Hampir jatuh dalam pesonanya lagi.

627 Kata
Melihat barang belanjaan di keranjang Lander, membuat Zoya takjub. Laki-laki itu membeli pasta gigi dan peralatan mandi. Selain itu, ada beberapa barang lainnnya. Sangat jarang ada laki-laki bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik seperti itu. Selain otak yang cerdas dan juga skill dalam olahraga, pandai memasak, Lander juga terlihat bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Hidupnya sangat teratur dan bersih, meskipun dia hanya tinggal sendiri. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki itu? Zoya hampir jatuh dalam pesonanya lagi, jika bukan karena dia tahu kalau akan ada perpisahan di antara mereka. Lander juga tidak menyukai wanita cantik, khususnya dirinya, Zoya mengingat hal tersebut dengan baik. Di masa depan, bahkan dia akan menghadiri pernikahan Lander sebagai tamu undangan dari pihak wanita.  Satu hal yang tidak boleh Zoya lupakan, Lander berhutang nyawa padanya. Satu tusukan yang membuatnya tiba-tiba terlempar kembali di kehidupan ini. "Kenapa? Lo pasti gak pernah beli kayak ginian?" Lander mengejek dengan ekspresi menyebalkan di wajahnya. Zoya memutar bola matanya malas. Dia memang tidak pernah beli barang-barang seperti itu, tapi saat dia menjadi yatim piatu, semua barang-barang seperti itu tentu saja dibelinya sendiri. Bedanya dia hanya menggunakan barang dari merk favoritnya. Jadi tentu tidak dibeli di toko seperti ini. "Gak usah sok tahu. Lo gak tahu apapun tentang gue!" Zoya di usia remaja juga jauh berbeda berbeda setelah menginjak usia dewasa. Semuanya benar-benar berubah, bukan lagi Zoya si anak manja. Tentu saja Lander tidak akan tahu tentang itu, dalam kehidupan sebelumnya, dia dan Lander berpisah setelah lulus. Laki-laki itu hanya akan tahu sisi kekanakannya. Lander tersenyum sarkasme, dia tidak mungkin mempercayainya. Keluarga Pyralis hanya memiliki Zoya, jadi tidak mungkin membiarkan gadis itu mengurus dirinya sendiri dan kebutuhannya jelas dipenuhi dengan baik tanpa harus repot-repot memikirkannya. "Mbak, es krimnya diwadahi terpisah!" Lander mengatakan pada kasir yang sedang menghitung semua barang belanjaannya. "Lander, Lo tinggal di Jakarta sendirian. Kenapa gak sekolah aja di Jogja?" Zoya hampir mengatakan Lander akan kembali lagi ke Jogja setelah lulus, untung saja dia ingat untuk tidak mengatakannya. Lander menoleh, dia sedikit menunduk untuk melihat mata gadis di sebelahnya. Zoya bukan orang pertama yang menanyakan hal tersebut, tapi entah kenapa dia jadi bingung menjawabnya. Sebelumnya dia tidak pernah menyukai gadis itu, dan tidak ingin akrab dengannya. Biasanya dia akan memilih mengabaikan apapun ucapan Zoya, tapi sekarang dia ingin menjawabnya. "Kalo gak mau jawab juga gak papa!" Zoya melihat Lander tidak menjawab, jadi untuk menghilangkan rasa malu, dia mengatakannya. "Gue udah ngincer sekolah kita sejak masih kelas dua SMP. Dulu sepupu gue juga sekolah di sekolah itu!" Zoya menatap wajah Lander, dia pikir laki-laki itu tidak akan menjawab. Dan saat dia mendengar kata 'Kita' itu tersenyum aneh. Seolah mereka adalah teman satu sekolah yang sebenarnya, padahal sebelumnya Lander bahkan tidak pernah menganggap keberadaannya. "Oh, Lo emang udah ambisius sejak dulu ya!" Zoya menganggukkan kepalanya, seperti yang dia pikirkan. Bahkan di usia itu, Lander sudah tahu akan sekolah dimana. Pasti juga sudah mempersiapkan diri akan jauh dari keluarga. Hidupnya benar-benar terencana, tidak seperti dirinya yang hanya sekedar menjalani hidup saja. Tidak heran, setelah kepergian orangtuanya, dia juga tidak punya rencana apapun selain menjalani hidup. Itupun seringkali dia tidak lagi ingin hidup. "Ayo!" Lander sudah membayar barang belanjaannya, dia membawa belanjaannya dan membukakan pintu, menahannya menunggu Zoya yang hanya diam saja. "Makasih!" Zoya melangkahkan kakinya dengan bantuan tongkat penyangga. Melihat laki-laki itu bersikap baik terhadapnya, membuatnya senang. Setelah di mobil, Lander juga dengan sigap membuka pintu dan mengambil tongkat dari tangan Zoya. Seperti telah sangat terbiasa, tangannya yang membawa belanjaan juga berjaga-jaga kalau saja Zoya terjatuh. Perlakuan manis itu tidak terlalu disadari oleh Zoya. Gadis itu sudah tahu bagaimana mereka akan berakhir nanti, jadi tidak memperhatikan yang dilakukan Lander sebagai bentuk perhatian. Dia hanya melihat, Lander berada di dekatnya karena sebuah bentuk tanggung jawab yang dijanjikannya pada guru.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN