Tisa baru saja kembali dari kantin, dia pikir akan menemukan Zoya di kelas, tapi ternyata tidak. Berat baginya untuk menahan diri agar tidak bicara dengan Zoya. Perasaan kesal, karena Zoya menyembunyikan sesuatu darinya, tapi juga tidak nyaman saat mencoba mengabaikannya.
"Hei, Lo liat dimana Zoya gak?" tanya Tisa pada temannya yang baru saja masuk kelas.
"Enggak, kan gue baru dari kantin, samaan sama Lo tadi!" sahut temannya itu dengan mimik wajah aneh.
Tisa menghela napas kasar, karena lupa kalau mereka memang bertemu tadi saat di kantin. Dia melihat sekitar, dan melihat ada satu orang yang sedang mendengarkan musik melalui earphone. Kemungkinan, laki-laki itu melihat Zoya tadi. "Lam, Lo liat Zoya kemana gak? Dia tadi makan bekalnya di sini kan?"
Alam tentu tidak mendengar suara Tisa, karena di telinganya terpasang earphone. Karenanya Tisa menghampiri ke mejanya. Menepuk pundaknya. "Alam, Lo liat Zoya gak?"
Alam melihat orang yang mengajaknya bicara, kemudian melihat ke arah bangku Zoya. Tempat yang biasanya di duduki oleh seorang gadis cantik itu kini kosong. "Mana gue tahu!"
"Ya kan Lo dari tadi di sini!" Tisa agak kesal, karena kecewa dengan jawaban yang di dengarnya.
Alam memalingkan wajahnya, dia kemudian melepaskan sebelah earphone-nya lagi. Menaruhnya di dalam tas. "Gue gak tahu!"
Tisa melihat Alam yang bangkit dari duduknya dan langsung pergi. Padahal dia belum selesai bicara dengannya. Tidak menyerah, Tisa langsung ke tempat duduk Zoya untuk memeriksa tasnya dengan hanya menekan-nekannya tanpa membukanya, mencoba merasakannya, tapi tidak ada tanda-tanda adanya kotak bekal. Artinya Zoya sedang makan di suatu tempat. Memikirkannya membuat Tisa merasa bersalah. Entahlah, hanya saja dia menganggap Zoya seperti bayi. Saat memikirkan teman kesayangannya itu makan sendirian di suatu tempat, itu menyakiti perasaannya.
"Gadis manja itu, awas saja kalau dia sedang bersedih!" Tisa hampir menangis sendiri memikirkannya.
Dia marah, tapi bukan marah besar. Seperti perasaan cemburu, karena orang-orang lebih tahu tentang teman dekatnya dari pada dirinya sendiri, sebagai orang yang telah menjadi temannya cukup lama. Dengan Zoya menyembunyikan sesuatu darinya, membuatnya merasa tidak dipercaya lagi oleh gadis itu. Bisa dibilang dia marah tanpa alasan jelas, karena terlalu Baper, dan sekarang dia bingung sendiri.
—
Di ruangan rapat OSIS, Zoya sedang memakan bekalnya sambil melihat video fashion show yang dikirimkan Elen sebagai referensi. Meskipun dia pernah menjadi model profesional, tapi Zoya tetap mau mempelajari karakter yang dinginkan Elen pada setiap karyanya yang diperagakan oleh para modelnya. Dan itu tidak terlalu serius, dia hanya menghargai Elen karena telah mengirimkan video tersebut. Selebihnya, Zoya sudah tahu kemampuannya sendiri.
Ruangan rapat OSIS tidak terlalu sering digunakan, siapapun bisa masuk dan duduk di sana. Zoya butuh tempat privasi, dan tempat itu sangat cocok. Makanannya hampir habis, karena mamanya hanya membawakan beberapa buah segar seperti, apel yang telah di kupas, strawberry dan anggur. Yah, dia tidak makan-makanan berat untuk makan siang.
Tok! Tok!
"Boleh masuk?" Alam bertanya setelah membuka pintu tersebut, tapi masih bertanya karena menghormati privasi gadis itu. Dia bukan orang yang akrab dengannya, selain karena Zoya pernah menolongnya. Selebihnya, bahkan mereka tidak mengobrol lagi saat di sekolah.
"Hem, kok tahu ada orang di sini?" Zoya agak kaget, saat melihat ada orang masuk. Padahal dia sebelumnya cukup yakin, tidak akan ada yang tahu jika ada orang di ruangan tersebut.
Alam tersenyum, tapi tidak menjelaskan kenapa dia tahu Zoya ada di dalam sana. Pertama, dia sebenarnya langsung mengikuti Zoya, begitu gadis itu keluar dari kelas. Tapi dia kembali lagi, saat melihat gadis itu masuk ke ruangan tersebut, berpikir Zoya sedang tidak mau diganggu siapapun. Kemudian saat Tisa bertanya tentang Zoya padanya, dia jadi ingin melihat gadis itu.
"Aku mau kasih ini. Belum semuanya, tapi aku akan balikin, pasti!" Alam mengulurkan tujuh lembar uang seratus ribuan pada Zoya. Tapi gadis itu tidak mengambilnya, jadi dia menaruhnya ke atas meja.
Zoya bukannya tidak mau mengambilnya, tapi dia bingung. Tidak menyangka laki-laki itu bersungguh-sungguh ingin mengembalikan uang biaya pengobatannya. Membuatnya jadi merasa tidak nyaman, karena telah memasukkannya ke ruangan rawat yang bagus dengan fasilitas yang cukup lengkap. Sehingga biayanya jelas tidak sedikit.
Menolaknya akan menyakiti harga diri laki-laki itu, menerimanya akan mencubit nuraninya. Jadinya bukan menolong Alam dari kesulitan, tapi memberi laki-laki itu masalah baru. Rasa sesal dan bingung. "Gak perlu buru-buru, Lo bikin gue bingung!"
Tertawa kecil, Alam menertawakan kejujuran Zoya. Gadis itu terlihat terkejut dan agak bingung saat dia mengulurkan uang. "Kamu akan melukaiku jika menolak. Terima saja, meskipun aku mungkin baru bisa melunasinya setelah berbulan-bulan!"
Zoya menyentuh uang itu, seharusnya menerima uang itu tidaklah sulit. Tapi dia mengingat lagi apa yang dikatakan Sari padanya, tentang Alam berhutang pada orang-orang yang memukulinya hari itu. Juga, saat dia melihat ibunya Alam malah memukulinya saat pertama kali datang ke rumah sakit. "Alam, gue udah nolong Lo, gimana kalo Lo balas gue juga dengan pertolongan. Gue gak terima pertolongan gue waktu itu dibalas pake uang!"
Mendengar ucapan Zoya, Alam sudah tahu Zoya akan menolak uang itu. Mendudukkan dirinya di kursi yang berjarak dua kursi dari posisi duduk Zoya. Alam akan mendengar lebih dulu apa yang hendak di katakan oleh gadis itu.
"Jangan kesal dulu. Gimana kalo Lo balas gue dengan satu pertolongan juga. Menurut gue itu lebih berharga!" Zoya menggeser uang itu ke dekat tangan Alam yang di berada atas meja.
"Apa yang bisa aku lakuin? Kalau itu yang kamu mau, kayaknya sampai kapanpun kamu gak akan butuh pertolonganku. Ada banyak orang di sekitar kamu yang lebih bisa kamu percaya, juga kamu punya segalanya, impossible kamu butuh pertolongan dari orang kayak aku!" Alam tidak bermaksud merendahkan diri, tapi dia tahu siapa Zoya dan siapa dirinya.
Apa yang dikatakan Alam sangat masuk akal. Ada banyak orang hebat di sekitar Zoya, tapi Alam bahkan adalah orang asing yang tidak memiliki kemapuan apapun bahkan tidak bisa dipercaya. Maka ucapan Zoya tadi hanya omong-kosong sebagai alasan untuk menolak dirinya.
"Temui gue dua belas tahun dari sekarang. Kalau gue masih hidup, tanyakan lagi apa gue butuh bantuan dari Lo!" Zoya telah memutuskan setelah berpikir keras.
Dia jadi ingin melihat, apakah apa yang dilakukannya ini akan berpengaruh di masa depan. Karena dia yakin, ada alasan kenapa dia kembali ke masa ini. Dan sebelumnya dia bahkan tidak pernah tahu nama Alam sampai di usia dewasa, tapi sekarang dia mengenalnya. Seharusnya ada yang berubah, atau setidaknya ada alasan kenapa sekarang dia mengenal Alam padahal dulu tidak. Zoya sedang bertaruh.
Alam mengerutkan keningnya, Zoya mengatakan hal aneh. "Gimana kalo sebelum due belas tahun gue udah mati, atau gue gak bisa nemuin Lo?"
Semua hal bisa terjadi setelah dua belas tahun. Bahkan Alam berpikir mungkin saja setelah due belas tahun, ternyata Zoya sudah tidak tinggal di Indonesia lagi. Dan juga, bagaimana jika sampai dua belas tahun berlalu dia masih tidak berguna?
"Lo gak mau ya udah!" Zoya menutup kotak bekalnya, dan dia berdiri hendak pergi. Tapi tiba-tiba dia mendengar suara Sari mendekat. Buru-buru dia berjongkok dan masuk ke kolong meja.
Melihat Zoya bersembunyi, Alam juga mengikutinya. Dia tidak mengerti, kenapa harus bersembunyi. Mereka tidak melakukan hal aneh. Jadi posisinya sekarang dia dan Zoya berjongkok di bawah meja dengan kepala tertunduk, karena tinggi meja yang terlalu rendah.
"Lo buat gue seperti seorang simpanan, Sari!" teriak suara laki-laki, kemudian disahuti oleh suara wanita. "Ya sejak awal Lo tahu gue udah punya pacar!"
Tanpa keduanya tahu, ada dua orang bersembunyi dan mendengar pembicaraan mereka. Satu penasaran siapa orang yang sedang berdebat tersebut, satu lagi sudah tahu tapi masih juga terkejut.
Zoya melihat dua pasang kaki yang terus mendekat, dia tahu siapa yang bicara dengan Sari. Karena dia memiliki video mereka. Dan seperti sebuah takdir, lagi-lagi dia memergoki pasangan berselingkuh itu dan bahkan mendengar masalah mereka.
"Lo tahu gue sayang banget sama Lo. Alasan kenapa gue bertahan, karena gue sayang. Tapi keadaan ini bikin gue muak. Gue ngerasa kayak pencuri, Sari!"
Sari menggeleng. Dia juga tidak bisa berkata-kata. Tapi dia juga menyayangi laki-laki itu. Masalahnya dia menyayangi dua orang sekaligus. Bukan berniat memainkan perasaan keduanya, dia hanya tidak bisa memilih satu.
"Lo harus milih, dan gue akan terima apapun keputusan Lo!" laki-laki itu hendak pergi, tapi Sari menahan dengan memeluknya dari belakang.
"Jangan tinggalin gue!"
"Pilih, Sari. Gue atau Navo. Siapa yang lebih Lo cintai!" tekan laki-laki itu dengan suara berat, karena sangat sulit mengatakannya. Bisa terlihat jelas, kalau dia sangat menyayangi Sari.
Sari menggeleng, tidak bisa menahan air matanya lagi. "Gue lebih baik tidak memilih, gue bakal jauhin kalian berdua. Karena gue gak bisa bersama salah satu untuk menyakiti salah satunya!"
Laki-laki itu berbalik, memeluk Sari. Tidak bisa membiarkan gadis itu menangis. Dia tidak tahan.
Di bawah meja, Zoya saling melempar tatapan dengan Alam. Tidak menyangka akan menyaksikan drama dalam dunia nyata. Zoya hampir tidak tahan mendengarnya dan sangat ingin berlari ke kelas. Tapi dia masih bertahan, benar-benar aneh dengan situasi memalukan tersebut. Sedangkan Alam, dia terlihat lebih santai dan lebih fokus melihat pada Zoya. Gadis itu agak gugup dan sesekali membenahi kacamatanya yang tidak berubah posisi.
_