Pemotretan bersama Gerald berlangsung cukup cepat. Karena sebenarnya Zoya hanya perlu beberapa hasil foto saja.
"Segelas kopi untuk kerja keras Zoya hari ini!" Gerald datang menghampiri Zoya dengan dua cup coffee di tangannya. Memberikan satu untuk Zoya.
Tersenyum, Zoya lebih merasa semua hasilnya bisa bagus, karena dia memiliki tim yang hebat. Meskipun dia lelah, tapi semuanya sudah selesai hari ini. Melihat jam di ponselnya, itu sudah pukul lima sore. Dia belum sama sekali pulang ke rumah, karena setelah dari tempat les, dia langsung menuju studio yang telah dipesan.
"Zoya, aku langsung pulang ya. Kamu juga, agar bisa langsung beristirahat. Jaga kesehatan!" Maneger Zoya pamit pulang.
"Hem, kakak hati-hati di jalan!" Zoya melambaikan tangannya. Kesuksesan pemotretan ini adalah karena kerja keras maneger. Menyewa studio photo, membawakan baju yang dikirimkan Elen, juga menyiapkan jasa makeup artist terkenal. Semuanya diatur olehnya.
Gerald tersenyum saja saat manegernya Zoya pamit pulang. Karena artinya orang itu mempercayakan padanya untuk memastikan Zoya pulang ke rumahnya. Beberapa kali Shana juga mengatakan agar tidak membiarkan Zoya pergi kemanapun sendirian, sejak sakitnya hari itu.
"Lo kelihatan banyak berpikir saat pemotretan tadi. Meskipun hasilnya bagus, tapi gue yakin Lo sadar hasilnya gak maksimal. Lo mungkin memang harus segera pulang!" Gerald meraih tas Zoya, dan membawanya, kemudian juga paper bag lain di atas meja. "Ayo, pak sopir juga sudah menunggu!"
"Hm!" Zoya bangkit dari duduknya, membawa coffee baru diminum sedikit.
"Lo pingsan lagi hari ini!" Gerald hanya melirik, tapi pandangannya tetap lurus ke depan.
Zoya tahu, dia tidak mungkin bisa menyembunyikan hal seperti itu. Dan mungkin juga guru sudah memberitahu orangtuanya. Sedangkan dia sendiri juga juga tidak mengerti dengan tubuhnya.
"Hm!"
Karena Zoya hanya menjawab seperti itu sejak tadi, Gerald jadi benar-benar menoleh ke sampingnya. Ikut memperlambat langkahnya, Gerald bisa melihat kebingungan di wajah cantik Zoya. Dia sedikit berharap, gadis itu tidak menyembunyikan apapun di balik diamnya.
"Okay, bagaimana jika malam ini kita menonton film. Gue bakal ajak Mia dan Ariel datang ke rumah Lo!" Gerald sebenarnya tidak terlalu suka menonton film, tapi teman-teman perempuannya itu sering mengajaknya menonton bersama. Yah, meskipun saat mereka menonton, biasanya dia akan tertidur hingga diakhir film.
Zoya tidak merasa ide itu cukup bagus. Karena dirinya sedang tidak mood. Dia masih memikirkan tentang dirinya di masa depan. Apakah dia sudah mati, atau apakah kehidupan aneh yang dijalaninya ini adalah mimpi yang akan berakhir? Kenapa semuanya seperti sangat terhubung dengan Lander? Pertanyaan yang sebenarnya tidak dia inginkan jawabannya, atau lebih tepatnya dia tidak mau mengingatnya.
"Gue capek, Ge. Lain kali aja!"
"Okay, beristirahatlah malam ini!" Gerald masih memperhatikan wajah Zoya, gadis itu tidak menutupi ekspresi rumit yang tergambar jelas di sana.
_
Pagi itu Zoya berangkat bersama Raksa. Shana tidak membiarkan Zoya sendirian, dan meminta Raksa untuk mengawasi Zoya selama di sekolah.
"Sepertinya masalah Navo dan Sari sudah terdengar sampai keluar. Papanya Navo pasti jadi ikut terseret, lihat wartawan itu mencoba mencari tahu tentang Navo!" Raksa berkomentar, setelah melihat para reporter TV di halaman sekolahnya.
Zoya mengerutkan keningnya, dia tahu ini dalam ingatannya. Dan jika tidak ada yang berubah, Navo akan diperlakukan seperti tersangka. Hari ini, laki-laki itu memutuskan untuk meninggalkan sekolah.
"Sari memang keterlaluan!"
"Hah, apa?" Raksa tidak mendengar jelas apa yang dikatakan Zoya barusan.
"Lo duluan aja. Gue ada urusan!" Zoya mengubah arah tujuannya menuju kantor guru, berlari meninggalkan Raksa yang bingung.
Zoya tidak tahu apa yang akan dilakukannya, tapi mungkin dia hanya ingin memastikan. Melewati beberapa anak lainnya, Zoya mengabaikan pandangan aneh mereka.
"Sial!" Zoya melihat Lander dan Navo sedang dimintai keterangan oleh wartawan di dekat ruangan kantor.
Bisa terlihat jelas Navo yang menahan kesal, dan Lander yang sedang berbicara. Melihat ekspresi di wajah wartawan, Zoya yakin Lander bicara hal yang tidak menyenangkan.
Zoya merasa harus menyelamatkan mereka, karena bicara banyak tanpa didampingi pengacara, tentu akan berakibat tidak baik. Lebih lagi, Navo dikatakan sebagai pelaku tindakan pelecehan.
Saat Zoya akan berjalan menghampiri, dia melihat Sari baru saja keluar dari ruangan guru. Wajahnya seperti habis menangis. Tidak tahu siapa yang berjalan di sampingnya, Zoya pikir mungkin itu walinya. Melihat perkembangan kasus ini, sepertinya akan berakhir sama seperti diingatannya. Kasusnya akan berakhir begitu saja, dengan Navo yang dianggap jahat akhirnya pindah sekolah. Sari bermain playing victims dengan sangat baik. Sangat disayangkan jika benar begitu.
Tatapan Sari dan Navo bertemu, keduanya menunjukkan binar kekecewaan. Sari berjalan melewati mereka, diikuti oleh wartawan yang tadi bersama Navo dan Lander.
"Seperti ada yang salah!" Zoya melihat penyesalan di mata Navo, tatapannya bahkan masih sangat lembut pada Sari.
Berlari, Zoya baru memelankan langkahnya, saat berpapasan dengan Sari dan dua orang lainnnya. Sari bahkan hanya meliriknya sekilas, agak terkesan sinis. Tentu Zoya tidak peduli, dia melanjutkan langkahnya menuju Dua laki-laki di sana.
"Ada apa? Apakah masalahnya sudah diselesaikan?" tanya Zoya pada Lander, saat sudah berdiri di dekatnya. Seharusnya dia bertanya pada Navo, tapi melihat ekspresi serius di wajahnya, Zoya agak takut.
"Kenapa berlari? Lo harusnya ke kelas, mo ngapain coba? Nanti pingsan lagi, repot kan gue!" Lander bukannya menjawab, malah dengan sengaja menggoda Zoya perkara kemarin.