Gue bareng Tisa!" Zoya protes, tapi Lander sudah membantunya memakai helm. "Gue tadi udah ngomong sama Tisa, Lo bareng sama gue!" Lander menarik tangan Zoya agar segera naik ke motornya.  Zoya belum mau naik ke motor Lander. Karena Tisa tidak bilang apapun padanya. "Lo bo'ongin gue ya!"  "Iya!" jawab Lander asal, tangannya masih memaksa agar Zoya naik ke motornya.  Zoya akhirnya naik ke motor Lander. Tapi dia sebenarnya tidak mau. Karena tidak mau ada kesalahpahaman lagi antara dirinya dan Lander. Sebenarnya dia berusaha sangat keras untuk tidak terlalu dekat dengan Lander, bahkan tidak bicara banyak padanya. Karena dia tidak mau lagi merasakan sakit di perutnya dan jatuh pingsan, atau mamanya akan kembali membawanya ke psikiater.  "Kenapa? Apa Lo sekarang suka sama gue?" Zoya bertanya terus terang.  "Gue gak suka sama cewek cantik!" Lander mengulangi slogan yang selama ini selalu terngiang-ngiang di telinga Zoya, bahkan sampai dewasa.  Berdecak, Zoya tidak buta untuk melihat Lander mulai menerima kehadirannya. Bahkan terlihat tidak risih berdekatan atau berbicara dengannya. Jika itu dulu, mungkin dia akan sangat senang. Tapi sekarang, sudah terlambat. Jantungnya tidak lagi berdebar-debar untuknya.  Setelah motor Lander mulai berjalan meninggalkan halaman menuju gerbang, Tisa berteriak memanggil keduanya. Tapi dia terlambat, teriakannya tidak lagi didengar.  "Katanya mau bareng, kok malah pergi sama si Lander sih!" Tisa mengomel kesal.  Karena pada akhirnya mereka semua akan bertemu di rumahnya, Tisa mencoba untuk tidak terlalu kesal. Buru-buru dia mencari dimana keberadaan sopirnya memarkirkan mobilnya. Dan saat menemukannya, dia buru-buru berjalan menuju mobil tersebut.  Di dalam mobilnya, Raksa memperhatikan semua kejadian. Dia tersenyum melihat kekesalan Tisa. Dia bisa melihat selain keluarga yang bahagia, Zoya juga dikelilingi orang-orang baik. Bagaimana nanti, jika tragedi mengacaukan segalanya?  Sebenarnya yang mengganggu pikiran Raksa hanya satu, apakah benar Zoya bisa melihat masa depan? Dia mengamati semua hal terkait Zoya secara diam-diam, tapi masih belum sanggup untuk berhadapan langsung dengannya.  Bagaimana jika Zoya sudah tahu semuanya? Tidak mungkin! Raksa masih menolak pemikirannya tersebut. Zoya mungkin hanya asal bicara. Secara kebetulan, banyak ucapannya yang benar-benar terjadi.  — "Tisa, gue mau ganti baju dong!" Zoya mengikuti langkah Tisa yang akan menuju kamar. "Pengkhianat!" Tisa melihat Zoya dengan mata menyipit. Kemudian tak lupa juga ekspresi julidnya. "Tadi Lander yang maksa!" Zoya menjelaskan.  Keduanya masih berdebat sampai di kamar. Zoya mengganti pakaiannya, dia meminjam jepit rambut milik Tisa untuk menjepit poninya. Dan mengikat bagian rambut yang bisa diikat. Terakhir membenahi posisi kacamatanya.  "Kenapa sih masih pakai kacamata? Gak ngaruh juga kan ke mata Lo!" Tisa lebih suka Zoya tanpa kacamata. Seperti menjadi dirinya sendiri. "Gue keluar duluan deh. Anak-anak pasti udah pada nunggu. Jangan lama-lama Lo ya!" Zoya keluar dari kamar Tisa lebih dulu.  Dia kembali ke ruang tengah, dan melihat anak-anak lainnya sudah memegang buku masing-masing, sedangkan Lander tengah memegang tanaman, menjelaskan tentang struktur tanaman, serta fungsinya.  "Zo, Lo kok cantik amat sih!" Puji teman laki-laki yang pertama melihat kedatangan Zoya. "Ye, malah ngerayu anak orang!" sahut temannya yang lain, padahal dia pun juga akan mengatakan hal yang sama, tapi sudah keduluan.  "Tolong, yang merasa cantik jangan ganggu konsentrasi yang lain!" Tegur Lander yang merasa terganggu. Dia sedang menjelaskan, tapi yang lainnnya malah membahas hal lain yang tidak penting.  "Jauhan dikit, Zo! Gue gak kuat sekelompok sama Lo!" tambah temannya yang lainnnya, tanpa menghiraukan teguran Lander. "Bangke, ikut-ikut kalian. Sini Zo, jangan takut. Duduk samping gue, sini!" ajak teman laki-laki yang tadi pertama kali menggoda Zoya.  "Zoe Pyralis!" Lander menunjuk Zoya dengan pena, kemudian menunjuk pada kursi single yang agak jauh dari posisi mereka semua.  Zoya menurut, karena kursi tersebut paling dekat dengan meja, ada beberapa camilan dan minuman dingin di sana. Tisa yang baru saja keluar dari kamarnya, dia merasa aneh melihat Zoya duduk jauhan dari yang lain. "Sini kali Zo, jauh amat!"  Setelah mengatakan hal tersebut, Tisa menyadari tatapan tajam dari Lander. Tapi dia tidak mengerti ada apa dengan arti tatapan tersebut, dia juga tidak merasa aneh. Lander memang tidak menyukai semua orang. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN